21 Mar 2020

Menerapkan Tawakal dengan Benar dalam Menyikapi Corona

Oleh Mohammad Nasrudin


MASIH banyak masyarakat yang masih salah menerapkan konsep tawakal kpd Allah terkait penyebaran wabah virus Corona. Mereka terus berhujjah bahwa mereka bertawakal pd Allah saja namun  dg cara melawan bahaya tanpa berikhtiar mengatasinya sebagaimana riwayat yang dicontohkan Rasulullah Saw. Seharusnya pahami agama dg menggunakan riwayat dulu bukan logika, agar tidak tersesat kecuali tdk ada riwayat yang mengaturnya.

 Mereka terus mengembangkan pendapat paham pasrah total tanpa mau berikhtiar mengatasi wabah virus dg mengatakan bahwa virus ini milik Allah ,sy pasrah pd Allah. Saya ngga takut pd virus Corona, saya hanya takut kpd Allah, hidup dan mati sdh ditentukan Allah.

Sekilas pendirian seperti ini memang benar. Dan saya akui akidah ini sdh benar. Tapi cara menerapkan nya yang kurang tepat.

Anda tahu dimana salahnya? Salahnya adalah mereka pasrah total tanpa memperdulikan langkah langkah Syara' yg telah dicontohkan Rasulullah Saw dalam mengatasi masalah seperti ini, yakni kita wajib berusaha terlebih dahulu sebelum pasrah total kepada Allah.

Pasrah total dengan melawan sunnah nabi Muhammad Saw itu jelas kesalahan. Kita wajib pasrah kepada Allah dg mengikuti sunnah nabi. 

Apa itu sunnah nabi, jangan masuk suatu daerah yang ada penyakit mewabah, dan jika anda ada di dalamnya,jangan keluar. Ini adalah konsep isolasi atau social distancing yg dicontohkan Rasulullah Saw yg sedang dilakukan pemerintah di seluruh dunia dan sudah difatwakan ulama ulama Indonesia, Mesir, Arab Saudi, Yaman dsb. 

Kalau setelah berusaha dg prosedur yang benar, lalu kita masih sakit, barulah kita pasrah total dg ketentuan Allah. Inilah takdir Allah yang wajib kita ridho menerima nya. Jangan mengatakan pasrah tanpa mau berusaha, ini jelas salah. Ini adalah pelajaran akidah dasar yang kita mungkin lupa. Klo ini yg dipahami, berarti kita ga perlu kerja, ga perlu ikhtiar, toh Allah sdh tetapkan rezeki untuk kita. Kita ga perlu makan, toh hidup mati ,sdh Allah tetapkan 😀.

Jd fatwa MUI sdh benar, langkah pemerintah sdh benar... tinggal kita memahaminya dg benar dan dg ilmu yang benar bukan ego dan emosi tanpa ilmu. Makanya segala amal wajib dilandasi ilmu. Amal tanpa ilmu mardud, pasti ditolak oleh Allah.

Kita menyangka ,apa yang kita lakukan sdh benar, rupanya kita sedang melakukan upaya bunuh diri dan menjadi fasilitas tersebar nya virus yang bisa mengakibatkan banyak orang akhirnya sakit dan terpapar virus akibat pendirian kita yg salah tapi kita anggap benar.


Masihkah kita ngeyel dengan paham yang salah, padahal telah datang ilmu yang jelas kepada kita dari Allah dan rosulNya?

Saya tahu anda berani mati, anda ga takut Corona,. Tapi takutlah pd Allah dan rosulNya dengan cara mengikuti Sunnah Rasulullah.

Pikirkan dg mengembangkan paham yg salah ini, artinya kita memperlama virus ini bertahan lama di lingkungan kita yg dapat berakibat fatal terhadap nasib orang orang yang kita cintai dan masyarakat di sekitar kita.

Kalau kita sendiri yg mati , mungkin ngga ada masalah...tapi kalau kita menyebabkan banyak orang mati akibat pendirian kita, itu masalah besar.

Jd luruskan pemahaman yang salah bahwa menghindari kerumunan apa saja termasuk di masjid adalah sesat ketika dalam kondisi darurat.

Tidak ada niat ulama sekarang utk menjauhkan umat dari Masjid. Tapi ini taqdir Allah. Cara menghindari kerumunan ini, termasuk menghindari kerumunan di masjid  sudah di lakukan ulama ulama zaman dulu yg sdh dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika ada wabah penyakit terjadi.

Insyaallah ini cepat berlalu kalau kita ikuti tuntunan Allah dan rosulNya. Teruslah belajar dan menggali ilmu agar kita tdk tersesat paham dan ditipu syetan.

Rosululloh selalu mencontohkan bagaimana beribadah saat normal dan saat dalam keadaan darurat.

Cara berwudhu saat normal dan saat darurat itu berbeda. Cara sholat saat kondisi normal dan saat kondisi darurat juga berbeda. Semua ada ilmunya. Gunakan ilmu  bukan logika dan nafsu kita. Karena agama itu riwayat. Dan biasakan selektif menerima dan men-share informasi yang tidak jelas kebenarannya. Cek and recheck kebenarannya.

Apalagi terkait hadist nabi. Hindari hadist hadist dhoif selama ada hadist sohih.  Biasakan melakukan tarjih thdp hadist yang kita terima,jangan langsung dishare.itu berarti kita menebar kedustaan. Saya sering melihat,, rekan rekan sangat mengandalkan hadist hadist dhoif sebagai hujjah dan begitu diyakini untuk menguatkan sikapnya. Contohnya hadist ttg " ketika Allah turunkan penyakit dari langit kpd penduduk bumi, maka Allah akan jauhkan dari orang orang yang meramaikan masjid. Ini adalah hadist dhoif yang di-share kemana mana. Hadist dianggap dhoif krn beberapa perawinya lemah,tidak tsiqoh dan mengandung syadz atau kejanggalan.

Sebaiknya klo berhujjah gunakan hadist hadist yang kualitasnya sohih. Jadi klo ada dua hadist bertentangan,. Antara sohih dan dhoif, kita wajib merojih atau memilih yang sohih dan membuang yang dhoif. Ini namanya mentarjih.

Dengan begitu kita tidak mempengaruhi orang orang yang membaca tulisan kita atau meyakini pendapat kita ke arah kesesatan, meskipun maksud kita baik.

Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.

Wallahu a'lamu bishowab.

Catatan pena tauhid
Monas Inspire

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar