7 Jul 2022

Satu Malam di Pulau Buru


TEPAT pukul 09.00 WIB KM (Kapal Motor) Buru Indah trayek Tanjungbalai Karimun - Moro meninggalkan Pelabuhan Domestik Tanjungbalai Karimun. Kapal ini akan singgah di beberapa pulau sebelum sampai di Moro. Termasuk singgah di Pulau Buru. Saya dan isteri serta beberapa orang keluarga lainnya ikut naik kapal ini bersama sekian puluh penumpang lain. Kelihatannya penumpang tidak terlalu ramai. Dengan begitu empat orang anak-anak yang masuk rombongan kami tidak harus berdiri walaupun tidak membeli ticket. Anak-anak di bawah 12 tahun masih diperbolehkan naik tanpa ticket.

Bergerak pelan dan berangsur kencang KM Buru Indah mengharungi laut Karimun arah Buru. Buru adalah nama kota dari Kecamatan Buru yang kebetulan juga berada di Pulau Buru, Kabupaten Karimun. Ini bukan Buru yang ada di Kepulauan Maluku yang lebih dikenal sebagai pulau tempat 'pembuangan' itu. Pulau Buru di Karimun adalah pulau dengan banyak catatan sejarah. Termasuk salah satunya masjid tertua di Indonesia yang sudah menjadi cagar budaya. Kami berlibur ke sini, salah satunya ingin melihat kembali masjid tertua ini.

Tepat pukul 09.55 kapal kami sampai dan merapat di Pelabuhan Buru. Pelabuhan yang sederhana untuk ukuran kecamatan yang lalu-lintas orangnya cukup tinggi antar pulau yang menggunakan pelabuhan ini. Kami melanjutkan perjalanan dengan naik ojek, sepeda motor yang oleh pemiliknya dipergunakan untuk mengangkut orang ke tujuan yang diinginkan. Kami meneruskan ke Tanjung Ambat, tempat yang memang sudah kami rencanakan dari rumah. Kami ingin berlibur di Kota Buru di Pulau Buru dan menginap di Tanjung Ambat. Sering juga nama Buru ini diplesetkan menjadi Burunai (Brunai), negara yang kaya-raya itu. Dengan ongkos ojek 10 ribu rupiah setiap motornya kami menggunakan lima motor untuk delapan orang rombongan kami.
 
Di Tanjung Ambat ada home stay untuk menginap. Kami menyewa salah satu rumah dengan dua kamar. Di dalamnya ada dua tempat tidur kapasitas dua orang. Saya bersama isteri di salah satunya sementara Ibu mertua dengan Yanti, isteri Emi, adik dari isteri saya. Kami mendapat informasi bahwa di sini ada sebanyak 15 kamar ukuran kecil (satu tempat tidur, bisa berdua) 2 kamar besar yang masing-masing bisa dengan dua kamar tidur dan ada ruang tamu. Kami memilih rumah dengan kamar besar karena kami berjunlah 8 orang, empat dewasa 4 anak-anak. 

Sebagai informasi, sewa kamar kecil adalah Rp 200 ribu tanpa ekstra bed. Kalau dengan ekstra bad harus menambah Rp 50 ribu lagi. Sedangkan untuk kamar besar sewanya Rp 500 ribu per malamnya. Dengan tambahan 2 ekstra bed kami hanya mengeluarkan sewa kamar sebesar Rp 600 ribu. Dan kami menyewa hanya untuk satu malam. Ya, hanya satu malam. Saya teringat lagu 'satu malam di Malaysia' tapi kami menikmati liburan ini dengan 'satu malam di Buru'. Tidak di Malaysia.

Sejak sampai di lokasi Tanjung Ambat siang Rabu (06/07/2022) itu kami hanya menikmati suasana pantai dengan airnya belum pasang. Kata masyarakat di situ, air akan naik pada sekitar pukul 15.00 (sore). Anak dan cucu yang ikut rombongan kami sebenarnya sudah ingin mandi-mandi di pantai dengan pasir putih itu. Mereka harus sabar menunggu air pasang, sebentar lagi. Hingga sore kami tidak kemana-mana. Setelah makan siang di Kafe Daniel Tanjung Ambat kami istirahat dan anak-anak justeru turun ke bibir pantai. Mereka akhirnya mandi.

Acara malam kami juga hanya menikmati suasana malam dengan aneka cahaya lampu yang dipasang di sekitaran Tanjung Ambat. Di halaman dan di sekitar rumah-rumah (home stay) ini dipenuhi cahaya lampu. Makan malam kami juga di kafe ini. Sebagian kami mengisi waktu menyaksikan televisi di kamar sementara saya ikut nimbrung nonton bareng, pertandingan sepakbola antara Indonesia melawan Thailand yang disiarkan langsung (live). 

Pagi Kamis (07/07/2022) kami mengisi waktu dengan berkeliling Pulau Buru. Secara khusus kami mengunjungi beberapa lokasi bersejarah yang ada di Pulau Buru seperti Makam Moyang Seraga dan Badang Perkasa. Kedua cagar budaya ini kami kunjungi dengan naik tossa (semacam ojek roda tiga) yang bisa mengangkut kami semua sekaligus. Kurang lebih satu jam diperlukan untuk menempuh jalan ke kedua situs itu. Sepertinya jalan-jalan ke arah situ belum menjadi perhatian Pemerintah untuk dibangun. Namun kami tetap bisa sampai ke lokasi itu. Tidak sejenak kami mengunjungi Masjid tertua itu. Itulah kenangan terbaik yang kami dapatkan berlibur satu malam di Buru.***

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar