4 Apr 2020

Tersebab Corona, Marah Perlukah?

Oleh M. Rasyid Nur 
"SEBENARNYA sifat pemarah ada pada semua orang. Pengelolaan dan pengungkapannya saja yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Kalau tidak bisa marah, itu malah berbahaya dan jelek juga. Bisa masuk kategori dayus, nantinya. Jelek, itu." Tiba-tiba saja suatu pagi itu saya membuat status tentang marah. Saya menulis di halaman akun FB saya begini, "Terkadang marah itu menyelesaikan masalah. Tapi lebih banyak membuat masalah. Betul, tak betul?" 

Ternyata status itu mendapat respon yang luamayan ramai dari teman-teman (berteman dengan) saya sepagi itu. Saya biasa memang menulis status itu pada pagi (subuh) selepas solat itu. Rupanya berbicara perihal marah juga ada penyukanya. Apakah sekarang orang semakin banyak yang pemarah? Atau apakah ada masalah yang saat ini menjadi penyebab orang-orang suka marah? Setiap kita akan mempunyai jawaban berbeda-beda.

Rupanya corona alias covid-19 yang saat ini sangat 'pupuler' (baca: menakutkan) adalah salah satu penyebabnya. Gara-gara corona kini banyak orang jadi pemarah. Di rumah kita, ayah-emak marah jika anak-anak tidak patuh arahan orang tua yang selalu disampaikan dokter, misalnya. Jika anak-anak masih juga ingin ke rumah teman-temannya dengan seribu alasan untuk bersama, maka ayah-emak akan merah. Guru-guru marah ketika para muridnya yang tidak ada di sekolah tersebab corona tapi harus tetap dikelola seperti sebelumnya ada di sekolah. Artinya guru harus tetap menjadi guru yang mendidik, mengajar, melatih, mengarahkan dan seterusnya itu. Dan jika anak-anak murid ini tidak mengikuti arahan guru yang disampaikan via alat komunikasi, maka guru tentu akan marah. Hanya marahnya tentu disesuaikan juga.

Biasanya orang marah dan emosi disebabkan oleh hipertiroidisme yang terjadi karena kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid terlalu banyak. Begitu kata dokter atau di refernsi yang kita baca. Dan boleh jadi juga tersebab meminum obat-obat tertentu seperti obat kolesterol, diabetes, obat tidur atau tersebab depresi. Ya, pokoknya menurut teori yang kita baca ada banyak penyebab orang marah. Apakah kehadiran tamu bernama covid-19 ini menjadi bagian dari salah satu penyebab orang marah? Sepertinya, ya.

Kalau ditarik ke nilai-nilai agama, khususnya dalam Islam, marah itu termasuk sikap yang tidak baik. Artinya marah tidak dianjurkan dalam Islam meskipun pada posisi terntu marah juga bisa diwajibkan atau disunahkan. Konteks marah akan menjadi ukuran, apakah mrah itu dibolehkan atau dilarang.

Marah yang diwajibkan misalnya terhadap orang yang menghina agama, atau orang-orang yang dengan terang-terangan melakukan perbuatan maksiat yang dilarang agama. Agama mengajarkan, ketika kita menyaksikan orang berbuat mungkar maka cegahlah dengan segala daya-upaya kita. Bisa dengan kekuasaan atau kekuatan kita, bisa sekadar menegurnya saja atau sekurang-kurangnya menghindari perbuatan itu dengan kutukan di dalam hati saja. Itulah marah yang diwajibkan dalam agama.

Marah yang dilarang misalnya marah yang melebihi kepatutan. Bahkan marah dalam keadaan emosi yang menyebabkan kita mencaci-maki, menghina dan berkata keji yang menyakitkan hati orang. Marah seperti ini pasti akan mendatangkan dosa kepada si-pemarah. Itu malah bisa haram hukumnya.

Bagaimana sebaiknya kita meredam marah kita? Agama (Islam) mengajarkan beberapa tindakan yang harus atau sebaiknya kita lakukan. Jika seseorang marah dan seolah tidak bisa meredam amarahnya, maka tip berikut silakan dilakukan. Ini dikutip dari beberapa sumber dan penjelasan para ahlinya.

1) Berwudhuk; maksudnya kita mennyucikan diri. Bukan sekadar membersihkan. Dengan berwudhuk seseorang boleh memegang kitab suci (alquran) atau mau solat. Kalau sekadar bersih, belum bisa.
2) Istighfar; maksudnya segera arahkan pikiran dan perasaan kepada Yang Maha Kuasa. Emosi dilepaskan. Marah dilepaskan. Minta ampun atas kekeliruan.
3) Berzikir; ucapkan kalimat-kalimat thoyibah memuji Allah. Ingatkan diri kita adalah makhluk amat kecil berbanding yang menciptakan kita, Allah.
4) Sholat; mendirikan solat adalah pengakuan atas kepatuhan kita kepada-Nya. Segala perintah dilaksanakan, segala larangan ditinggalkan. Dengan solat, ingatan kita akan full hanya kepada-Nya. Insyaallah amarah akan hilang atau berkurang.

Dan masih ada beberapa tindakan yang juga dapat meredam marah kita, sebagaimana banyak disampaikan oleh ustaz-ustaz dan para guru kita. Misalnya, jika masih juga marah, cobalah ambil posisi lebih rendah dari pada sebelumnya. Misalnya duduk. Jika belum mempan, marahnya masih meledak-ledak, cobalah diam tanpa mengoceh lagi. Masih juga? Kita berdoa, meminta kepada-Nya agar kita tidak marah lagi. Berdoa dengan sepenuh hati dan perasaan. Bayangkan, ke siapa kita meminta dan bagaimana etika memintanya. Insyaallah strategi terakhir ini akan meredam marah kita. Semoga.***

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar