12 Agu 2020

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke- 3)


Oleh Khairul Amri
bermastautin di Pekanbaru


BERLANJUT cerita tentang KEMANDIRIAN. Setiap hari. Ya, setiap hari ke sekolah. Saya berangkat ke sekolah di MTs Tanjungbatu (ketika itu masih filial Tanjung Pinang, sekarang: MTsN Tanjungbatu), sendiri. Memang jarak dari rumah kami di Tanjungsari ke sekolah tidak begitu jauh. Paling sekitar 2-3 kilometer. Setiap hari, saya jalani sendiri.

Jangan dibayangkan seperti anak-anak sekarang. Ke sekolah pagi-pagi diantar. Atau seumuran itu, sekarang malah sudah ada yang dibelikan sepeda motor. Hmmm. No way.

Saya, pun ada juga kendaraan. Tapi, sepeda tak pakai motor, hehehe. Paman baik dan iba juga sama saya. Dia belikan saya sepeda 'balap'. Ya, sepeda balap, yang mirip dan biasa dipakai para pembalap itu. Cuma saja sepeda ini dibeli second alias tidak baru lagi. Warnanya pun keren. Silver metalik. Stang sepeda ini bukan lurus, tapi melengkung ke bawah. Ya, persislah seperti sepeda balap.

Nah, setiap hari sepeda balap inilah yang setia saya dayung dari rumah menuju sekolah. Seumuran itu, 12 tahun, biasa anak-anak sekarang diantar ke sekolah. Tapi saya mandiri saja: dayung sepeda sendiri ke sekolah. Bisa jadi lebih sehat, hehehe.

Asyiknya, anak-anak MTs Tanjungbatu waktu itu, rata-rata memang naik sepeda sendiri ke sekolah. Ada yang rumahnya di parit-parit sana. Ada dua nama parit/tempat yang saya ingat: Parit Seratus dan Parit Tegak. Itu nama tempat, semacam kampung, begitu. Ada lagi Sungai Sebesi dan Sungai Ungar. Bahkan ada yang tinggal di Batu Dua, pun ada di Batu Empat. 

Saya baru tahu penamaan tempat seperti ini, ya di sini. Rupanya, kalau Batu Dua, itu berarti tempat tersebut jaraknya sekitar dua kilometer dari pusat kota. Kalau Batu Empat, ya berarti empat kilo meter. Begitulah seterusnya. Umumnya teman-teman MTs saya ini lebih senang naik sepeda, daripada diantar orang tua mereka.

Teringat pula saya soal nama tempat tadi. Terus terang awalnya saya penasaran dengan nama-nama itu. Nama Parit Seratus, membawa saya menerawang: jangan-jangan parit di sana memang ada seratus. Begitu pun Parit Tegak. Di mana ada parit yang posisinya tegak? Hmmmm. Saya makin penasaran. Ada lagi, Sungai Sebesi. Apa banyak tukang besi di sana? hehehe.

Ketika ada waktu main, sesekali saya dan teman-teman saling berkunjung. Ketika itulah rasa penasaran saya terjawab. Rupanya Parit Seratus, Parit Tegak dan Sungai Sebesi itu, cuma penamaan tempat saja. Setelah dicek ke sana, saya tak berjumpa dengan parit dan sungai macam gitu. Memang banyak parit di Tanjungbatu. Tapi bayangan saya, seperti penerawangan ketika itu, tak lah macam gitu adanya. Maklumlah, saya kan anak darat (Riau daratan). Nama tempat dan suasana seperti di Tanjungbatu tentulah menjadi hal baru dalam keseharian.

Tanjungbatu... Saya Rindu. Rindu masa-masa itu. Mendayung sepeda sendiri ke sekolah bersama teman-teman seumur. Rindu masa-masa penuh semangat ke sekolah, tanpa ada hiruk pikuk suara kendaraan.

Tanjunbatu... Saya Rindu. Seperti apa senangnya diajak teman-teman bermain di parit2 dekat rumah mereka. Masih tercium bau parit dan tanah gundukan hitam di sepanjang parit-parit itu. Hmmm... Waktu terus berjalan. Masa terus berputar. Apa mungkin masa-masa indah itu terulang? Tanjungbatu... Saya Rindu masa-masa itu. **

Pekanbaru, 11082020
Selasa pagi dari teras sampai @meja makan 😂


SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar