Oleh M. Rasyid Nur
MENGHIMPUN guru se-Indonesia pasti tidak mudah, kalau tak mau disebut nyaris mustahil. Apalagi tidak diberi biaya sepersen pun. Biaya transportasi laut, darat atau udara ditanggung sendiri. Pakai dompet sendiri. Sanggup? Yang pasti sangatlah susah. Rasanya mustahil.
MENGHIMPUN guru se-Indonesia pasti tidak mudah, kalau tak mau disebut nyaris mustahil. Apalagi tidak diberi biaya sepersen pun. Biaya transportasi laut, darat atau udara ditanggung sendiri. Pakai dompet sendiri. Sanggup? Yang pasti sangatlah susah. Rasanya mustahil.
Tapi
tidak dengan MGI (Media Guru Indonesia) yang digawangi Dr. H Muhammad
Ihsan bersama Tim Media Guru Indonesia hebat lainnya. Institusi yang
konsen memasyarakatkan literasi di kalangan guru ini (kini merambah juga
ke non guru) mampu mendatangkan guru dari berbagai pelosok Tanah Air ke
satu titik setiap tahun, sejak Media Guru ini lahir.
Pada
tahun 2019 ini, jumlah guru yang dihimpun MGI meningkat tajam
berbanding tahun lalu. Jika pada tahun sebelumnya paling banyak hanya
300-an guru, tahun ini, jika tak dibatasi konon bisa meledak jumlahnya
hingga di atas 600. "Kalau tidak cepat ditutup, bisa kewalahan kita
menyiapkan tempat pertemuan," kata Ibu Yuli, salah seorang Tim MGI saat
menjadi MC hari Sabtu (30/11/19) pada acara pertemuan guru di hari
pertama TNGP.
Acara
'ngumpul-ngumpul' guru yang dihelat MGI setiap tahunnya diberi nama
TNGP, Temu Nasional Guru Penulis. Tahun ini dilaksanakan pertemuannya di
Balai Kota, Provinsi DKI Jakarta. Diikuti oleh 511 orang, para guru
penulis ini datang dari berbagai belahan penjuru Indonesia. "Jumlah 511
orang ini hanya karena kita batasi," kata panitia pelaksana pertemuan.
Peserta ini ada dari Sumatera (Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Kepri, dll)
hingga pulau lainnya seperti dari Jawa, Sulawesi, Kalimantan. Pasti para
guru ini harus melewati laut, udara dan darat. Semuanya butuh biaya.
Apakah dibantu Pemerintah?
Mungkin
beberapa daerah ada yang Gubernur atau Bupati/ Wali Kota-nya membantu
atau memfasilitasi. Tapi pasti lebih banyak yang datang sendiri, dengan
biaya sendiri tanpa fasilitas apapun dari Pemda-nya. Apakah peserta TNGP
ini menurun dari tahun ke tahun? Justeru sebaliknya. Lalu mengapa?
Satu
jawaban dari banyak kemungkinan jawaban adalah karena kegiatan literasi
yang digagas MGI ini benar-benar memberi inspirasi kepada guru. Bahkan,
setelah Sagu Sabu (khusus guru) kini sudah lahir program untuk murid
yang diberi nama Sasisabu (satu siswa satu buku). Sudah ada juga program
untuk profesi lain seperti dosen, pengawas dan lainnya. Semuanya
bermula dari Sagu Sabu gagasan Media Guru.
Inspirasi
itulah yang menjadikan guru rela berkurban (pikiran, perasaan dan
anggaran) untuk terus mau berbuat di ranah literasi. TNGP tajaan MGI
memang memberi inspirasi kepada guru untuk belajar dan berpraktik
menulis buku. Tiada lagi alasan seperti dulu, membuat buku itu terasa
sulit selalu. Puluhan ribu guru, kini sudah dengan enteng membuat buku
yang tidak hanya membuatnya terkenal, membuatnya juga kian profesional.
Beberapa guru malah sudah menjadi melimpah material karena bukunya laris
manis terjual. MGI, kehadiranmu memang menginspirasi.***
Bisa juga di: https://mrasyidnur.gurusiana.id/article/2019/11/temu-nasional...
0 Comments:
Silakan Beri Komentar