3 Jan 2020

Kewajiban Kepada-Nya dan Kepada Sesama adalah Sama


Oleh M. Rasyid Nur
JIKA mampu menaati perintah Tuhan sebagai sebuah kewajiban, itulah bukti kita sebagai hamba (makhluk) yang mengerti kedudukan. Ada kewajiban solat (bagi muslim), kewajiban puasa dan atau rukun Islam lainnya, misalnya, kita mau melakukannya, itu bukti ketaatan kita kepada Kholiq, Sang Pemberi Kehidupan. Bagi yang ke gereja (Katolik-Kristen) karena mematuhi perintah-Nya, itu juga bukti kepatuhan kepada Tuhan, sesuai kepercayaan.

Kewajiban, sesungguhnya tidak hanya kepada Tuhan. Ada juga kewajiban kepada sesama kita (manusia) yang berlaku diantara sesama manusia juga. Di sebuah lembaga seperti sekolah, misalnya, ada peraturan dan atau tata tertib yang ditetapkan. Semua warga sekolah wajib hukumnya mematuhi peraturan dan tata tertib itu. Itulah kewajiban. Begitu juga yang diberlakukan di institusi lainnya.

Dalam bentuk lain, kewajiban bisa juga seperti kewajiban membayar utang, misalnya. Sebutlah utang uang. Apakah utang di bank, utang di koperasi atau utang uang kepada teman (utang uang pribadi). Ketika kewajiban membayar utang itu sudah sampai, maka wajiblah hukumnya membayar utang dimaksud. Kewajiban kepada sesama –manusia-- yang seperti ini, sesungguhnya dapat kita sebut juga sebagai kewajiban kepada-Nya. Kewajiban kepada sesama sejatinya memang sama dengan kewajiban kepada-Nya.

Dalam keseharian, ternyata ada di antara kita yang tidak memperlakukan sama antara utang kepada Tuhan dengan utang kepada manusia. Jika disebut solat atau puasa, dianggap itu penting dan tidak boleh ditinggalkan. Itu, memang benar. Pemikiran bahwa solat tidak boleh dilalaikan adalah pemikiran yang benar. Begitu juga berpuasa, berzakat dan menunaikan kewajiban berhaji. Itulah rukun dan tiang beragama (Islam) kita. Jika itu sudah kita camkan dan kita praktikkan, itu sudah benar.

Sesungguhnya yang tidak benar adalah ketika seseorang tidak memperlakukan secara sama kewajiban untuk menunaikan suatu kewajiban yang berkaitan dengan sesama manusia. Untuk membayar utang, terkadang sengaja dilalaikan dengan alasan itu bukan utang kepada Tuhan. Ketika ada kewajiban mengajar --bagi guru, misalnya-- terkadang kita melalaikan. Tidak masuk tepat waktu.Tidak mempersiapkan perangkat sebagaimana mestinya. Dan banyak kelalaian lainnya.

Alasan yang dipakai untuk tidak menunaikan kewajiban kepada sesama itu adalah karena dianggap bukan kewajiban kepada Tuhan. Di sinilah kelirunya cara pandang dan sikap kita. Bagi seorang muslim, sangat nyata ditegaskan dan sering disampaikan oleh guru-guru, para ustaz atau orang tua kita bahwa 'hubungan' dengan Allah itu sangatlah ditentukan oleh hubungan sesama manusia. Karena Tuhan sudah tegas mengatakan agar kita menjaga dan memelihara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia sendiri. Bagaimana mungkin Tuhan akan menerima hubungan baik kita dengan-Nya jika hubungan kita sesama manusia tidak terjaga.

Maka tetaplah kita bertahan dengan sikap yang benar, bahwa kewajiban kita kepada Allah sama pentingnya dengan hubungan kita sesama manusia. Tidak bisa dilepaskan salah satunya.***

Juga di  https://koncopelangkin.blogspot.com/2018/12/kewajiban-kepada-nya-dan-kepada-sesama.html

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar