19 Sep 2020

Catatan Webinar XI Media Guru Indonesia (Bag. 5)


WEBINAR Media Guru Indonesia (MGI) adalah webinar yang selalu ditunggu warga MGI. Webinar XI yang dilaksanakan pada hari Ahad (13/09/2020) kemarin, itu misalnya selain diikuti langsung oleh 123 orang di ruang zoom juga ada ratusan bahkan ribuan orang lainnya melalui live streming chanel YouTobe MediaGuru. Adalah webinar penting yang dilaksanakan oleh Media Guru seperti webinar-webinar sebelumnya. Sekali lagi, 10 webinar sebelumnya adalah webinar terpenting bagi kita semua, keluarga besar MGI sebagaimana pentingnya webinar XI ini. Dengan temanya yang selalu berbeda-beda setiap kali ada webinar membuat setiap webinar Media Guru menjadi begitu penting.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa webinar kali ini adalah webinar yang disejalankan dengan lounching buku baru Media Guru berjudul Pejuang Liaterasi. Itu, kita sudah sama-sama tahu juga. Buku antologi dari 123 orang penulis yang dihasilkan bersempena peringatan HUT RI, itu berisi artikel-artikel yang secara khusus membahas perjuangan literasi. Itulah sebabnya judulnya juga berbau perjuangan.

Yang menarik adalah bahwa pada webinar ini, selain kesempatan menyerap ilmu dan informasi penting dari Pak CEO, Muhammad Ihsan --meskipun sekilas—lalu dari Mas Eko, Pimpinan Redaksi Media Guru dan beberapa pejuang literasi lainnya seperti Bu Wiwik (host) dan Bu Sri Subekti (moderator), juga yang utama itu adalah tampilnya empat orang nara sumber yang masing-masing memberikan pencerahan yang begitu penting bagi kita. Tiga orang sudah diulas di halaman ini sebelumnya.

Catatan --kelima-- ini akan menampilkan satu orang lagi dari empat orang narasumber yang tampil itu. Pastinya ini juga sebagai pemotovasi kita dalam memperjuangkan literasi di Negeri kita ini. Kita tahu, keempat nara sumber ini tampil begitu memukau dengan kreasi literasi mereka masing-masing.

Pada tulisan ini saya membuat catatan dari nara sumber hebat yang tampil keempat dari empat orang nara sumber yang ada. Tapi dia adalah orang kedua atau terakhir dari sesi kedua. Siapa dia? Dia adalah Abdurrauf Shaleng, seorang pengawas TK-SD di Kabupaten Shopeng, Sulawesi Selatan. Dia menyampaikan paparannya dengan judul  Sarskodes Strategi Membumikan Literasi. Judulnya saja sudah membuah rasa ingin tahu, khususnya makna ‘sarskodes’ itu apa? Inilah kepanjangannya, Sapu Rata Sekolah Kota dan Sekolah Desa. Makasudnya dalam pembinaannya dia tidak ingin hanya sekolah tertentu –biasanya sekolah di kota—saja yang dibina. Sebagai pengawas sekolah dia ingin semua sekolah itu mendapatkan pembinaan.

Latar belakang pemikiran ini menurut Pak Rauf adalah adanya beberapa permasalahan yang harus diatasi. Setidak-tidaknya Pak Rauf mengemukakan tiga permasalahan sebagai sesuatu yang mendasar untuk pemikiran ini. Ketiga permasalahan itu adalah, 1) Topografi Sekolah; 2) Minat Baca Warga Sekolah yang Rendah; dan 3) Perpustakaan Kurang Difungsikan.  Jadi, jarak dan keadaan sekolah yang jauh membuat pembinaan itu menajdi susah. Hal lainnya, perpustakaan

Ada beberapa langkah dan strategi yang ditempuh Pak Rauf yakni dimulai dari komitmen ke sekolah binaannya. Lalu melangkah ke tim literasi sekolah, sarana prasarana, lalu dibuat jadwal dan target. Terakhir dibuatnya lomba untuk apresiasi dari kegiatannya. Jelasnya begini, pengawas wajib memiliki komitmen awal. Komitmen awal akan membuat rencana akan berhasil.

Lalu dibentuk tim literasi sekolah. Tim ini harus ditetapkan oleh Kepala Sekolah, tentunya. Lalu ada sarana prsarana seperti buku-buku, dll. Dengan adanya jadwal akan dengan mudah memonitor kapan kegiatan literasi akan dilekasanakan. Dari sini akan mudah menetapkan target yang nanatinya akan berlanjut ke rencana apresiasi. Itulah perlunya ada lomba-lomba berkaitan dengan literasi.

Bukan tanpa tantangan, tentunya. Tantangan itu adalah covid-19 ini serta kendala lainnya. Maka perlu, kata Pak Rauf diadakan pendampingan. Ini penting. Pengawas wajib memberikan pendampingan ini kepada sekolah binaan agar kegiatan dapat berjalan maksimal. Selanjutnya dimonitor. Artinya wajib pula ada monitoring.

Hasil Sarskodes ala Pak Rauf adalah, 1) Saran abaca menjadi merata di sekolah binaan; 2) Buku-buku perpusatakaan lebih dimanfaatkan oleh warga sekolah; 3) Peningkatan budaya baca di sekolah binaan; 4) Bertambah jumlah dan variasi bahan bacaan di sekolah binaan; 5) Adanya siswa yang menjadi juara bercerita di tingkat kabupaten. Data ini sebagaimana ditampilkan Pak Rauf melalui slidenya.

Dengan kreasi literasi Sarskodes ala Pak Rauf ini terbukti meningkatnya kegiatan literasi di sekolah-sekolah. Tidak ada lagi dikotomi sekolah kota dengan sekolah desa. Program ini membuat pemerataan yang baik antara semua sekolah, khususnya dalam mengembangan dan pembinaan literasi. Selamat, Pak Abdurrauf. Selamat untuk semua pengawas yang sekaligus ini adalah tantangan juga bagi pengawas di tempat lain. Terima kasih, Pak Rauf.***




SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar