15 Sep 2019

Catatan dari Nurul Hidayah, Cisaat: Khatib Jumatnya Hanya Berbahasa Arab


TANAIKARIMUN.COM - SEBENARNYA tidak ada yang salah jika seorang khatib dalam solat Jumat, misalnya menggunakan Bahasa Asing ketika berkhutbah. Katakanlah berbahasa Arab seluruh khutbahnya, padahal jamaahnya orang Indonesia semua. Tidak ada yang salah.

Hanya bagi saya, bagi Anda (orang Indonesia lainnya) pasti terasa ada masalah. Dan inilah pengalaman pertama saya ikut solat Jumat di negeri sendiri, dengan jamaah orang Indonesia sendiri tapi khatibnya berbahasa Asing, berbahsa Arab keseluruhan khutbahnya. Kedua khutbahnya tanpa Bahasa Indonesia. Padahal lazimnya, agar pesan-pesan khutbah itu dipahami, harusnya menggunakan bahasa Indonesia di bagian-bagian pesannya itu. Yang wajib berbahasa Arab, ya biar berbahasa Arab.

Beberapa hari lalu (tanggal 12-15/09/19) saya berkesempatan berada di Banten, provinsi mekaran Jawa Barat yang terkenal kuat agamanya itu. Tepatnya saya berada di Kabupaten Pandeglang, Kecamatan Mandalawangi, di Kampung Cisaat, Desa Sinar Jaya. Jumat (13/09/19) itu saya jumatan di Masjid Jami' Nur Hidayah, Kampung Cisaat itu. 

Ada beberapa pengalaman baru saya solat di sini. Pertama, ketika solat subuh saya melihat imamnya tak menggunakan mic (pengeras suara) padahal azan dan iqomahnya pakai mic. Kebetulan saya melihat letak pengeras suara itu memang jauh di bagian belakang masjid. Saya diam dan menganggap itu boleh jadi karena letak mic yang belum sempat dipindah ke bagian depan masjid.
.
Subuh itu saya masih punya catatan kenangan, ketika imamnya membawa zikir sangat panjang untuk ukuran solat berjamaah setelah solat subuh itu. Saya ikuti semua, dari zikir biasa, plus baca surah Yasin dan Almulk baru berdoa. Bagi saya itu sesuatu yang baru juga. Tapi kaena hari itu adalah hari Jumat, ya boleh jadi itu memang doa khusus untuk hari Jumat.

Tapi catatan penting saya adalah khutbah tanpa Bahasa Indonesia itu, sementara jamaahnya adalah masyarakat Cisaat dan sekitarnya. Ketika saya tanya ke seorang sepuh di situ, ternyata kebiasaan itu sudah berlaku sejak masjid itu ada, sekitar 20-an tahun yang lalu. Setiap khatib berkhutbah, dia hanya menggunakan bahasa Arab saja. Tanpa Bahasa Indonesia. Inilah pertama kali saya mengikuti solat begitu di negeri sendiri.

Tidak ada jamaah yang protes karena cara itu memang sah. Tak ada juga yang salah. Selama syarat rukun khutbah terpenuhi, tidak ada yang salah. solat Jumatnya juga tetap sah. Kecuali orang tak memahami pesan khutbahnya karena tak mengerti bahasa Arab, selebihnya tak ada persoalan dengan khutbah berbahasa Arab secara keseluruhan itu. Bagi saya tentu ada masalah jika saya ingin tahu pesannya. Hehe, saya memang tak terlalu paham bahasa di Tanah Suci itu. Tapi jika jamaah Masjid Jami' Nurul Hidayah itu mengerti? Baguslah begitu.***
Laporan: M. Rasyid Nur
Sudah dipublish juga di: http://mrasyidnur.gurusiana.id/article/jamaah-orang-

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar