11 Agu 2022

Penting untuk Tetap Membaca agar Merugi Tidak Menimpa


KECENDERUNGAN orang, khususnya anak-didik kita di sekolah untuk lebih suka mendengar berbanding membaca sudah diketahui bersama. Orang lebih suka mendengar saja dari pada membaca untuk mengetahui sesuatu, misalnya.  begitulah adanya. Hasil penelitian para pakar juga menyimpulkan begitu. Secara umum bangsa kita adalah bangsa yang lebih suka mendengar atau menyimak dari pada membaca atau meneliti untuk mendapatkan informasi.

Seperti dilansir beberapa media, dikatakan kalau bangsa kita memang lebih suka mendengar dari pada membaca. Mari coba kita ambil beberapa diantara informasi itu. Simak, misalnya tulisan berjudul 'Orang Indonesia Lebih Suka Mendengar dan Ngobrol daripada Membaca' (republika.id, 2015) atau tulisan lainnya, 'Masyarakat Lebih Suka Nonton daripada Baca Buku, Apa Sebabnya' (jurnalkampus.ulm.ac.id, 2021), menunjukkan kepada kecenderuangan orang kita untuk lebih suka mendengar dari pada membaca.

Jika pernyataan itu ingin dibuktikan sendiri, coba saja ditanya kelompok kita. Katakanlah kita mempunyai kelompok atau grup, misalnya. Jika disuruh memilih, lebih suka yang mana, 1) sebuah informasi dibacakan; atau 2) sebuah informasi dibaca sendiri-sendiri. Jawabannya sudah dapat diduga, orang ramai yang kita tanya akan menjawab, bacakan saja. Apapun alasannya. Kalau ada yang ingin membaca sendiri, dpaat juga diduga jumlahnya tidak akan lebih banyak dari pada yang ingin dibacakan saja.

Kalau begitu masihkah perlu membaca? Masihkah perlu diajarkan membaca? Justeru perlu. Kita harus tetap membaca. Harus tetap belajar membaca. Harus tetap diajarkan membaca. Apapun caranya. Jika kita bukan guru yang bisa mengajarkan membaca, maka kita akan meminta bantu kepada guru untuk anak-anak kita yang belum bisa membaca. Jika kita adalah guru, boleh jadi kita akan mengajarkan membaca kepada anak-anak kita selain mengajar anak-anak orang lain yang menjadi siswa kita.

Memang tidak ringan menjadi guru. Tidak mudah menjadi guru. Apalagi jika dikaitkan dengan tanggung jawab guru untuk membudayakan kebiasaan membaca. Ini sangatlah berat. Mengapa? Karena membudayakan membaca kepada orang lain otomatis akan berimplikasi kepada kebiasaan guru itu sendiri terkait membaca. Apakah kita sebagai guru sudah memiliki budaya baca yang mumpuni?  Atau masih belum? Inilah masalahnya.

Kita tahu betul bahwa membina minta baca itu memang tidak ringan. Memahaminya saja tidak mudah. Dalam buku Pedoman Pembinaan Minat Baca Perpustakaan Nasional RI tahun 2002, misalnya dijelaskan, bahwa pembinaan minat baca itu adalah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan minat dan kebiasaan membaca masyarakat dengan cara memperbanyak dan menyebarluaskan secara merata jenis-jenis koleksi yang dipandang dapat meningkatkan minat baca. Cukup rumit. Memahaminya saja lumayan berkedut kening. Untuk melaksanakannya perlu kerja keras dan strategi, tentunya.

Kebiasaan kita yang selalu kita praktikkan di sekolah, antara lain, di satu sisi, di sekolah dibiasakan membaca setiap pagi (sebelum mulai pelajaran) atau dalam pelajaran tertentu di luar pelajaran Bahasa dan Sastra. Dalam kegiatan Pembinaan Akhlak, misalnya yang dilaksanakan 5-10 menit setiap pagi, bisa diisi dengan pembinaan membaca sekaligus. Bisa juga dalam kegiatan lainnya. Dan sisi lain perpusatakaan hendaklah selalu pula memperbaharui koleksi buku-buku yang ada di perpusatakaan. Apapun caranya. Apakah dengan menganggarkannya dalam RKAS sekolah untuk membeli buku-buku baru, atau bisa juga dengan membuka kesempatan guru atau siswa menyumbangkan buku-buku baru. Apa saja bisa.

Kesepakatan kita adalah bahwa membaca itu memang penting. Tidak boleh ada alasan untuk membuat kita tidak mau membaca. Seribu-satu cara dapat dilakukan dalam ikhtiar agar kita membaca. Satu pesan guru-guru kita adalah, jangan sampai waktu berjalan percuma karena itu dapat merugikan kita. Jangan sampai merugi menimpa kita kaena akan membuat diri celaka. Nauzubillah.***

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar