6 Jul 2020

Kuras Airnya, Tangkap Ikannya (Catatan Goro Keluarga)



JUMAT (03/07/2020) itu awal mulanya. Saya melihat seekor ikan nila mengambang mati. Mungkin airnya sudah kotor lagi. Besoknya dua ekor lagi. Saya berpikir, ini masalah. Tidak boleh dibiarkan lama. Akhirnya dikuras airnya. Niatnya membersihkan. Setelah satu-dua hari belakangan, kami membicarakan beberapa ekor ikan yang mengambang di kolam belakang rumah,itu kami ingin menguras air kolam itu. Sudah empat ekor yang mati dalam tiga hari. Sementara ini kami hanya menduga-duga mengapa dia mati. “Mmungkin ikannya keracunan. Atau boleh jadi karena kelebihan kapasitas.” Saya dan isteri menduga begitu saat kami membicarakannya.

Ikan nila di kolam belakang rumah itu memang termasuk cepat beranak-pinaknya. Dan jika sudah terlalu banyak, kami biasanya menguras airnya untuk dibersihkan dengan mengganti airnya. Lalu sebagian yang agak besar akan kami asingkan (tidak dimasukkan lagi) untuk dimasak sebagai lauk, tentunya. Dengan begitu ikannya tidak terlalu bersempitan di dalam kolam berukuran setengah meter (lebar) dan panjang tiga meter dengan kedalaman kurang dari satu meter itu.

Kolamnya sendiri sungguhnya bukanlah kolam ikan yang disengaja dibuat untuk kolam ideal. Dulu, kolam, itu hanyalah parit (longkang) yang terletak menyusuri pagar di belakang rumah kami. Karena di sebelahnya ada lobang septitank yang tidak jadi dipakai untuk pembuangan kotoran itu, dan justeru menjadi bak ikan, akhirnya parit di sampingnya itu diisi air juga. Jadilah kolam ikan untuk jenis ikan nila itu sedangkan yang satunya dipakai untuk jenis ikan lainnya. Sudah beberapa kali kami menguras kedua kolam itu sejak dibuat dan diisi ikan belasan tahun yang lalu.

Ahad (05/07/2020) kemarin kami serumah melaksanakan Goro (Gotong Royong) Keluarga menguras bak ikan itu. Judul Goro itu yang paling tepat tentu saja Kuras Airnya, Tangkap Ikannya. Menguras air kolamnya adalah untuk membersihkan. Sedangkan menangkap ikannya tentu saja untuk dimasak buat makan siangnya. Sekeluarga kami merapat ke kolam. Tentu saja isteri saya tidak ikut menimba dan mengangkat air kolam itu. Dia cukup menonton memberi semangat saya dan dua anak saya, Ery dan Opy. Bahkan dia sambil menggendong cucu melihat kami bekerja, berbasah-basah. Heh, asyik juga.

Puluhan bahkan mungkin ratusan ember seukuran lima liter air bergantian diangkat oleh Ery dan Opy dari kolam. Saya sendiri ikut membantu dengan ember lain yang lebih kecil. Sangat berat menimba air kolam dengan cara manual begitu. Tapi harus tetap dilakukan. Air kolam yang lebih tepat disebut bak, itu harus dikuras habis. Ikan-ikan yang bergeleparan menjelang air kian sedikit ditangkap menggunakan tangguk berjaring benang nilon. Setiap ikan yang ditangkap dimasukkan ke dalam ember-ember berisi air untuk membuatnya bertahan hidup. Tujuannya agar ikan-ikan yang lebih kecil bisa bertahan dulu sebelum nanti kembali di masukkan ke dalam kolam.

Sangat membahagiakan rasanya bersama anak-anak dan isteri di hari libur, di ujung pekan itu. Butuh waktu hampir tiga jam untuk menguras air dari kedua bak, eeh kolam ikan itu. Si Ery saya lihat begitu bersemangat di bagian dalam kolam. Sedangkan Opy menyambut ember yang sudah diisi abangnya untuk dibuang airnya. Sekali lagi, sangat membanggakan menyaksikan keduanya bekerja menguras air kolam itu.

Setelah airnya hampir terkuras semuanya, ikan-ikan yang berukuran besar pun sudah dipisahkan, akhirnya ikan-ikan lainnya kembali dimasukkan ke dalam kolam. Beberapa ekor ikan patin, kami berikan secara gratis ke beberapa tetangga di sekitar rumah kami. Semoga mereka senang menerima ikan yang hampir berbobot dua kg per ekor itu. Saya dan isteri tentu saja sangat bangga dapat berbagi hasil kolam itu dengan tetangga yang ada.

Untuk ikan nila kami menangkap (memisahkan) hampir dua kg atau 10-an ekor. Ikan nila memang lebih kecil ukurannya. Sedangkan untuk kolam satunya, kami menangkap empat ekor ikan patin dari 10-an ekor patin yang masih ada di dalam kolam. Diambil yang besar, yang beratnya seukuran dua kg per ekor. Tidak disangka kalau ikan itu sudah begitu besarnya setelah di sana cukup lama. Saat pertama memasukkannya, dulu ukuran ikan patin itu masih sebesar telunjuk jari orang dewasa. Kini, sungguh besar. Alhamdulillah, untuk lauk makan siang kami sudah tidak harus ke pasar lagi.***

Juga di: https://mrasyidnur.gurusiana.id/article/2020/7/kuras-airnya-tangkap

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar