Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

26 Agu 2021

Menjadikan Guru Sebagai Keluarga Besar Keluarga Literasi

Menjadikan Guru Sebagai Keluarga Besar Keluarga Literasi


JIKA dihitung jumlah guru di Indonesia ada sebanyak 4.107.465. Itu gabungan guru yang berada di bawah Kemdikbud dan Kemenag, baik PNS maupun honorer. (http://bangimam-berbagi.blogspot.com/). Sementara angka lain, 4.189.121 orang per Desember 2019, ini menurut data BPS.  Dua data itu tidak terlalu jauh selisihnya. Angka pastinya tentu saja tidak mudah karena perubahan itu bisa lebih cepat dari pada yang diperkirakan. 

Membaca data, itu ternyata jumlah guru lebih banyak dari pada jumlah pegawai instansi lainnya. Dari 4,3 juta PNS (ASN) guru berjumlah hampir 3 juta orang. Pesisnya ada sebanyak 2.920.672 orang guru (Data Semester Genap 2019/ 2020). Itu data 11 Mei 2020 untuk semua satuan pendidikan.
Setiap daerah, per provinsi, misalnya tentu saja angkanya berbeda-beda. Kalau melihat data di Kepri 29 ribu, Karimun 4 ribu  maka dapat dibayangkan betapa banyaknya PNS, khususnya guru.

Tulisan ini tidak bermaksud membahas jumlah PNS aatau jumlah guru secara angka-angka. Saya ingin mengajak kita melihat jumlah guru yang begitu besar dikaitkan dengan usaha meningkatkan melek literasi bangsa, khususnya di daerah kita. Dan lebih terkhusus literasi dalam keluarga. Mengapa guru dan keluarga? Karena guru, itu di satu sisi adalah sebuah bagian dari keluarga dan di sisi lain sebagai guru dia juga mempunyai massa, yaitu siswa dan teman-teman guru itu sendiri.

Dengan jumlah guru yang begitu banyak jika semuanya adalah praktisi literasi bayangkan betapa besar pengaruhnya kepada literasi itu sendiri. Dari sisi guru, keluarga guru dan siswa-siswi guru tentu saja akan terpengaruh langsung. Dari sisi siswa (peserta didik) sendiri sudah pasti akan terbawa arus secara langsung. Dan jangan lupa, masyarakat di sekitar guru juga akan saling mempengaruhi.

Oleh karena itu, usaha meningkatkan dan mengembangkan literasi bangsa mulailah dengan literasi keluarga. Lalu menjadikan guru sebagai keluarga besar literasi dalam keluarga besar guru di Tanah Air. Andai saja keluarga besar literasi itu adalah keluarga besar ASN, sungguh lebih dahsyat lagi jumlah literat bangsa kita. Saat itu, tidak mungkin tingkat literasi bangsa tetap saja di bawah bangsa-bangsa lainnya. Semoga tercapai suatu saat nanti.***

14 Agu 2021

Catatan Singkat Mengenang Lahirnya Gerakan Pramuka

Catatan Singkat Mengenang Lahirnya Gerakan Pramuka


GERAKAN pramuka atau dulunya dikenal sebagai Gerakan Kepanduan setiap tahun selalu diperingati. Kita, bangsa Indonesia memperingatinya setiap tanggal 14 Agustus seperti hari ini. Seperti sudah kita tahu gerakan seperti ini juga terdapat di berbagai negara di dunia dan tentu saja memiliki sejarah panjangnya masing-masing. 

Untuk sebutan gerakan pramuka Internasional dikenal  istilah scouting atau scout movement. Sebagaimana kita sudah ketahui dan dapat pula dibaca diberbagai sumber bahwa gerakan ini dicetuskan oleh Robert Baden-Powell, seorang anggota Angkatan Darat Inggris. Mengutip kabar24.bisnis.com  disebutkan bahwa antara tahun 1906-1907, ia menulis buku Scouting for Boys. Buku ini pada intinya merupakan panduan bagi remaja untuk melatih keterampilan dan ketangkasan, cara bertahan hidup, hingga pengembangan dasar-dasar moral.

Cikal-bakal gerakan pramukan yang dicetuskan Robert Baden-Powell inilah kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menjadi gerakan kepanduan. Di Indonesia sendiri sebagaimana sudah sama-sama kita maklumi disebut dengan Gerakan Pramuka. Sekadar informasi kita kembali, hari lahir Robert Baden-Powell --22 Februari-- disepakati dunia untuk diperingati sebagai Hari Pramuka Internasional. Baden Powell lahir di London pada 22 Februari 1857.


Masih menurut kabar 24.bisnis.com bahwa anggota kepanduan di seluruh dunia lebih dari 50 juta orang yang tersebar di 200-an negara dunia. Indonesia mempunyai anggota pramuka terbesar di dunia ini. Anggota pramuka Indonesia sendiri saat ini berjumlah 25 juta orang di antara 54 juta anggota pramuka dunia. Itu menurut data yang disiarkan oleh situs rmolsulses.id  hari Sabtu (15/08/2020) setahun yang lalu. 

Sejarah Pramuka di Indonesia memang bermula dari Gerakan Kepanduan Indonesia yang sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Tahun 1916, Mangkunegara VII di Surakarta memprakarsai berdirinya Javaansche Padvinders Organisatie. Setelah itu, bermunculan gerakan-gerakan sejenis yang dikelola oleh organisasi-organisasi pergerakan, sebut saja Hizbul Wathan (Muhammadiyah), Nationale Padvinderij (Boedi Oetomo, Sarekat Islam Afdeling Padvinderij (Sarekat Islam), Nationale Islamietische Padvinderij (Jong Islamieten Bond), dan lain-lain. 

Menurut Panduan Museum Sumpah Pemuda (2009), Gerakan Kepanduan di tanah air yang berlingkup nasional dimulai pada 1923 dengan berdirinya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO) di Batavia, lalu dilebur menjadi Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) pada 1926.

Istilah Pramuka (Praja Muda Karana) resmi digunakan untuk menyebut Gerakan Kepanduan Nasional baru terjadi cukup lama setelah Indonesia merdeka. Tepatnya pada 14 Agustus 1961. Menurut beberapa sumber idenya bermula dari gagasan Presiden Sukarno yang ingin menyatukan seluruh gerakan Kepanduan di Indonesia. Akhirnya setiap tanggal 14 Agustus diperingati sebagai Hari Pramuka. 

Misi utama gerakan Pramuka adalah untuk mendidik pemuda dan pemudi Indonesia, dari usia anak-anak, demi meningkatkan rasa cinta tanah air dan bela negara. Istilah Pramuka dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX, terinspirasi dari kata Poromuko yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Namun, kata Pramuka diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti “Jiwa Muda yang Gemar Berkarya”.

Sultan HB IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pertama dan terpilih kembali sampai 4 periode selanjutnya hingga tahun 1974. Ia berjasa melambungkan Pramuka Indonesia hingga ke luar negeri. Maka, gelar Bapak Pramuka Indonesia kemudian disematkan kepada Raja Yogyakarta ini. Beberapa Ketua Kwarnas lainnya antara lain, Sarbini, Mashudi, Hemawan Sutanto, Rivai Harahap, Azrul Azwar, Adyaksa Dault dan saat ini adalah Budi Waseso.

Bersamaan hadirnya 14 Agustus hari ini, kembali kita ucapkan Selamat HUT Gerakan Pramuka ke-60 tahun 2021. Salam Pramuka, mari kita bertekad bahwa kedisiplinan, kepedulian, dan rasa tak gentar menghadapi rintangan yang merupakan jiwa dari Pramuka kiranya tetap kita jaga di jiwa dan tidanakan kita.

14 Jul 2021

Covid Membuat Sakit atau Kreatif

Covid Membuat Sakit atau Kreatif


SEBAGIAN orang menyebut era pandemi covid membuat orang semakin kreatif. Tadinya tidak bisa  mengoperasikan laptop, kini bisa karena wajib. Tadinya tidak bisa belajar sistem daring (online) kini harus bisa karena tidak boleh bersemuka. Tadinya belum familiar dengan video call, zoom meeting, dan banyak lagi kini justeru menajdi keseharian. 

Di sebelahnya ada pula yang menyatakan, covid menciptakan banyak penyakit. Multi penyakit. Covid sebagai virus yang membawa penyakit sesak nafas, hilang indra penciuman, sakit persendian, sakit kepala dan banyak sakit lainnya. Selain itu konon pula menciptakan penyakit yang bertali-temali dengan pikiran dan perasaan. Tersebab covid datang penyakit risau, takut, khawatir, pemarah dan entah apa lagi. 

Bagaimana dengan pendidikan kita? Apakah juga berpengaruh baik atau sebaliknya? Yang pasti, kebiasaan belajar tatap muka tidak mudah mengubahnya menjadi belajar jarak jauh. Kini justeru dikatakan, kita akan kehilangan anak-anak hebat karena guru tidak mampu membuatnya hebat. Kesimpulan ini juga datang dari yang memandang covid sebagai penyakit atau mendatangkan penyakit.

Sementara yang memandang covid biasa-biasa saja, justeru guru katanya kian kreatif. Doses juga dan guru besar juga sama. Para guru, konon tidak risau belajar dengan daring. Toh suara bisa didengar peserta didik dengan menggunakan video call atau zoom meeting. Menjelaskan materi pelajaran pun lebih mudah. Selain waktunya fleksibel juga bisa di tempat manapun. Wow benarkah?

Bincang-bincang dengan beberapa guru justeru kebanyakannya berharap segera covid berlalu agar belajar tatap muka segera dapat kembali dilaksanakan. "Sangat, sangat tidak efektif belajar daring dalam kondisi dan fasilitas saat ini," kata beberapa guru yang kebetulan ngobrol dengan saya. "Omong kosong jika guru dikatakan suka belajar daring, jika bermaksud mengajar dan mendidik dengan baik dan benar." Itu penegasan rekan-rekan guru yang semakin risau dengan lamanya covid di negeri ini.

Kalau menyimak harapan orang tua, juga setali tiga uang dengan harapan guru yang menginginkan segera anak-anak kita kembali ke bangku sekolah. Baik yang disampaikan langsung ke sekolah melalui komite sekolah atau menghubungi para guru, maupun yang terbaca di medsos, begitu banyaknya orang tua yang menginginkan anaknya kembali ke sekolah.Segera belajar tatap muka dilaksanakan.

Kalau begitu, sesungguhnya sebagian (besar) orang tua dan guru lebih menyukai proses pembelajaran itu dilaksanakan seperti dulu kembali. Seperti saat covid belum ada. Setelah dua tahun bersama pandemi covid ternyata lebih banyak kesulitannya dari pada kemudahannya. Jikapun ada sebagian (kecil) guru yang menganggap covid tidaklah menjadi masalah, itu juga fakta sebagian dari kita. Jadi, apakah covid membuat dan mendatangkan penyakit atau membuat kreatif sepenuhnya tergantung kepada masing-masing orang juga.***

22 Apr 2021

Hari Kartini Diperingati, Sudahkah Kita Melakukannya?

Hari Kartini Diperingati, Sudahkah Kita Melakukannya?


BARU saja kita memperingati Hari Kartini, Rabu (21/04/2021) kemarin. Hari Kartini kita peringati sebagai wujud mengenang jasa Ibu Kartini yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Dalam usianya yang singkat --meninggal dalam usia 25 tahun-- jasanya begitu besar khususnya dalam perjuangan emansipasi wanita.

Untuk mengabadikan jasa belyau itulah Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Sudah sama-sama kita baca dalam buku sejarah bahwa R. A. Kartini merupakan sosok wanita tangguh yang mendasari adanya emansipasi wanita di Indonesia. Kartini yang dari kecil merasa tidak bebas untuk menentukan pilihannya dan juga merasa diperlakukan berbeda dengan saudara maupun teman-teman prianya, serta merasa kurang adil dengan kebebasan teman-teman wanitanya yang berada di luar negeri khususnya dengan para wanita Belanda maka Kartini merasa dia harus berjuang untuk masalah itu.

Hal tersebut menumbuhkan keinginan dan tekad di dalam hatinya untuk menjadikan para wanita di Indonesia juga mempunyai persamaan derajat yang sama dengan laki-laki. Menurut pemikirannya setiap wanita juga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Dan untuk mewujudkan keinginannya itu, Kartini mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.

Di sekolah inilah diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Sekolah gratis yang didirikan oleh Kartini, itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di berbagai tempat lain, seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Perjuangan dan tekad Kartini untuk menyamakan derajat kaum wanita dengan kaum pria telah membuahkan hasil, yaitu dibuktikan dengan berkembangnya sekolah-sekolah untuk wanita.

Menjadi beban dan tanggung jawab sendiri bagi kita saat ini, tidak hanya wanita, bagi pria juga menajdi tanggung jawab bersama untuk terus berlanjutnya usaha perjuangan persamaan hak bagi semua orang. Dengan semuanya diperlakukan sama, maka semuanya akan merasa bertanggung jawab dalam memajukan bangsa dan Negara. Sudahkah kita melakukannya?***
Dari Berbagai Sumber  

31 Mar 2021

Positif Covid Muncul Lagi, Sekolah Tetap Dibuka

Positif Covid Muncul Lagi, Sekolah Tetap Dibuka


ITULAH judul salah satu berita di media online hari ini di daerah saya, Kabupaten Karimun. Tentu saja itu bukan berita gembira. Tidak diharapkan. Sama sekali tidak diinginkan. Namun informasi yang ditulis radioazam.id dan beberapa media lain, itu adalah fakta. Membuat gundah pastinya. "Kasus Positif Covid-19 Terbaru Jadi 7 Orang, Disdik Karimun Tetap Perbolehkan Sekolah Tatap Muka," begitu bunyi lengkapnya judul berita tersebut.

Berita baiknya, Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Karimun tetap masih memberikan izin kepada semua sekolah untuk belajar tatap muka di dalam kelas. Artinya, meski kasus positif covid-19 di Kabupaten Karimun masih ada dan malah belakangan bertambah dari semula beritanya dua orang, kini sudah tujuh orang, Pemda Kabupaten melalui Disdik belum mencabut izin belajar tatap muka. Kiranya tetap diizinkan dan pasien covid segera sembuh dan tidak bertambah.

Tentang izin belajar tatap muka dalam situasi terkini, itu dikatakan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun, Fajar Horison langsung. Katanya belum ada instruksi untuk menutup sekolah di wilayah Pulau Karimun, yang merupakan kawasan positif covid-19 saat ini. Maksudnya tentu perintah bupati.

“Kasus positif covid-19 yang terjadi saat ini, hanyalah transmisi lokal. Sehingga belum ada kebijakan dan belum ada instruksi untuk menutup sekolah,” begitu dia menjelaskan sebagaimana dikutip oleh beberapa media berita di sini hari Senin (29/3/2021) kemarin. Nyatanya, hingga hari Rabu (31/03/2021) ini semua sekolah di Kabupaten Berazam tetap buka sebagaimana sebelumnya. Protokoler kesehatan tetap juga diterapkan.

Lebih jauh Pak Fajar mengatakan bahwa kasus yang terjadi saat ini merupakan klaster dari perjalanan luar kota. Sehingga jika terjadi penyebaran atau transmisi lokal, barulah Pemerintah mengambil tindakan, apakah akan ditutup sementara semua sekolah atau ada kebijakan lain. Begitu dia menjelaskan perihal munculnya pasien covid-19 beberapa hari ini setelah sebelumnya dinyatakan sudah nol.

Untuk itu dia menegaskan sekaligus mengingatkan kepada semua sekolah, agar disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan saat melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Ketentuan yang saat ini diberlakukan seperti mengurangi jumlah muatan ruang kelas, mengurangi lamanya jam belajar dan penerapan protokoler kesehatan lainnya wajib terus dilaksanakan.

Di pihak lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun, Pak Rahmadi menjelaskan, data terbaru saat ini terjadi penambahan dua kasus positif covid-19, dari sebelumnya ada lima kasus. Makanya saat ini menjadi tujuah orang. “Jadi total saat ini ada tujuh kasus positif covid-19 yang kesemuanya merupakan warga di Pulau Karimun.” Jika orang tua ditanya, tetap ingin anak-anaknya berada di sekolah pada jam-jam sekolah.*** (mrasyidnur)

5 Mar 2021

Pentingnya Pendampingan Konsultan untuk Kemajuan Pendidikan

Pentingnya Pendampingan Konsultan untuk Kemajuan Pendidikan


Catatan M. Rasyid Nur

SEJAK lebih dari satu tahun lalu YDM (Yayasan Darul Mukmin) Kabupaten Karimun mengundang KPI (Kualita Pendidikan Indonesia) yang berpusat di Surabaya untuk datang ke Karimun. Pembina YDM (kita sebut Darul Mukmin saja), Dr. Muhammad Hasbi menginginkan Darul Mukmin melalui sekolah Darul Mukmin bisa lebih baik lagi. Dia berharap KPI ikut langsung melihat dan memlototi sekolah-sekolah yang ada di bawah Darul Mukmin untuk diawasi langsung. Tentu saja setelah disepakati dan ditandatangi kesepakatan kerja sama antara Daul Mukmin dengan lembaga konsultan pendidikan ini.

Ada tiga sekolah (formal) di bawah Kemdikbud (TK, SD dan SMP IT) dan satu sekolah di bawah Kemenag (MDA/ TPQ) yang dikelola Darul Mukmin. Yayasan ingin sekolah-sekolah itu dapat memberikan pelayanan pendidikan terbaik bagi masyarakat Kabupaten Karimun khususnya atau masyarakat Indonesia pada umumnya jika ingin menyekolahkan anaknya di DArul Mukmin. Orang tua yang ingin anaknya didik di sekolah terbaik dengan budaya alquran dapat merasa puas ketika anak-anak mereka disekolahkan di Darul Mukmin. Itulah maksud pendampingan yang dilakukan oleh KPI.

Tentu saja Darul Mukmin harus merogoh ‘saku keuangan’ agak lebih dalam. Dengan durasi kontrak kerja sama paling sedikit satu tahun (12 bulan) untuk setiap sesi pendampingan, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Darul Mukmin wajib membayar iuran bulanan selama satu tahun dan membiayai setiap tim KPI datang langsung ke Darul Mukmin melaksanakan sesi pendampingannya. Sekurang-kurangnya dua orang setiap kali datang ke Karimun wajib ditanggung ongkos transportnya (Surabaya-Batam, pesawat dan Batam-Karimun, kapal laut) oleh Darul Mukmin. Termasuk menanggung biaya akomodasi (hotel) dan tansportasi selama di Karimun serta makan-minumnya. Biasanya 2-3 hari untuk setiap kali datang. Sementara dalam satu tahun biasanya sampai enam kali pertemuan tatap muka.

Pendampingan untuk tahap pertama yang dimulai tahun 2019/ 2020 lalu telah dilaksanakan untuk SD IT Darul Mukmin. Sebagai konsultan KPI membedah sekolah ini dari hulu ke hilir. Dari perencanaan hingga pelaksanaan dan penilaian (evaluasi) KPI mendampingi para guru dan Kepala Sekolah. Seperti apa seharusnya sekolah ini berjalan sesuai SNP (Standar Nasional Pendidikan) plus Standar JSIT dan KPI, itulah yang dilakukan selama pendampingan. Alhamdulillah, sekolah ini mendapatkan pengetahuan dan pengalaman sangat penting dalam usaha pengelolaan sekolah dengan baik. Selama satu tahun Tim KPI melaksanakan program pendampingannya terasa sekali perubahan signifikan oleh warga sekolah berbanding sebelum pendamping.

Tahun berikutnya pendampingan dilaksanakan untuk pengurus yayasan. Dan yang saat ini berjalan adalah pendampingan untuk manajemen yayasan. Pertmuan dua hari (Kamis-Jumat, 4-5/ 3/ 2021) ini adalah pertemuan kedua secara ‘tatap muka’ setelah pertemuan sebelumnya dua bulan yang lalu. Pertemuan-pertemuan online juga dilaksanakan. Tugas-tugas yang diberikan pada pertemuan pertama, direvew pada pertemuan ini. Mulai penyusunan AD/ ART Yayasan sampai kepada penyusunan Renstra dan Program sekolah. itulah yang dilaksanbakan dalam dua hari ini.

Akan ada empat petemuan tatap muka lagi dalam durasi 12 bulan dan beberapa kali pertemuan online (daring) antara KPI dengan manajemen yayasan serta pimpinan unit (sekolah) yang ada di bawah Darul Mukmin. Sebagai salah satu pengurus di YDM saya ikut langsung membersamai kegiatan ini dengan para pengurus (manajemen) Darul Mukmin dan para Kepala Sekolah serta guru-guru yang dilibatkan oleh Kepala Sekolah.

Dari beberapa kali pendampingan untuk unit (SD IT Darul Mukmin) dan setelah dua kali kegiatan pendampingan untuk yayasan dapat saya simpulkan bahwa kegiatan pendampingan ini memang sangat penting untuk kemajuan pendidikan, khususnya di Darul Mukmin. Bahkan boleh jadi akan berimbas positif juga bagi sekolah-sekolah lain yang berdekatan dengan sekolah Darul Mukmin. Diharapkan keluarga besar Darul Mukmin, khususnya orang tua siswa di sekolah-sekolah Darul Mukmin mendukung penuh program pendampingan ini. Semoga!***

3 Mar 2021

Ketika Masyarakat Menanti Hujan Turun dan Sekolah Dibuka

Ketika Masyarakat Menanti Hujan Turun dan Sekolah Dibuka


SAAT ini masyarakat Kabupaten Karimun tengah menanti hujan turun. Sudah lebih dua bulan panas matahari membakar bumi Negeri Berazam. Teriknya matahari saat ini begitu terasa menusuk. Walaupun kabupaten yang terdiri dari beberapa pulau ini dikatakan tidak mempunyai musim –hujan atau panas—tapi nyatanya saat ini masayarakat merasakan bagaikan musim kemarau panjang. “Sudah dua bulan lebih hujan tak turun,” kata Mas Sasnto tetangga saya mengomentari hujan yang belum juga turun.

Salah satu media online, RADIOAZAM.ID juga menurunkan berita perihal panasnya Kabupaten Karimun saat ini. Mengutip berita situs itu, katanya musim kemarau yang melanda Kabupaten Karimun dan sekitarnya saat ini diprediksi baru akan mulai berkurang pada April mendatang. Saat itu akan terjadi curah hujan meski dalam intensitas sedang.

Mengutip Kepala Stasiun Meteorologi Raja Haji Abdullah, Raden Eko Sarjono berita Radioazam.Id mengatakan cuaca panas baru akan berkurang pada bulan April mendatang. Itu jika dibandingkan dengan bulan Januari hingga Maret ini maka bulan April nanti akan lebih sejuk. Lebih jauh Pak Eko menjelaskan bahwa Kabupaten Karimun termasuk salah satu wilayah yang intensitas curah hujannya dalam kategori rendah. Prakiraan cuaca memprediksi pada April nanti akan terjadi hujan, setidaknya lebih baik jika dibanding saat ini. Maksudnya berbanding Januari, Februari dan Maret ini.

Kabupaten Karimun dan masyarakatnya, selain tengah berharap dan menanti turunnya hujan, saat ini juga tengah menanti kebijakan Pemerintah Daerah untuk dibukanya kembali sekolah. Sejak corona ada dan Pemerintah menutup sementara sekolah dalam rentang waktu yang sudah hampir satu tahun, kini masyarakat sudah sangat berharap sekolah kembali dibuka. Berkurangnya jumlah pasien covid-19 di Kabupaten Karimun diharapkan mengubah kebijakan Pemda Karimun dari menutup sekolah kepada membuka kembali.

Secara terbatas, di beberapa kecamatan sebenarnya sudah mulai dibuka untuk pembelajaran tatap muka sejak satu bulan terakhir. Sudah ada tujuh kecamatan dari 12 kecamatan yang dibuka sekolah-sekolahnya. Sisanya itu yang kini berharap agar dibuka juga. Menanti datangnya hujan agar kebakaran lahan tidak terus terjadi sama harapannya seperti menanti dibukanya sekolah agar kejenuhan orang tua dan siswa tidak semakin tinggi dan semakin lama lagi. Guru-guru juga sudah sangat rindu kepada anak-anaknya di sekolah.

Jika Kabupaten Karimun dikatakan oleh Kepala Stasiun Meteorologi bahwa sejatinya merupakan wilayah non musim atau tidak memiliki musim namun tetap serasa musim kemarau, begitun juga di sekolah. Sesungguhnya selama covid menutup sekolah bukanlah musim (masa) libur sekolah. Tapi anak-anak atau orang tua boleh jadi menganggap sekolah tengah libur karena anak-anak tetap saja di rumah.

Jadi, inilah saatnya Pemerintah segera mengubah kebijakannya mengingat keadaan covid-19 yang sudah jauh berkurang saat ini. Kabarnya sudah tinggal beberapa orang saja pasien yang masih dirawat. Jika sekolah diizinkan dibuka dengan tetap memakai protokoler kesehatan, tentu saja masyarakat sangat senang.***

 

9 Des 2020

Memaksakan Keteladanan (Berharap Tokoh Memberi Contoh)

Memaksakan Keteladanan (Berharap Tokoh Memberi Contoh)


M. Rasyid Nur

MENURUT satu pendapat dari banyak pendapat yang bersiliweran di media masa (koran, majalah, televisi, dll) tentang mengapa begitu susahnya menjalankan ketentuan dan peraturan oleh masyarakat kita di negerinya sendiri, bisa disebabkan oleh minusnya keteladanan dari para tokoh (pemimpin) dalam menjalankan ketentuan dan peraturan itu sendiri. Berbagai pelanggaran yang setiap saat dapat disaksikan, itu bisa dikarenakan tidak adanya contoh kepatuhan pada peraturan oleh orang-orang yang seharusnya mencontohkannya. Esensinya tiada keteladanan dalam penerapan peraturan menyebabkan orang tidak mematuhi peraturan. Satu kesimpulan, jika dirumuskan. 

Dari pelanggaran yang paling kecil –seumpama membuang sampah sembarangan– hingga pelanggaran super besar –seumpama korupsi, menilep uang rakyat hingga miliaran bahkan triliunan rupiah– terus saja dapat dilihat atau didengar beritanya di media-media kita. Menurut pendapat ini, pelanggaran itu disebabkan karena tidak adanya orang-orang yang pantas untuk dicontoh dalam penerapan peraturan dan ketentuan yang seharusnya dilaksanakan. Sekurang-kiurangnya teramat sulit mencari tokoh teladan dalam mematuhi peraturan. Jakapun ada, sangatlah sedikit sehingga seperti tak ada. Tidak dominan.

Sesungguhnya mereka yang dipandang sebagai tokoh sejatinmya menunjukkan dan meneladankan kepatuhan terhadap peraturan dalam kehidupan sepanjang waktu dan sepanjang hari. Namun apa boleh buat, mereka tidak atau belum mencontohkan bagaimana mematuhi perturan dalam kenyataan sehari-hari. Masyarakat awam yang harusnya mematuhi segala ketentuan yang berlaku dalam kehidupan, bingung atau enggan melakukannya karena tak adanya keteladanan. Maka jadilah begitu sulitnya menerapkan peraturan di tengah-tengah masyarkat sendiri.

Memang harus diakui, sejak bangsa ini berpemimpin sendiri (baca: merdeka) lebih dari 70-an tahun silam, belum juga bangsa ini menjadikan kebiasaan (karakter) ‘patuh pada peraturan’ sebagai tradisi hidup sehari-hari. Belum juga timbul tradisi merasa wajib mematuhi segala peraturan. Justeru yang terdengar di dalam masyarakat adalah pameo, ‘peraturan dibuat untuk dilanggar’ yang mencerminkan betapa bangsa ini lebih cenderung melanggar peraturan dari pada mematuhinya. Disadari atau tidak, karakter yang terbangun justeru karakter melawan ketentuan.

Pameo itu tidaklah isapan jempol saja. Di hampir semua tempat dan semua tingkatan –institusi, komunitas, kelompok, dst—dengan sangat mudah terjadi dan ditemukan pelanggaran peraturan walaupun seharusnya tidak perlu terjadi pelanggaran. Melawan kebenaran dan ketentuan seolah sama enaknya dengan mendapatkan keberuntungan. Pokoknya di hampir semua tempat selalu ditemukan drama pelanggaran peraturan.

Di beberapa institusi sudah tidak asing lagi orang berbicara perihal banyaknya terjadi pelanggaran hukum. Entah menteri, pejabat tinggi dan banyak lagi. Geli, memang jika direnung-renungkan episode pejabat yang melibatkan beberapa pejabat juga dalam pelanggaran hukum. Dulu, ada kisah Gayus, Urip dan beberapa kasus yang melibatkan isntitusi hukum sendiri. Mereka merusak institusi mereka. Belakangan dan sampai hari ini, kita masih terus membaca berita pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat yang nota bene mengerti hukum.

Cerita bersambung ala ‘cinta fitri’ tentang mafia hukum di institusi hukum lain juga sering kita baca beritanya. Kisah-kisah oknum jaksa, polisi, menteri dan pejabat lainnya masih juga menghiasi informasi kita. Ini tidak harus terus terjadi jika peraturan dan ketentuan ingin dipatuhi. Harus dimulai dari para tokoh dan pejabat ini. Jika dilaksanakan oleh orang atas maka dengan mudah dilaksanakan di bawah karena adanya teladan.

Tentang adanya pelanggaran oleh para pemegang dan pejabat di beberapa institusi, itu tidak dapat ditutup-tutupi. Di institusi keuangan, milsanya juga ada. Entah pajak yang digelapkan, penyaluran dana yang diselewengkan dan lain sebagainya. Dulu, seorang ekonomom (almarhum) terkenal pernah menyatakan bahwa keuangan Negara ini ditilep penyelenggaran Negara lebih dari 30 %, itu ternyata tidak omongan kosong saja. Pelanggaran juga di terjadi di lapangan hijau alias di bidang olahraga, misalnya.

Di sekolah? Pun tidak kurang pelanggaran hukumnya. Mulai dari guru yang terlambat mengajar, siswa yang tak hendak menghiraukan tata tertib sampai kepada pencurangan ujian, termasuk Ujian Nasional yang nota bene dirancang dan dilaksanakan oleh Pemerintah dengan begitu. Asyiknya, sekolah-sekolah yang berhasil dengan baik mencurangi ujian asalkan tingkat kelulusannya tinggi dan kecurangannya tidak diketahui, maka sekolah itu dianggap baik oleh masyarakat. Ini sebagiannya tentu saja catatan masa lalu. Saat UN masih didewakan. Syukurlah dengan beberapa perubahan Kemdikbud dalam pelaksanaan ujian yang tidak terlalu mendewakan UN itu.

Untuk dan atas segala pelanggaran itu selalu ada alasan pembelaan. Pembelaan yang selalu dikemukakan tentu saja bahwa pelanggaran itu tidaklah dilakukan oleh lembaganya. Itu hanya oleh oknum-oknum saja. Inilah yang selama ini dijadikan alasan betapa susahnya memberantas pelanggaran di sebuah lembaga. Lagi-lagi keteladanan tidak dikedepankan.

Di sinilah perlunya keteladanan. Harus ada yang mencontohkan bahwa peraturan itu memang harus dipatuhi. Jangan lagi dilanggar. Bahwa keteladanan itu berat, memang berat. Tapi kapan bisa maju jika peraturan belum juga bisa dilaksanakan dengan baik. 

Jika bangsa ini tidak bisa mencontoh Jepang atau Jerman yang kesadaran ketaatan akan peraturannya sudah sangat tinggi, kita bisa saja mencontoh Singapura yang untuk mencontohkan keteladanan harus dipaksakan. Jika di Jepang atau Jerman rakyatanya sudah secara naluri (tanpa pakjsa) mematuhi peraturan sementara Singapura kita kenal kepemimpinannya yang keras (boleh disebut diktator) namun untuk kepentingan bersama, kita bisa saja mengadoposinya.

Syukurlah, jika satu-dua tahun belakangan ini sudah ada gebrakan dari beberapa lembaga, seperti KPK untuk memberikan hukuman sekaligus keteladanan dalam penerapan peraturan. Para pegawai KPK menunjukkan bahwa mereka mereka terlebih dahulu mematuhi peraturan. Dan beberapa orang (masih sedikit) yang berani lantang menyebut perlunya penerapan hukum yang benar, semoga suara-suara itu semakin banyak berbunyi. Kelak, keteladanan itu benar-benar mendominasi para pejabat dan tokoh bangsa.***

23 Nov 2020

Rahasia Best Seller Buku Indie (Catatan dari Webinar TNGP 2020)

Rahasia Best Seller Buku Indie (Catatan dari Webinar TNGP 2020)


HARI Ahad (22/11/2020) itu cuaca di Karimun, setidak-tidaknya di sekitar kampung saya, sedikit mendung. Tapi bagi saya dan semua anggota Media Guru Indonesia (MGI) yang sudah bersiap untuk ikut Webinar TNGP (Temu Nasional Guru Penulis) hari ini pasti tidak merasa mendung hatinya. Webinar hari ini adalah Webinar kedua dari rencana lima Webinar TNGP MGI, setelah kemarin Sabtu (21/11/2020) dilaksanakan Webinar pertama. Insyaallah masih ada tiga kali webinar lagi, 25, 28 dan 29 bulan ini. Tema Webinar kedua hari ini adalah “Rahasia Best Seller Buku Indi’.

Tepat pukul 09.00 WIB acara dimulai. Berakhir pada pukul 11.35 sebagaimana saya lihat di jam dinding di kamar saya. Tapi saya tidak masuk ruangan (zoom) karena mengikuti kegiatan ini sambil juga ada kegiatan lain. Yang penting dapat menyimak dengan utuh. Dengan dipandu oleh Ibu Pipit Pudji Astutik, M Pd, MM, seorang Instruktur Nasional Media Guru dan didampingi Mas Syaiful Rahman acara yang sudah ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Media Guru berlangsung meriah, riah-riah.

Sebagai Keynote speaker, hari ini tetap Pak CEO MGI, Mohammad Ihsan. dalam sambutannya mengatakan pentingnya guru, selain menulis dan menerbitkan buku, juga harus mampu memasarkannya. Jadikan buku itu menjadi uang yang merupakan hasil investasi ilmu kita. Untuk itu hargai buku teman-teman kita dengan membelinya.

Pak CEO mengatakan begini, “Hargai buku karya guru dengan cara membeli. Jangan punya mental gratisan”. Kita setuju, kita tidak hanya mau dapat buku gratisan. Kita hargai dengan membeli karya teman-teman kita. Tentu saja dengan guru membayar sesama guru, akan muncul saling mengapresiasi produk dan karya intelektual kita. Selain itu akan menjadi kekuatan dan motivasi untuk semakin produktif. Itu sedikit catatan saya tentang sambutan Pak CEO yang sangat memotivasi kita. Dan masih sangat banyak hal yang disampaikannya kepada kita. Silakan ulang simak di chanel YouTobe Media Guru.

Webinar kali ini seperti sudah kita simak di info-info sebelumnya, ini menghadirkan empat orang narasumber yang bukunya bisa menjadi best seller. Mereka sudah pasti mempunyai kiat-kiat atau jurus tersendiri bagaimana bukunya bisa laku dan menghasilkan fulus. Keempat narsum hari ini adalah, 1) Ibu Yunita Kwartarani, M.Pd Guru SDI Al Ikhlas Jakarta Selatan; 2) Ibu Lilik Fatkhu Diniyah, Guru MI Al Iman Kota Magelang; 3) Drs. Seh Muli Pinem, M.Pd. Kasi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kab. Deli Serdang; 4) Suhud Rois, Guru Sekolah Peradaban Insan Mulia, Cimahi. Kita akan ulang catat paparan mereka berikut.

Narsum pertama, Ibu Yunita Kwartarani, M.Pd Guru SDI Al Ikhlas Jakarta Selatan. Dalam paparannya, Bu Yunita menjelaskan bahwa bukunya menjadi best seller, itu bermula dari pengalaman kesehariannya dari curhatan-curhatan dengan teman-teman dan siswa-siswinya. Para teman dan anak-didik inilah yang banyak membaca bukunya. Itu salah satunya.

Kiat lain, kata Bu Yunita, kita harus menulis cerita yang bisa membuat orang bangkit dari keterpurukannya, misalnya. Mataeri-materi yang diperlukan orang, pasti saja akan dicari oleh orang. Dan buku kita akan laku keras, katanya. Dan kiat lain yang juga disampaikan Bu Yunita adalah dengan  mempromosikan melalui media sosial. Di Media Guru juga ada medsos kita (FB MGI) yang anggotanya hampir 80 ribu. Itu pasar potensial, tentunya.

Narsum kedua adalah Ibu Lilik Fatkhu Diniyah yang sehari-hari sebagai Guru MI Al Iman Kota Magelang. Menurut Bu Lilik, untuk penulis pemula hendaknya luruskan niat terlebih dulu. Katanya, "Niatkan menulis dengan tulus untuk berbagi, Kalau kita niat tulus ihlas insyaallah akan memberikan jalan kemudahan bagi kita." Bu Lilik juga mengatakan bahwa isi buku itu hendaklah yang menginspirasi. Dan yang paling tepat untuk pemula yaitu menulis memoar. Mengapa kok memoar?. Karena orang akan lebih tertarik dan penasaran. Memoar juga tidak selalu membutuhkan referensi, sebagaimana buku ilmiah lainnya. Begitu katanya.

Ada beberapa pesan Bu Lilik yang perlu kita contoh, antara lain, 1). Berbagi buku dengan public figure seperti misalnya, Menteri, Gubernur, Bupati, Kakankemenag,  Kemdikbud, Kadis dall. Tentu saja berfoto dengan public figure saat menyerahkan buku akan menjadi satu promosi tersendiri. 2). Menjalin komunikasi yang baik dengan siapapun. Berbagi ilmu dan pengalaman secara ihlas sehingga bisa diundang sebagai nara sumber di mana-mana. 3). Menggunakan buku sebagai bahan pelatihan dan bahan diskusi dimana-mana. Dan amsih banyak yang disampaikan Bu Lilik. Pastinya ada di chanel YouTobe kita, Media Guru.

Nara sumber ketiga adalah Drs. Seh Muli Pinem, M.Pd. Jabatan sehari-harinya adalah Kasi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kab. Deli Serdang. Buku yang menjadi best seller belyau berjudul MeSRA di Sekolah, yang dia tulis berdasarkan pengalaman yang diterapkan sehari-hari di sekolah. Menurutnya buku ini menjadi best seller bermula dengan disampaikan dari mulut ke mulut, misalnya saat rapat K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah), MGMP, dalam rapat organisasi atau komunitas tertentu. Singkatnya agar buku bisa best seller menurut melakukan komunikasi terutama di komunitas kita terlabih dahulu.

Seperti narsum sebelumnya, Pak Seh Muli juga mengontak dan menjalin komunikasi dengan orang-orang hebat, orarng-oang yang sudah punya nama. Lalu dia juga berkoordinasi dengan orang-orang yang akan dapat membantunya. Dengan membuat caover yang berukuran besar, dia memperkenalkan bukunya kepada siapa saja. Dan dengan itulah, bukunya alhamdulillah laku keras.

Nara sumber terakhir yang tampil adalah Suhud Rois, Guru Sekolah Peradaban Insan Mulia, Cimahi. Menurut Suhud Rois --dengan mengutip pendapat seseorang-- menulis itu adalah transfer perasaan, karena itu itu tulislah buku yang bergizi. Lantas bagaimana agar buku bisa menjadi best seller? Kunci awalnya, katanya harus diapstikan bahwa isi buku kita adalah hal penting. Itu adalah perasaan sebenarnya. 

Untuk langkah-langkah lain yang dia lakukan antara lain, 1). Membagikan buku secara gratis kepada teman-teman atau komunitas, bahkan kepada orang yang tak kenal. Ini juga dilakukan narsum sebelumnya.  2). Menjadikan buku sebagai hadiah. 3. Ikut terlibat dalam even-even seumpama ikut pameran buku, dst 4. Memposting testimony dari berbagai kalangan. Dan tentu saja masih banyak langkah lainnya. Initinya, bagaimana buku bisa dinikmati oleh orang lain. Pembaca itu bukan mencari tampilan buku, tapi isi buku. Jadi, benar pernyataan Pak Suhud bahwa isi buku lebih penting. Buatlah buku yang bergizi, menginspirasi. Pasti dicari. Begitulah dia menutup paparannya.

Sesungguhnya, jika kandungan Webinar ini kita catat lebih jlimet tentu saja sangat panjang catatan ini. Namun, dengan sesederhana ini saja sudah begitu banyak yang dapat kita ingat dan kita serap materinya. Maka, jika ingin lebih lengkap, sekali lagi saya mengajak, mari kita ulang tonton chanel YouTobe Media Guru tentang TNGP 2020 ini.

22 Nov 2020

Catatan Webinar TNGP 2020 (Perlunya Membumikan Literasi)

Catatan Webinar TNGP 2020 (Perlunya Membumikan Literasi)


SABTU (21/11/20200 pagi. Persisnya pagi menjelang siang. Sekitar pukul 09.00 WIB saat pintu ruang maya zoom Media Guru Indonesia (MGI) mulai dibuka dan dimasuki para anggota. Itulah waktu digelarnya Temu Nasional Guru Penulis (TNGP) MGI Tahun 2020. Pertemuan Akbar Tahunan yang pada tahun lalu dipusatkan di Ibu Kota Negara, Jakarta tahu ini harus mau menerima fakta, virtual saja. Covid menjadi penentu keputusan ini.

Tapi tidak masalah. Virtual atau bukan tetaplah ini pertemuan istimewa bagi seluruh warga MGI. Sedikit pun tidak melunturkan khidmat dan semangat pertemuan ini. Sejak diumumkan oleh CEO Media Guru, Pak Muhammad Ihsan beberapa waktu lalu, rencana pertemuan ini sudah membuat keluarga besar MGI seperti tidak sabar menunggu. Respon di FB MGI dan di blog keroyokan Gurusiana.Id membuktikan itu. 

Sabtu pagi itu berkumpullah penuh sesak sebanyak 300 orang anggota MGI dalam satu ruang zoom. Itu jumlah maksimal yang dapat diisi. Sementara dalam jumlah yang jauh lebih banyak harus mengikuti pertemuan melalui live streming MGI. Itulah fakta antusiasme anggota MGI.

Tema webinar TNGP tahun ini adalah 'Strategi Membumikan Literasi'. Satu tema yang akan mengobarkan bara api semangat guru yang sudah terbukti setahun ini. Atau sejak TNGP 2019 lalu. Bagaimana para guru, anggota MGI mengisi hari-hari dengan literasi. Tiada hari tanpa literasi. Bagi yang ikut tantangan sudah pasti akan berkarya setiap hari.

Webinar ini meramng terasa istimewa. Tujuh orang penggiat literasi dari beberapa daerah, dipercaya Pak CEO untuk memberi motivasi kepada seluruh warga MGI di bumi Indonesia. Tema 'membumikan liteasi' itu tentu saja dengan maksud agar kegiatan literasi ini menjangkau lebih banyak lagi para guru atau siapa saja di seluruh bumi Indonesia. Mereka ini, juga adalah para pengurus komunitas literasi di daerah masing-masing.

Dengan host sekaligus moderator Mas Febry Suprapto yang merupakan Instruktur Nasional MGI tampil tujuh orang penggiat literasi seperti, 1). Dra. Yasmi, M.Pd. (Ketua Umum IGPPL Sumatera Barat); 2). M. Maghfur Qumaidi, S.Sos., S.Pd., M.Si. (Ketua Umum IPP Jawa Timur); 3). Agusrida, M.Pd.(Ketua Umum KPPL Kemenag Sumatera Barat); 4). Alphian Sahruddin, S.Pd., M.Pd. (Ketua Umum Penggiat Literasi Anging Mamiri Sulawesi Selatan); 5). Titiek Soertirahaajoe, S.Pd. (Ketua AGPG Grobogan Jawa Tengah); 6). Prawiro Sudirjo (Wakil Ketua IP3L Jawa Barat); dan 7). Dewi Sri Indriati Kusuma, S.Pd., M.Pd. (Bendahara Umum IPPSU Sumatera Utara).

Ketujuh pendekar literasi ini, meskipun oleh host hanya diberi waktu sangat singkat untuk berbagi pengalaman literasi, ternyata itu sudah cukup membuat suasana hangat dan semangat webinarnya. Buktinya, diskusi yang terjadi dari beberapa pertanyaan peserta membuat suasana di ruang zoom begitu meraih dan hidup.

Kita menjadi saksi, betapa banyak hal yang dikupas. Mulai dari suka duka dalam merintis agar literasi dapat mengakar di lingkungan pendidikan terutama para guru, hingga trik atau kiat sukses dalam menerapkan penggalakan literasi di tempat masing-masing. Tidak kalah penting, dibicarakan juga imbas dari pelaksanaan program 'membumikan literasi' tersebut di setiap daerah.

Tidak saya ulas lagi apa saja yang dibicarakan para narasumber. Yang pasti, jika ingin mengulang mendengarkan diskusi dan tanya jawab dalam webinar, silakan disimak kembali dengan membukan YouTobe Media Guru. Rakaman webinar ada di situ.

11 Nov 2020

Catatan dari Lomba Cipta Baca Puisi YDM, "Mereka Pencipta dan Pembaca"

Catatan dari Lomba Cipta Baca Puisi YDM, "Mereka Pencipta dan Pembaca"


YAYASAN Darul Mukmin (YDM) Karimun, baru-bari ini mengadakan Lomba Cipta Baca Puisi. Pesertanya umum dengan batasan usia. Ada kategori A dengan batasan usia antara 6-12 tahun dan ada kategori B dengan batasan usia 12-18 tahun. Artinya dalam usia sekolah. Namun jika ada yang menjelang 18 tahun sudah tamat sekolah, juga dibolehkan ikut serta dalam lomba ini.
Lombanya sendiri berupa menciptakan (mengarang) satu puisi dan dibacakan. Lalu direkam ke dalam video untuk dikirimkan kepada panitia, YDM Karimun. Panitilah yang akan mempostingnya di YouTobe chanel YDM untuk selanjutnya ditonton masyrakat. Sekaligus juri memberikan penilaian kepada setiap peserta. Tiga kriteria yang dijadikan penilaian adalah ekpresi, intonasi dan penampilan peserta. 

Tiga orang juri dipilih ditetap panitia karena dinilai mengusai cara penilaian lomba ini. Selain M. Rasyid Nur dan Noorfamayani (keduanya dari YDM) juga ditunjuk Ketua Dewan Kesenian Karimun, Mas Aji yang juga pernah menjadi juri puisi berskala Nasional sebagai dewan jurinya. Diharapkan ketiganya menilai secara objektif untuk mendapatkan pemenangnya.

Setelah kurang lebih satu bulan disiarkan dan file videonya juga diberikan kepada juri, akhirnya sebanyak enam orang berhasil menjadi juara terbaik dalam Lomba Cipta Karya Baca Puisi yang digelar YDM ini. Keenam orang itu adalah juara i, 2 dan 3 untuk masing-masing kategori. Keenamnya sudah mendaptkan hadiah diserahkan Senin pagi (9/12020) di Gaha Azam YDM.

Adapun keenam peserta terbaik adalah,  1) untuk kategori usia 6 sampai 12 tahun, juara I diraih Winroland Gempita Alam dari SDN 013 Karimun, juara II diarih Fairuz Fatihah Sari dari SDIT Cendikia, juara III diraih Ghaitsa Salma Khairania dari SDN 001 Karimun, dan juara favorit diraih oleh Raditya PRatama Putra dari SDIT Cendikia.

Sementara untuk pemenang kategori usia 12 sampai 18 tahujn, juara I diraih oleh Amanda Gita Safitri dari SMPN 2 Tebing, juara II diraih oleh Astuti dari Kampus UMRAH asal Kecamatan Moro, juara III diraih oleh Berlin Ramadha Pratama dari SMPN 2 Tebing, dan juara favorit diraih oleh Sharafina Mardhotillah Parciagla dari SMPN 1 Tebing. Demikian diumumkan oleh Ketua Panitia, Egy.

Manager SDM, Pendidikan dan Pengembangan Al-Quran Yayasan Darul Mukmin, Noorfamayani mengatakan, para dewan juri yang terdiri dari pihak Yayasan Darul Mukmin, serta dari Sanggar Kibar Budaya dalam hal ini dihadiri oleh Adjie yang adalah Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Karimun sempat dibuat kebingungan dalam menentukan juara, namun berdasarkan penilaian secara objektif dan sesuai dengan karya puisi dari masing-masing peserta, akhirnya diputuskan para juara atau peserta terbaik yang dinilai layak sebagaimana diumumkan panitia.

Komentar Bu Fama lagi, “Alhamdulillah kami baru saja menyerahkan hadiah untuk para juara, insyaallah Lomba Cipta Karya Baca Puisi sempena HUT Kabupaten Karimun ini, akan kami laksanakan secara rutin tiap tahunnya. Baik itu secara online ataupun secara tatap muka jika kondisi pandemi Covid-19 sudah kembali normal,” sebagaimana dikutip dari website Radioazam.Id (10/10/2020).

Ada pesan tentunya yang ingin disampaikan oleh kegiatan Lomba Cipta Karya Baca Puisi ini. Yaitu, bagaimana memahami dengan baik Kabupaten Karimun yang kita tempati ini. Kabupaten yang baru saja berulang tahun untuk ke-21 tahun, hendaklah menjadi perhatian, kata panitia. Itu sebabnya lomba ini dihelat tepat di Hari Ualng Tahun (HUT) Kabupaten Bumi Berazam tahun ini. Diharapkan juga agar mampu memahami budaya-budaya yang ada di Kabupaten Karimun. Dengan begitu mereka, para peserta khususnya dan kita semua pada umumnya bisa menuangkan didalam bentuk puisi. Menjadi sebuah karya yang indah dan enak didengar masyarakat di Kabupaten Karimun. Untuk saat ini prioritas mengarang puisi hanya untuk peserta.

Bagi YDM, yang saat ini seluruh unit pendidikan dibawah naungan Yayasan Darul Mukmin tengah melaksanakan Pendaftara Peserta Didik Baru (PPDB), maka kegiatan ini sekalian diharapkan menjadi promosi kepada orang tua yang akan menyekolahkan anaknya di YDM. Semoga kegiatan ini menjadi salah satu nilai atau daya tarik untuk masyarakat.

Kata Bu Fama lagi, "Agar ada gaungnya dan ada sesuatu yang dilakukan pada momen HUT Kabupaten Karimun. Apa lagi masih pandemi Covid-19 ini, kami ingin membangkitkan semangat para anak-anak kita, untuk tetap berkreasi melalui kegiatan yang digelar oleh Yayasan Darul Mukmin bersempena hari jadi bumi berazam."

Mewakili pengurus YDM, dia juga mengucapkan terimakasih kepada para peserta yang sangat antusias, sehingga terdapat 42 peserta yang mengikuti lomba tersebut dengan mengirimkan video pembacaan pusi karaya mereka sendiri. Namun hanya enam peserta terbaik yang terpilih, termasuk satu peserta favodit untuk setiap kategori. Kelak, semoga tetap ada kegiatan yang dapat menyemangat anak-anak dalam berkreasi di bidang literasi.***


10 Nov 2020

Guru Penggerak Tidak Berhenti Bergerak (Catatan HGN)

Guru Penggerak Tidak Berhenti Bergerak (Catatan HGN)


Oleh M. Rasyid Nur

MEMPERINGATI Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2019 lalu, Mendikbud, Nadiem Makarim berpidato yang mengawali gerak langkah dan gebrakannya di departemen paling gendut itu. Isi pidatonya viral tahun lalu. Dia memunculkan istilah merdeka belajar dan guru penggerak. Sebagai menteri baru di kabinet baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, itu tentu saja ucapannya menjadi perhatian orang banyak. 

Mas Mendikbud menyampaikan isi pidatonya itu beberapa hari sebelum 25 November 2019 sebagai Hari Guru Nasional yang juga menjadi peringatan Hari PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) di Tanah Air ini. Media-media menyiarkan jargon baru Mendkbud. Maka kosa kata 'merdeka belajar' dan 'guru penggerak' seolah menyihir orang. Kata-kata itu pun ada di mana-mana hingga saat ini. Kita sangat mudah menemukannya.

Tentu saja konsep merdeka belajar dan guru penggerak, itu menjadi inspirasi, motivasi dan dipuji oleh banyak pihak setelah Mendikbud detail menjelaskan kepada pemburu berita. Sebagai menteri termuda yang sukses di bisnis Go-Jek online, ucapannya selalu ditunggu wartawan. Waktu itu Mas Menteri memberikan penjelasan kepada awak media yang inti dari pidatonya. berfokus pada merdeka belajar dan guru penggerak yang terus viral. 

Sebagai guru, bagian dari unit pendidikan yang menjadi titik fokus dari pidatonya, kita para guru Indonesia merasa tersihir oleh kosa kata merdeka belajar dan guru penggerak yang digaungkannya. Kita tahu yang dia jelaskan tentang merdeka belajar adalah bahwa unit pendidikan (sekolah) yang di dalamnya ada guru-guru dan para siswa hendaklah memiliki kebebasan dalam mengaplikasikan fungsi dan tanggung jawabnya. Kebebasan untuk mengelola pembelajaran bagi guru dan kebebasan dalam menerima pembelajaran bagi siswa. Sementara guru sendiri hendaklah menjadi sosok pemotivasi dalam kebebasan belajar.

Intinya, guru hendaklah memiliki kebebasan untuk berinovasi, berkreasi dan beradaptasi dalam mengelola pembelajaran. Begitu juga bagi peserta didik yang harus memiliki kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Di pihak lain, orang tua siswa dan masyarakat juga hendaknya semakin leluasa untuk berkontribusi dalam memajukan pendidikan melalui sekolah di sekitarnya.

Menjelaang HGN (Hari Guru Nasional) Tahun 2020 ini, satu tahun pasca Mas Menteri Nadiem mengumandangkan jargon merdeka belajar dan guru penggerak tentu kita akan bertanya kepada diri kita, sudahkah kita menjadi guru penggerak di satu sisi dan menjadi guru yang mampu memberikan kebebasan belajar kepada siswa di sisi lain. Padahal, situasi yang berkembang sejak covid-19 mendera dunia termasuk Indonesia telah membuat kita kalang-kabut dalam mengelola pembelajaran. Semua yang bertanggung jawab kepada pendidikan telah merasakan betapa program besar yang dikumandangkan Mas Menteri menemukan rintangannya.

Syukurnya, bagi guru-guru yang benar-benar berpredikat Guru Penggerak jauh sebelum Mas Menteri menggaungkannya, tetap bergerak sesuai kemampuan dan kemauan kerasnya. Guru penggerak sesungguhnya tidak akan berhenti bergerak demi kemajuan dan tanggung jawab pendidikan yang dipikul.

Jika Mas Menteri menyatakan bahwa cirri-ciri guru penggerak itu adalah guru yang mengutamakan siswa dari pada diri dan kariernya; guru yang aktif berdiskusi dengan para siswanya; guru yang menganggap siswa sebagai mitra dan sumber belajarnya; guru yang mampu membuat para siswanya rindu kepadanya, percayalah bahwa ada banyak guru yang mampu berkriteria seperti itu sebelum Mas Menteri mengatakan jargon itu.

Guru penggerak benar-benar telah membuktikan tanggung jawab dan integritas dirinya dalam mengemban tugas dan fungsinya sebagai guru. Ketika peraturan mengharuskan guru mengelola pembelajaran dari jarak jauh, terbukti dalam 7-8 bulan terakhir ini para guru mampu tetap melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Jika dulu tidak harus menggunakan teknologi canggih, kini semuanya dicoba dan diusahakan demi terkelolanya pembelajaran dengan baik. Jadi, benar bahwa guru penggerak itu tidak akan berhenti bergerak. Tidak akan berhenti berkreasi dan berinovasi dalam memajukan pendidikan.***

Dimuat juga di www.mrasyidnur.gurusiana.id untuk ikut lomba.

3 Nov 2020

Mereka Berulah, Siapa yang Salah

Mereka Berulah, Siapa yang Salah


BEBERAPA kali dishare di medsos, ada anak-anak yang bertingkah sudah melewati batas. Tidak lagi seperti tingkah-laku dan tindakan anak-anak seumur mereka yang mereka lakukan. Misalnya berani merusak tempat umum seperti sekolah.

Saya ingat beberapa waktu lalu, awal Oktober sekitar tanggal 10-an, ada sharing info sekolah yang dirusak. Fasilitas dan beberapa kelengkapan di salah satu SMA Negeri di Kota Tanjungbalai Karimun seperti diobrak-abrik. Informasinya, ketika pihak sekolah --guru, dll-- datang pagi harinya, mereka terkejut menyaksikan pemandangan memilukan. Di ruang musolla dan di beberapa tempat di lingkungan sekolah itu kursi, meja, dan beberapa fasilitas seperti baru saja dirusak. 

Kursi bertumbangan. Pot-pot bunga berserakan tanahnya karena juga bertumbangan tak beraturan. Bayangan kita menyaksikan foto dan video yang beredar, itu pasti perusaknya sangat emosi. Sangatlah mengerikan. Terbayang betapa marahnya orang yang membuat keadaan itu seperti itu. Pasti satu gerombolan orang yang marah. Orang dewasa, tentunya. Dan mesia-media besoknya melaporkan itu.

Kejadian ini sempat viral melalui video yang dishare di medsos waktu itu. Pasti ditonton oleh orang ramai. Semua orang berkomentar 'menyayangkan' atas kejadian itu. Mengapa sekolah yang dirusak. Mengapa fasilitas pendidkan yang akan mendidik mereka atau setidak-tidaknya mendidik orang lain yang dirusak? Berkecamuklah berbagai perasaan di setiap perasaan orang.

Belum lama berselang setelah kejadian, itu muncul lagi informasi yang hampir sama. Salah satu sekolah (kini, SMP Negeri pula) di kota ini juga seperti baru digerayangi orang-orang tidak bertanggung jawab. Orangnya masuk pekarangan sekolah tanpa izin. Karena sekolah ini dilengkapi CCTV, dengan mudah diketahui siapa orang yang masuk ke sekolah dengan 'paksa' itu. 

Herannya ternyata, itu adalah pekerjaan anak-anak usia belia. Bahkan masih anak-anak. Ternyata yang melakukan perbuatan tidak baik, itu adalah anak-anak seusia SD. Paling-paling juga masih setingkat SLTP. Sungguh membuat hati terenyuh. Ini kejadian kedua dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dan tiga yang lalu, saya baru saja mendapat informasi lagi. Kejadian yang mungkin tidak sama, tapi hakiaktnya sama: masuk ke pekarangan sekolah tanpa izin.

Kejadian yang terbaru ini menimpa sekolah swasta. Karena sekolah ini juga melengkapi CCTV di pekarangan dan di dalam ruangannya, dengan mudah juga terdeteksi kejadiannya. Beberapa orang anak seusaia SD (juga) masuk ke pekarangan dan berusaha masuk ke dalam ruangan (kelas dan ruangan lainnya) untuk niat mengambil (baca: mencuri) apa saja yang bisa diambil. Menurut informasinya, anak-anak ini sudah masuk ruang kelas dan mencuri spidol-spidol yang ada di kelas. Juga sudah merusak salah satu ruangan yang menyimpan barang-barang kantin. Grendel pintu sudau dirusak. Tapi segera ketahuan. Kebetulan ada penjaga yang datang.

Dengan kasus seperti itu, bagaimana kita para guru memandangnya? Perbuatan nakal, itu dilakukan oleh anak-anak seumur SD atau SMP. Siapa yang mau disalahkan? Guru? Orang tua? Atau mereka? Haruskah sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka, sementara usianya memang usia orang yang belum bisa bertanggung jawab.

Sebagian malah menyalahkan sekolah. Ada juga yang menimpakan masalahnya ke Pemerintah. Pemerintah yang harus bertanggung jawab, kata salah seorang yang sempat ngobrol bersama. Hadeuh, beginilah jika sudah muncul permasalahan yang berkaitan dengan anak-anak yang masih sekolah. Konon, karena anak-anak sudah begitu lama di 'rumah saja' membuat mereka jenuh dan ingin ke sekolah. Tapi mengapa harus merusak? Artinya argumen ini tidaklah tepat.

Bagaimanapun, kejadian-kejadian seperti ini boleh jadi masih ada. Juga terjadi di tempat lain, barangkali. Jika tidak pun, tiga kejadian ini cukup bagi kita guru untuk prihatin. Apapun alasannya, tidak tepat anak-anak bersikap merusak sekolah. Atau masuk ke pekarangan yang berpagar tanpa izin sekolah. tetap saja itu sebuah kesalahan.

Sudah saatnya untuk melakukan beberapa langkah agar itu tidak terjadi lagi. Selain meningkatkan keamanan sekolah dengan memasang CCTV, penjagaan juga harus ditingkatkan. Diketatkan. Lalu bagi orang tua, jangan menyepelekan anak-anak yang melakukan kenakalan ini, walaupun mereka masih anak-anak. Dan jika mereka sempat dibawa ke Kantor Polisi, semoga itu tidak menjadi pengalaman buruk yang justeru membuat ingin mengulang lagi suatu hari nanti. Mari kita saling berbagi fungsi demi generasi muda ini.***

28 Okt 2020

Peringatan HSP Sebagai Catatan Emas Pemuda di Bulan Pemuda

Peringatan HSP Sebagai Catatan Emas Pemuda di Bulan Pemuda


Catatan M. Rasyid Nur

SETIAP tahun Hari Sumpah Pemuda (HSP) selalu diperingati. Persisnya setiap 28 Oktober seperti hari ini. Menghitung mundur catatan sejarah Pemuda Indonesia sejak peristiwa emas Soempah Pemoeda (Sumpah Pemuda) 28 Oktober 1928 berarti HSP tahun 2020 ini merupakan peringatan ke-92 tahunnya. Sesuai dengan kondisi dan situasinya, setiap tanggal hari ini Bangsa Indonesia memang selalu memperingatinya.

Peringatan hari bersejarah bagi pemuda yang kita kenal dengan Hari Sumpah Pemuda tahun ini memang terasa ada bedanya. Tersebab oleh masih merebaknya covid-19 di Bumi Nusantara maka peringatannya sedikit berbeda berbanding tahun sebelumnya. Dengan  tema ‘Bersatu Dan Bangkit’ pesan yang ingin disampaikan adalah semangat bersatu dengan dibalut harapan akan bangkit. Covid-19 yang telah membuat penurusan drastis di berbagai bidang menyadarkan bangsa perlunya kebangkitan. Dan pemuda sebagai garda terdepan diharapkan mempelopori kebangkitan itu sebagaimana sudah dibuktikan di masa-masa lalu.

Sebagaimana kita ketahui, saat Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Zainudin Amali me-launching logo Hari Sumpah Pemuda ke-92 Tahun 2020 beberapa waktu lalu, dia mengatakan bahwa bulan Oktober ini disebut juga sebagai Bulan Pemuda. Tujuannya agar para pemuda bangsa meningkatkan motivasi dan inspirasinya, menggelorakan semangat dan daya juangnya dan bersatu untuk bangkit  bersama.

Pesan yang setiap tahun selalu diulangsampaikan oleh para petinggi bangsa kita bagaimana peringatan Hari Sumpah Pemuda mampu memantapkan hati pemuda pada khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya untuk tetap bersatu. Rasa bersatu itulah sesungguhnya yang akan mampu membuat bangsa kita bangkit dengan garda terdepannya para pemuda.

Pesan klasik yang selalu terdengar, dan tahun ini juga diulangingatkan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga saat launching logo itu, “Kita tidak boleh tercerai-berai. Meskipun berbeda-beda, kita harus tetap bersatu.  Semangat persatuan dan kesatuan harus kita pelihara dengan baik. Tanpa persatuan, kita tidak akan bisa bangkit.” Demikian kurang-lebih disampaikannya dan dirilis oleh banyak media sejak beberapa hari yang lalu.

Hari ini, hari yang bersejarah ini sejatinya kita jadikan sebagai momentum terbaik dalam ikhtiar kita untuk mempertahankan dan meningkatkan kebersamaan kita. Dengan kemajemukan yang sangat tinggi dalam Bangsa kita, terasa begitu pentingnya rasa bersatu diantara kita. Logo yang diciptakan untuk peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-92 ini ternyata begitu dalam maknanya, jika kita hayati dengan seksama. Angka 92 yang dibentuk dari dua insan yang saling terhubung menggambarkan adanya  semangat persatuan pemuda Indonesia dan rakyat Indonesia secara keseluruhan untuk menjaga persatuan. Dan di saat Bangsa Indonesia saat ini juga tengah berjuang melawan covid-19, jeaslah betapa pentingnya persatuan ini.

Jika peringatan Hari Sumpah Pemuda diselenggarakan secara nasional di tingkat pusat, atau di provinsi hingga ke kabupaten/ kota se-Indonesia, itu tidak lain tujuannya adalah nilai-nilai dan semangat Sumpah Pemuda itu terus ada di relung hati masyarakat. Jangan pernah rakyat melupakan gerakan pemuda yang begitu hebat pada 28 Oktober 1928 dan di hari dan bulan-bulan yang mengikuti tahun itu.

Bahkan peringatan itu juga dilaksanakan oleh berbagai komponen masyrakat seumpama organisasi kepemudaan, LSM, lembaga pendidikan, badan usaha swasta, BUMN dan elemen lainnya. Intinya, semua kita ingin menjadikan catatan emas para pemuda sebagai penguat langkah dalam menjalankan roda kehidupan bangsa ini.***

Juga di www.mrasyidnur.gurusiana.id

19 Sep 2020

Catatan Webinar XI Media Guru Indonesia (Bag. 5)

Catatan Webinar XI Media Guru Indonesia (Bag. 5)


WEBINAR Media Guru Indonesia (MGI) adalah webinar yang selalu ditunggu warga MGI. Webinar XI yang dilaksanakan pada hari Ahad (13/09/2020) kemarin, itu misalnya selain diikuti langsung oleh 123 orang di ruang zoom juga ada ratusan bahkan ribuan orang lainnya melalui live streming chanel YouTobe MediaGuru. Adalah webinar penting yang dilaksanakan oleh Media Guru seperti webinar-webinar sebelumnya. Sekali lagi, 10 webinar sebelumnya adalah webinar terpenting bagi kita semua, keluarga besar MGI sebagaimana pentingnya webinar XI ini. Dengan temanya yang selalu berbeda-beda setiap kali ada webinar membuat setiap webinar Media Guru menjadi begitu penting.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa webinar kali ini adalah webinar yang disejalankan dengan lounching buku baru Media Guru berjudul Pejuang Liaterasi. Itu, kita sudah sama-sama tahu juga. Buku antologi dari 123 orang penulis yang dihasilkan bersempena peringatan HUT RI, itu berisi artikel-artikel yang secara khusus membahas perjuangan literasi. Itulah sebabnya judulnya juga berbau perjuangan.

Yang menarik adalah bahwa pada webinar ini, selain kesempatan menyerap ilmu dan informasi penting dari Pak CEO, Muhammad Ihsan --meskipun sekilas—lalu dari Mas Eko, Pimpinan Redaksi Media Guru dan beberapa pejuang literasi lainnya seperti Bu Wiwik (host) dan Bu Sri Subekti (moderator), juga yang utama itu adalah tampilnya empat orang nara sumber yang masing-masing memberikan pencerahan yang begitu penting bagi kita. Tiga orang sudah diulas di halaman ini sebelumnya.

Catatan --kelima-- ini akan menampilkan satu orang lagi dari empat orang narasumber yang tampil itu. Pastinya ini juga sebagai pemotovasi kita dalam memperjuangkan literasi di Negeri kita ini. Kita tahu, keempat nara sumber ini tampil begitu memukau dengan kreasi literasi mereka masing-masing.

Pada tulisan ini saya membuat catatan dari nara sumber hebat yang tampil keempat dari empat orang nara sumber yang ada. Tapi dia adalah orang kedua atau terakhir dari sesi kedua. Siapa dia? Dia adalah Abdurrauf Shaleng, seorang pengawas TK-SD di Kabupaten Shopeng, Sulawesi Selatan. Dia menyampaikan paparannya dengan judul  Sarskodes Strategi Membumikan Literasi. Judulnya saja sudah membuah rasa ingin tahu, khususnya makna ‘sarskodes’ itu apa? Inilah kepanjangannya, Sapu Rata Sekolah Kota dan Sekolah Desa. Makasudnya dalam pembinaannya dia tidak ingin hanya sekolah tertentu –biasanya sekolah di kota—saja yang dibina. Sebagai pengawas sekolah dia ingin semua sekolah itu mendapatkan pembinaan.

Latar belakang pemikiran ini menurut Pak Rauf adalah adanya beberapa permasalahan yang harus diatasi. Setidak-tidaknya Pak Rauf mengemukakan tiga permasalahan sebagai sesuatu yang mendasar untuk pemikiran ini. Ketiga permasalahan itu adalah, 1) Topografi Sekolah; 2) Minat Baca Warga Sekolah yang Rendah; dan 3) Perpustakaan Kurang Difungsikan.  Jadi, jarak dan keadaan sekolah yang jauh membuat pembinaan itu menajdi susah. Hal lainnya, perpustakaan

Ada beberapa langkah dan strategi yang ditempuh Pak Rauf yakni dimulai dari komitmen ke sekolah binaannya. Lalu melangkah ke tim literasi sekolah, sarana prasarana, lalu dibuat jadwal dan target. Terakhir dibuatnya lomba untuk apresiasi dari kegiatannya. Jelasnya begini, pengawas wajib memiliki komitmen awal. Komitmen awal akan membuat rencana akan berhasil.

Lalu dibentuk tim literasi sekolah. Tim ini harus ditetapkan oleh Kepala Sekolah, tentunya. Lalu ada sarana prsarana seperti buku-buku, dll. Dengan adanya jadwal akan dengan mudah memonitor kapan kegiatan literasi akan dilekasanakan. Dari sini akan mudah menetapkan target yang nanatinya akan berlanjut ke rencana apresiasi. Itulah perlunya ada lomba-lomba berkaitan dengan literasi.

Bukan tanpa tantangan, tentunya. Tantangan itu adalah covid-19 ini serta kendala lainnya. Maka perlu, kata Pak Rauf diadakan pendampingan. Ini penting. Pengawas wajib memberikan pendampingan ini kepada sekolah binaan agar kegiatan dapat berjalan maksimal. Selanjutnya dimonitor. Artinya wajib pula ada monitoring.

Hasil Sarskodes ala Pak Rauf adalah, 1) Saran abaca menjadi merata di sekolah binaan; 2) Buku-buku perpusatakaan lebih dimanfaatkan oleh warga sekolah; 3) Peningkatan budaya baca di sekolah binaan; 4) Bertambah jumlah dan variasi bahan bacaan di sekolah binaan; 5) Adanya siswa yang menjadi juara bercerita di tingkat kabupaten. Data ini sebagaimana ditampilkan Pak Rauf melalui slidenya.

Dengan kreasi literasi Sarskodes ala Pak Rauf ini terbukti meningkatnya kegiatan literasi di sekolah-sekolah. Tidak ada lagi dikotomi sekolah kota dengan sekolah desa. Program ini membuat pemerataan yang baik antara semua sekolah, khususnya dalam mengembangan dan pembinaan literasi. Selamat, Pak Abdurrauf. Selamat untuk semua pengawas yang sekaligus ini adalah tantangan juga bagi pengawas di tempat lain. Terima kasih, Pak Rauf.***



18 Sep 2020

Catatan Webinar XI Media Guru Indonesia (Bag. 4)

Catatan Webinar XI Media Guru Indonesia (Bag. 4)

 


Oleh M. Rasyid Nur

WEBINAR Media Guru Indonesia (MGI) adalah webinar yang selalu ditunggu warga MGI. Webinar XI yang dilaksanakan pada hari Ahad (13/09/2020) kemarin, itu misalnya selain diikuti langsung oleh 123 orang di ruang zoom juga ada ratusan bahkan ribuan orang lainnya melalui live streming chanel YouTobe MediaGuru. Adalah webinar penting yang dilaksanakan oleh Media Guru seperti webinar-webinar sebelumnya. Sekali lagi, 10 webinar sebelumnya adalah webinar terpenting bagi kita semua, keluarga besar MGI. Dengan temanya yang selalu berbeda-beda setiap kali ada webinar membuat setiap webinar meniadi begitu penting.

Webinar kali ini adalah webinar yang disejalankan dengan lounching buku baru Media Guru berjudul Pejuang Liaterasi. Itu, kita sudah sama-sama tahu. Buku antologi dari 123 orang penulis yang dihasilkan bersempena peringatan HUT RI, itu berisi artikel yang secara khusus membahas perjuangan literasi. Itulah sebabnya judulnya juga berbau perjuangan.

Yang menarik adalah bahwa pada webinar ini, selain kesempatan menyerap ilmu dan informasi penting dari Pak CEO, Muhammad Ihsan --meskipun sekilas—lalu dari Mas Eko, Pimpinan Redaksi Media Guru dan beberapa pejuang literasi lainnya seperti Bu Wiwik (host) dan Bu Sri Subekti (moderator), juga yang utama itu adalah tampilnya empat orang nara sumber yang masing-masing memberikan pencerahan yang begitu penting bagi kita. Dua orang sudah diulas di halaman ini sebelumnya.

Catatan --keempat-- ini akan menampilkan satu orang lagi dari empat orang narasumber yang tampil itu. Pastinya ini juga sebagai pemotovasi kita dalam memperjuangkan literasi di Bumi Pertiwi bahkan di dunia. Kita tahu, keempat nara sumber ini tampil begitu memukau dengan kreasi literasi mereka.

Pada tulisan ini saya membuat catatan dari nara sumber hebat yang tampil ketiga dari empat orang nara sumber. Tapi dia adalah orang pertama dari sesi kedua yaitu, Fitria Nur Rosyidah, Kepala SMP IT Al-Hanif Cianjur  Dia menyampaikan paparannya dengan judul Menciptakan Taman Syurga Literasi di Pesantren. Nah, lho menciptakan ‘taman syurga’. Tidak sembarang materi yang disampaikannya.

Setelah dipersilakan moderator, Bu Fitria  memulai tentu saja dengan memperkenalkan diri dan tugasnya. Lalu dengan menyatakan betapa besarnya jasa Media Guru bagi dirinya dia membuka dengan salam khas, literasi. Dengan penuh semangat dia menutup perkelanannya dengan ucapan khas, Salam Inspirasi, Salam Litersi, Salam Pejuang Sejati, serunya penuh semangat diiringi menyebutkan sekolah tempat dia mengabdi.

Selanjutnya Bu Fitria menjelaskan latar belakang kreasinya ini. Kata Bu Fitria, menyaksikan kenyataan anak-anak kami yang ditinggal orang tua yang mungkin merantau ke Luar Negeri atau ke Luar Daerah betapa risaunya kami. Kami galau. Dan dalam kenyataan anak-anak juga meninggalkan sekolah (guru) karena covid-19 membuat Bu Fitria bersama teman-temannya berpikir untuk menambah ilmu. “Dalam kegalauan tingkat tinggi dan kesunyian di kompleks karena ditinggal para santri saya memanaatkan waktu ini untuk mencari ilmu,” katanya. Dan atas kehendak Allah, Bu Fitria merasa bersyukur dapat bergabung di Media Guru yang memberinya peluang untuk menambah ilmu itu.

Tampilnya dia di webinar ini adalah bagian keberhasilannya menyerap ilmu melalui Media Guru, katanya. Selanjutnya Bu Fitria memaparkan materi webinarnya yang berjudul Menciptakan Taman Syurga Literasi di Pesantren itu. Para peserta webinar khusyuk menyimak setiap penjelasan dari Kepala Sekolah ini.

Apa saja dan bagaimana strategi Bu Fitria dalam menciptakan ‘taman syurga’ literasinya itu? Pertama, katanya dia menyediakan sarana prasarananya terlebih dahulu. Sebutlah, misalnya menyediakan rak-rak buku, lalu menyediakan buku-bukunya. Terutama buku-buku novel yang terbaru. Dia juga membeli buku-buku untuk anak kandungnya.

Lalu dia memasang dua buah tenda. Satunya untuk tempat memasak (tenda dapur) dan satunya lagi disebut Tenda Peleton yang digunakan untuk berliterasi itu sendiri, seperti membaca, mereviu buku dan lain sebagainya. Terbayang oleh kita bahwa dalam tenda itu begitu akan menyenangkan karena bisa makan, minum dan tentu saja aktifitas literasi itu sendiri. Begitulah keadaan yang diharapkan membuat semua pesrta merasa senang semua anak-anak yang hadir. Satu hal penting yang juga dilaksanakan adalah bahwa di sini adalah program membaca dan menghafal alquran. Tentu saja konotasi membaca ayat-ayat suci adalah pahala yang kelak akan mendapatkan balasan berupa syurga dari Allah.

Ternyata dua tenda ini juga akan menjadi kejutan nantinya ketika para santri kembali ke sekolah. Hal lainnya, Bu Fitria juga membuat banyak program yang berkaitan dengan keliterasian. Dan dengan haru dia mengatakan bahwa Taman Syurga Literasi yang terbangun di pojok pesantrennya itu juga akan mampu menjadi ladang pahala yang kelak di yaumil akhir dapat diterima balasannya. Sungguh membanggakan kita atas apa yang dibuat Bu Fitria ini. Selamat, ya Bu. Semoga kami semua terinspirasi oleh kreasi Ibu. Salam Literasi, Salam Inspirasi, Salam Pejuang Literasi.***

Bisa juga di www.mrasyidnur.gurusiana.id