15 Jan 2020

Bersatu Jangan Keliru


Oleh M. Rasyid Nur
PRIBAHASA, 'Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh' selalu dipakai untuk memotivasi agar seseorang tidak mudah terprovokasi untuk 'bertelagah' alias 'berdebat tak tentu arah' dalam kehudupan. Tujuan utama pribahasa itu adalah memperkuat persatuan untuk memupuk kebersamaan dalam keseharian. Pertelagahan akan melahirkan permusuhan, dan permusuhan akan menyebabkan pelemahan dari sebuah kekuatan.

Tapi ada yang salah kaprah dalam menerapkan pesan pribahasa itu. Saya melihat kesalahkaprahan penerapan persatuan itu beberapa hari lalu, pesisnya ketika berlangsungnya ujian semester di sekolah. Tersebutlah kisah dua orang atau beberapa orang siswa yang dalam kesehariannya selalu kompak. Mereka selalu bersama dalam hal apa saja. Belajar bersama, menjawab soal-soal PR (Pekerjaan Rumah) yang diberikan guru secara bersama-sama. Ke kantin juga bersama. Semua itu tentu saja sangat bagus dan memang harus begitulah adanya.

Tapi, jika penerapan rasa bersatu dan kekaompakan diterapkan di tempat yang salah, tentu saja itu tidak diharapkan. Sesungguhnya untuk selalu menerapkan kekompakan dan kebersamaan mestilah pada tempat yang benar. Tidak diharapkan penerapan kekompan pada tempat yang salah atau diragukan kebenarannya. Kapan dan bagaimana penerapan rasa persatuan yang tidak tepat itu?

Waktu itu, dalam suasana ujian semester ganjil, saya pastikan mereka juga menjaga kebersamaannya secara tidak tepat. Kebersamaan seperti inilah yang menurut saya sudah salah kaprah. Mengapa? Karena ternyata nilai-nilai kebersamaan itu mereka terapkan dalam menjawab soal-soal ujian yang menurut peraturannya tidak boleh saling mencontek. Tidak boleh ada yang saling membocorkan soal antara satu orang dengan orang lainnya. Sudah jelas dalam tata tertib ujian bahwa dalam mengerjakan ujian tidak dibenarkan saling bertanya atau menjawab soal secara bersama.

Nyatanya, masih ada di antara mereka yang seolah tetap menerapkan peribahasa itu dengan alasan menerapkan persatuan dan kebersamaan. Peribaha "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing," seolah mereka terapkan di situ. Jelaslah itu salah. Tidak pada tempatnya nilai-nilai kekompakan dan kebersaan diterapkan dalam menjawab ujian. Inilah yang disebut 'bersatu secara keliru.'

Yang namanya ujian, entah Ujian Semester, Ujian Tengah Semester bahkan Ujian Nasional, tata aturannya pasti sama: tidak boleh mencontek atau saling memberi jawaban. Apalagi ujian yang diikuti guru semacam UKG (Uji Kompetensi Guru) misalnya, sangat-sangat dituntut akuntabilitas dan kejujuran dalam menjawabnya. Jika dengan alasan menjaga nilai-nilai kekompakan dan kebersamaan para peserta ujiannya saling contek, betapa kelirunya pemikiran itu. Semoga kelak tidak akan terjadi lagi cara pandang yang keliru ini.***
dari www.koncopelangkin.blogspot.com

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar