12 Mei 2020

Ramadhan Bersama Corona Mengukur Kesabaran Kita



Oleh M. Rasyid Nur, Pendidik di Karimun

KARENA Ramadhan 1441 H ini bertepatan dengan merebaknya wabah corona, maka Ramadhan tahun (2020) ini tentu saja dapat disebut sebagai Ramadhan yang istimewa. Istimewa bukan karena kita bangga adanya corona. Hanya, dengan wabah corona yang tengah melanda daerah dan sebagian kita maka puasa dan Ramadhan ini menjadi berbeda. Kita tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tapi juga membuktikan kesabaran yang berlipat ganda disebabkan corona.

Sesungguhnya puasa yang kita laksanakan sejak 24 April lalu, ini bersifat sangat pribadi, dan  puasa yang kita tunaikan ini memang saling diketahui hanya oleh dan diantara kita (yang berpuasa) dengan Allah saja. Itu pasti. Kecuali kita saling berbagi informasi ke kanan dan ke kiri. Hakikatnya yang akan saling tahu itu hanyalah kita pribadi dan Allah Yang Maha Tahu. Posisi inilah yang akan menguji kejujuran kita.

Sebutlah sebuah pertanyaan, “Untuk menguji kejujuran kita, apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak pada suatu siang ini?” Hanya kita dan Sang Maha Tahu itulah yang tahu. Selainnya hakikatnya tak tahu karena bisa saja tertipu. Dan pada tataran ini tingkat kejujuran akan menjadi takarannya.

Sesungguhnya tingkat dan kualitas kejujuran akan diuji betul di sini. Sejatinya orang berpuasa memang orang yang jujur. Tidak ada puasa bagi orang yang tidak memelihara kejujurannya. Bagaimana seseorang akan mampu berpuasa jika dia tidak jujur menyatakan bahwa dia benar-benar berpuasa atau tidak.

Bayangkan, orang puasa adalah orang yang tak boleh makan dan minum dan yang sejenis yang dapat membatalkan puasa. Tapi seseorang berkesempatan untuk makan dan minum karena bisa dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Itu bisa saja karena kecenderungan ingin makan atau minum selalu ada ketika perut sedang lapar atau lagi haus. Jadi, intinya orang berpuasa itu adalah orang yang tidak akan makan, tidak minum dan tidak pula melakukan tindakan lain (hubungan suami-isteri, menginjeksi diri pada batas yang dilarang, dll) yang dapat membatalkan puasa sesuai ketentuan fiqih, walaupun tidak orang yang tahu.

Makan dan minum yang akan mengatasi rasa lapar dan haus, terkadang tidak mudah menahannya ketika berpuasa. Dan jika tidak mampu menahannya, mungkin saja seseorang yang sedang berpuasa akan memakan dan atau meminum sesuatu yang meringankan rasa lapar atau hausnya. Dan itu dapat dilakukan di tempat-tempat yang orang lain tidak tahu. Bersembunyi.

Ketika seseorang makan dan minum di tempat yang tersembunyi (rahasia) maka otomatis orang lain tidak akan tahu bahwa orang itu sudah membatalkan puasanya atau belum. Sudah pasti tidak akan mudah mengetahui perbedaan orang yang baru saja makan atau minum dengan orang yang sebaliknya. Dari wajah dan gaya kesehariannya bisa saja sama antara dia berpuasa dengan ketika puasanya sudah dibatalkan.

Itulah maksudnya, betapa rahasianya puasa di mata orang lain selain Allah. Hanya Allah saja yang tahu bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak pada hari itu. Sementara orang lain --adik-kakak, isteri-suami, ayah-emak, atau siapa saja-- tidak akan tahu apa yang sesungguhnya kita lakukan. Maka akan terujilah kejujuran sejati dalam diri orang yang berpuasa itu. Itu berat.

Sampai di situ, kler bahwa puasa akan mengukur kejujuran dan ketaatan kita kepada Allah. Tapi istimewanya puasa pada Ramadhan ini adalah bahwa setiap kita harus menambah kekuatan pertahanan iman kita dengan kesabaran. Sabar yang dituntut sekarang ini tidak semata karena lapar dan haus yang wajib ditahan. Tapi jauh dari itu, kesabaran kita pada Ramadhan tahun ini karena adanya wabah corona yang mengganggu perasaan dan pikiran kita.

Demi pengelolaan corona (covid-19), ini begitu banyak kebijakan yang harus kita ketahui dan patuhi. Inilah pertama dalam sejarah Ramadhan di negeri kita bahwa kita tidak dianjurkan –bahkan dilarang—untuk solat tarawih berjamaah ke masjid atau musolla. Selain berjamaah untuk solat Jumat, melaksanakan tarawih tidak sebagaimana biasanya, bukanlah sesuatu yang dengan mudah dapat kita terima. Kita hanya boleh berjamaah dalam keluarga inti kita. Tidakkah itu sebuah tekanan yang maha berat bagi kita yang sudah biasa ke masjid atau musolla?

Keberadaan corona pastinya memang tidak akan bisa dikesampingkan. Sejauh mana kita berpuasa di Ramadhan ini kaitannya dengan corona yang mewabah? Bukankah corona ini telah mengambil banyak perhatian kita dalam kehidupan sehari-hari kita? Di sinilah inti kesabaran kita akan diuji. Terjadinya silang pendapat antara pemegang kebijakan (Pemerintah) dengan sebagian masyarakat yang tidak dapat menerima kebijakan tarawih di rumah saja adalah salah satu contoh betapa kesabaran kita sedang diuji serius. Sabarkah kita?

Padahal kecendrungan untuk lebih banyak berbuat baik (ibadah) berbanding di luar puasa yang selama ini juga kita terapkan, tidak ingin juga ini hilang atau berkurang gara-gara corona.  Kita ingin tetap berbagai kebajikan yang diamalkan berbarengan Ramadhan, itu tidak terhenti oleh corona. Bersedekah, infaq, membantu fakir-miskin dan dhuafa lainnya, justeru di saat seperti inilah yang paling tepat dilaksanakan. Kesabaran dan keikhlasan yang akan memutuskan.

Semoga iman, kejujuran dan kesabaran kita tetap terpelihara pada Ramadhan di musim corona ini. Kita pertahankan peran puasa sebagai pembimbing pertahanan iman, kejujuran, kesabaran, keikhlasan dan semangat berbuat kebajikan. Insyaallah.***
Sudah dipublish di: www.riaupotenza.com
 

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar