Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan

26 Sep 2021

Celosia, Taman Wisata Karimun: Kini Tinggal Sejarah

Celosia, Taman Wisata Karimun: Kini Tinggal Sejarah


TANAIKARIMUN.COM - INILAH salah satu tempat hiburan Wisata Taman atau Wisata Tanaman yang tadinya ada di Tanjungbalai Karimun. Tempat ini tergolong baru sebenarnya yang ada di Kabupaten Karimun. Mungkin dalam satu-dua tahunan keberadaannya. Persisnya, mulai dikelola dan dikunjungi masyarakat pada tahun 2019 yang lalu. Sayangnya, kini taman ini sudah tinggal nama saja lagi. Covid-19 telah menjadi salah satu alasan kehilangannya.  

Tadinya, masyarakat tertarik dan berdatangan untuk melihatnya secara langsung setelah adanya postingan pengunjung di Medsos, FB, IG dan lainnya. Setiap sore begitu ramai masyarakat Pulau Karimun, terutama anak-anak muda remaja. Hanya untuk melihat dari dekat dan berselfi-ria di sana. Dengan latar belakang bunga-bunga yang mekar dan indah, masyarakat ingin berfoto. Berfoto sendiri, dengan teman atau dengan keluarga.

Ketika Taman Celosia masih ada hari-hari sore bahkan sedari siangnya, sejak dibuka untuk umum kebun bunga ini memang menjadi salah satu pusat wisata lokal oleh penduduk Kabupaten Karimun, khususnya yang bertempat tinggal di Pulau Karimun. Setiap hari ratusan pengunjung mendatanginya. Dari orang tua (atok-atok dan nenek-nenek) hingga anak-anak yang masih dalam gendongan ikut datang dan atau dibawa ke sini. Apalagi anak muda remaja, hampir tidak luput untuk datang ke sini.Tentu saja tidak akan dilewatkan berswafoto alias selfi. Tentu saja itu tidak terus-menerus, karena ketika bunga-bunga sudah mulai menua dan harus diganti, maka saat itu pengunjung juga berkurang. Begitulah kelazimannya waktu itu. 

Walaupun hanya ratusan orang, bahkan pada hari tertentu hanya puluhan orang saja yang datang untuk sekadar berselfi-ria, namun jumlah itu cukup banyak untuk ukuran kunjungan orang ke kebun bunga atau hanya sekadar melihat tanaman begitu. Dan itu hanya masyarakat di Pulau Karimun saja. Lagi pula, menghibur diri dengan objek taman atau kebun bunga seperti ini, belum ada di tempat lain di Kabupaten Karimun ini. Selain wisata pantai, wisata taman barulah ada di sini. Maka tidak heran lumayan juga pengunjungnya.  Sekali lagi, itu dulu.

Kebun bunga yang berlokasi tidak jauh dari kompleks perkantoran dan Kantor Bupati Karimun, itu dimiliki dan dikelola secara pribadi oleh Alek Bersaudara. Lelaki bersaudara itu mengelola kebun bunga yang ditanam di atas tanah warisan orang tuanya. Salah satu diantara keduanya adalah PNS yang bertugas di Pemerintah Kabupaten Karimun. Sementara yang satunya, itulah yang mengurus taman bunga secara rutin. Kebetulan dia memang sepenuhnya hanya bekerja di kebun bunga itu.  

Menurut Alek, bunga-bunga di tamannya terdiri dari berbagai bunga yang warnanya memang begitu kelihatan indah. Kombinasi warna-warni antara merah, kuning, putih dan oranye. Sungguh kelihatan indah karena ditanam dengan susunan demikian rupa. Alek menjelaskan bahwa di taman bunga itu ada beberapa jenis bunga yang hidup subur. Benihnya didatngkan dari Jawa, katanya.

Apa yang kita rasakan ketika berkunjung ke taman bunga Celosia ini? Rasa 'lain', dari pada yang lain. Itulah dia, bunga dan tamannya yang serasa melihat taman di negeri jauh sana. Serasa Negeri Belanda padahal kita berada di Karimun. Tetap berada di Karimun tapi pemandangan dan perasaannya serasa berada di Negeri Belanda. Itulah makna lain yang ditimbulkan oleh keberadaan taman ini. Tapi, itu dulu. Sebelum taman ini seolah musnah begitu saja. Kini yang ada hanya tanah kosong saja. Jika kita datang ke lokasi yang dulu penuh bunga, hari ini sudah tinggal sejarah saja lagi. 

Setelah kebun bunga ala Negeri Kincir angin ini tiada, hilang pula hiburan wisata tanaman yang tadinya menjadi idola anak-anak muda. Akankah suatu hari nanti akan ditanam kembali oleh Alek Bersaudara atau oleh orang-orang lain yang menajdikan hiburan taman bunga sebagai alternatif wisata kita? Entahlah. Yang saat ini ada, adalah sejarah Taman Celosia yang dulu pernah ada.***

14 Feb 2021

Sejenak ke Pantai Pelawan

Sejenak ke Pantai Pelawan


Catatan M. Rasyid Nur
PUKUL 14.30 kami baru sampai di pantai berpasir putih itu, Pantai Pelawan. Libur Ahad (14/02/2021) ini sebenarnya tidak ada rencana berlibur. Tidak ada rencana mau ke pantai seperti sering kami lakukan setiap akhir pekan membawa cucu. Tapi cucu pula yang akhirnya mengubah keputusan dari tidak ada rencana ke pantai, akhirnya ke pantai juga. Akiif, cucu tertua dari tiga bersaudara, itu merengek terus ke neneknya. “Nek, ayolah. Ajak Atok ke pantai.”  Berkali-kali dia menyampaikan ke neneknya. Saya mendengar sejak menjelang siang itu.

Akhirnya setelah zuhur, Nenek-Atok sepakat juga dengan rengekan cucu. Demi cucu, kita pergi. Itulah sebabnya sore baru sampai di Pantai Pelawan. Tidak seperti biasanya. Kalau ada rencana ke pantai, mau mandi-mandi atau apapun, pasti kami bergerak di pagi hari. Setengah hari di pantai, menjelang zuhur sudah bisa bersurai. Biasanya solat zuhur terlebih dahulu di surau yang ada di pantai, baru kembali ke rumah. Tapi kali ini kami datang sore.

Pantai ini selalu dipenuhi pengunjung di hari Sabtu dan Ahad atau di hari-hari libur lainnya. Bersaing dengan Pantai Pongkar yang berada di Kecamatan Tebing, pantai ini memang menjadi alternatif tempat berlibur di hari-hari libur. Mencari tempat wisata yang paling dekat bagi masyarakat di Pulau Karimun, ya pantai Pelawan dan Pongkar. Hari ini kami laihat pengunjung memang tidak terlalu membludak. 

Ahad inipun sesungguhnya masih suasana Imlek, Tahun Baru China yang jatuh pada hari Jumat (12/02/2021) lalu. Jadi, masih suasana libur sebenarnya. Biasanya di hari libur, apalagi berbarengan dengan liburan hari besar seperti Idul Fitri, Natal atau Imlek, pengunjung pasti sangat ramai. Namun, mungkin karena masih dihantui covid-19, pengunjung pantai hari sedang-sedang saja. Meskipun masih suasana Imlek dan hari libur (Ahad) tapi pantai yang berada di Kecamatan Meral, ini ternyata tidak terlalu padat. Ramai, ya. Bahkan juga ada acara hiburan dengan penampilan band dan beberapa penyanyi. Tapi tidak terlalu padat. 

Para pengunjung pantai, sambil duduk-duduk di pendopo-pendopo sepanjang tepi pantai para pengunjung ini menikmati hiburan. Bagi yang ingin menjamu selera, ada aneka makanan yang dijual di kedai-kedai itu. Kami juga memesan minuman, air kelapa. Atok tidak lupa memesan kopi susu yang kata orang sini kopi goni. Walaupun tidak ketagihan, saya memang suka meminum air kopi susu panas.

Saya dan isteri hanya duduk di pendopo yang kebetulan masih ada yang kosong. Tapi si cucu tidak tinggal diam. Baru saja kami melunjurkan kaki di lantai pendopo yang berkeramik,  Akiif langsung berganti pakaian. Sedari rumah dia sudah menyatakan akan mandi. Ya, sudah biarkan saja. Kebetulan suasana pantai juga tidak terlalu dalam airnya karena kebetulan airnya lagi surut. “Hati-hati, ya.” Hanya itu pesan nenek kepada cucunya.

Pantai Pelawan dengan bibir pantai yang berpasir putih, sesungguhnya sangat menyenangkan untuk bermain-main di situ. Bermain bola pantai bisa, lempar-lempar bola voly juga bisa. Untuk anak-anak sekadar bermain pasir sambil duduk menanti limburan ombak kecil, juga menyenangkan. Jika ingin mandi tinggal menceburkan badan. Enaknya memang saat air pasang.

Berbanding dua-tiga tahun yang lalu, keadaan Pantai Pelawan memang sudah jauh berubah. Pendopo-pendopo tempat istirahat oengunjung semakin banyak. Kedai-kedai kuliner juga banyak. Juga sudah semakin bersih. Fasilitas umum seperti musolla dan tempat mandi air tawar (setelah mandi di laut) juga sudah lumayan banyak. Buat penggemar mandi di laut, masyarakat tempatan tidak perlu mencari tempat wisata jauh-jauh. Cukup di Pantai Pelawan atau ke Pantai Pongkar. Keduanya tidak terlalu berjauhan. Mari kita berlibur di kampung kita saja.***

15 Jun 2020

Setelah 3 Bulan, Akhirnya Lolos ke Sumbar saat New Normal

Setelah 3 Bulan, Akhirnya Lolos ke Sumbar saat New Normal

Diperiksa di Satu Check Point, Penumpang Mobil tak Boleh Berlebih


Tiga bulan, sejak tengah Maret lalu, efektif hanya 'mengurung' diri saja di Pekanbaru. Jangankan ke luar kota, buat ke luar rumah saja terasa masih was-was. New Normal, saat pandemi Covid 19, jadi awal baru dan membawa kebahagiaan tersendiri.
Laporan
Khairul Amri, Pekanbaru


SEJAK akan berangkat dari rumah, Sabtu (13/6), sebenarnya sudah merasa ragu. Banyak info yang berseliweran: ke Sumatera Barat belum bisa masuk, karena tertahan di perbatasan Riau-Sumbar. Info lain, sudah aman dan bisa saja masuk, asalkan mematuhi protokol Covid 19.

"Jadi kita ke Sumbar," tanya saya ke istri dan anak.

Istri nampak ragu. Karena banyak grup WA-nya yang menginformasikan kalau ke Sumbar belum bisa. "Kemarin pas ke kedai, pun Bapak di kedai kasi informasi, belum bisa dan masih ditahan di perbatasan Riau-Sumbar," kata istri, yang intinya dia tak berkenan ke Sumbar.

Lain lagi anak saya. Karena sudah berencana sejak tengah pekan lalu, dan persiapan seperti pakaian dan lainnya sudah dilakukannya, justru lebih berani. "Kita coba aja lah, yah. Udah siap-siap juga tu. Kalau nanti tak bisa masuk, kita putar balik aja lagi," kata Alifia, penuh semangat.

Karena sambil bermuka sedih, Alifia memberi saran ke saya, akhirnya kami pun sepakat untuk tetap berangkat. Dengan catatan, jika nanti tertahan di perbatasan tentu harus kembali lagi ke Pekanbaru.

Persiapan keberangkatan ke Sumbar pun dimulai. Semua kelengkapan, sesuai protokol Covid 19, saat jalankan New Normal saat ini, kami sediakan. Masker masing-masing, hand sanitizer buat bersama-sama, termasuk hasil rapid rest saya pribadi, sudah ready. Begitu pun dengan batasan jumlah penumpang mobil, tak boleh lebih dari 50 persen. Kebetulan mobil saya jenis SUV dengan tiga baris kursi, berarti bisa diisi maksimal 4 orang penumpang.

Semua siap berangkat. Jam di tangan menunjukkan pukul 09.00 WIB. Saya duduk jadi supir. Istri duduk disamping. Anak dan ponakan duduk berdua di kursi tengah. Kursi belakang dilipat, karena banyak barang bawaan yang turut dimuat. Bermodal persiapan sesuai protokol penanganan Covid 19, walau tetap was-was, mobil pun meluncur ke arah Sumatera Barat. 

Hampir dua jam perjalanan, mobil tiba di XII Koto Kampar. Nampak ada tenda berdiri, tak jauh dari gerbang masuk arah ke Candi Muara Takus.  Di jalan juga nampak beberapa pembatas jalan dipasang. Ada pula spanduk bertuliskan "setiap kendaraan yang melintas dilakukan pemeriksaan". 

Mobil saya berjalan pelan. Hati mulai was-was. Tapi, karena masih pagi, para petugas di bawah tenda nampak masih sibuk. Tak kelihatan ada petugas yang menyetop kendaraan di badan jalan. Sambil tetap berjalan pelan, klakson saya bunyikan. Petugas di pos nampak hanya mengangguk, dan mobil kami pun lewat dari pos pemeriksaan.

"Alhamdulillah," kata anak saya. Satu pos pemeriksaan di batas Riau-Sumbar berhasil lolos. Tinggal satu kekhawairan lagi, pos masuk ke perbatasan Sumbar. Apakah bisa lolos atau justru harus balik kanan lagi.

Tanpa berlama-lama, mobil saya gas terus menuju perbatasan, masuk ke daerah Pangkalan, Sumbar. Jalan lurus. Penurunan dan Pendakian, sampai ke SPBU pertama sebelah kiri dari Pekanbaru, nampak suasana masih aman-aman saja. Tak ada tanda-tanda bakal ada pemeriksaan disitu.

Namun, selang 30 menit, kondisi yang dikhawatirkan tadi pun muncul di depan mata. Persis di kawasan jembatan timbang Tanjung Balik, sesudah Pangkalan, berdiri pos penjagaan. Check point pertama masuk ke Sumbar. Semua yang ada di mobil pun mulai deg-degan. Masker semua dipasang, hand sanitizer juga dipasang dan jarak duduk di mobil pun diatur.

Terlihat banyak petugas berjaga. Mobil yang berada persis di depan kami, mulai disetop petugas. Ada petugas dari TNI, polisi, BPBD dan kesehatan di tempat itu. Semua mereka berpakaian lengkap. Kondisi ini mulai membuat ciut nyali. "Kalau tak lolos, kita balik kanan lagi," kata saya, dan di iya kan oleh semuanya.

Mobil bergerak pelan. Sampai mendekati petugas, diminta membuka kaca mobil.

"Ada berapa orang penumpangnya, Pak?," tanya petugas berseragam loreng.

"Kami cuma berempat, Pak. Karena tidak boleh ramai-ramai," jawab saya.

Petugas itu tak puas begitu saja. Dia melongok ke dalam mobil. "Oh, ya pas berempat ya. Masker semua terus dipakai ya. Hati-hati dan tetap waspada Covid 19," kata dia.

Kami semua cuma bisa diam dan angguk-angguk kepala. Sebenarnya sambil berdoa: semoga bisa lolos dan tidak disuruh kembali pulang atau putar arah.

 Dan, benar saja. Juga sambil berucap, "Alhamdulillah," kata saya dalam hati. Akhirnya mobil kami disuruh menepi oleh petugas dari kepoisian.

"Baiklah. Mobil diparkir ke tepi saja dulu, Pak. Lalu turun dan periksakan suhu tubuh di tenda sana," kata dia mengarahkan. Di tenda itu nampak ada 3 orang petugas kesehatan. Mereka sudah siap dengan pakaian lengkap astronot, dan masing-masing memegang alat ukur suhu tubuh.

"Bapak suhunya 36,4 derajat, ya," kata petugas perempuan yang memeriksa saya. Tiga keluarga lagi, istri, anak dan ponakan pun diperiksa. Alhamdulillah, hasilnya relatif sama. Tidak ada yang bersuhu tubuh sampai 37,5 derajat atau 38 derajat. Kami pun bisa lega, dan menarik nafas panjang.

Karena sudah sesuai protokol Covid 19 dan New Normal, kami berempat diizinkan untuk kembali naik ke mobil. "Pemeriksaan sudah selesai, dan Bapak serta keluarga boleh lanjut jalan," kata petugas kesehatan itu. Saya lihat, wajah semuanya nampak senang.

Mobil kami akhirnya lolos.  Begitupun dengan dua mobil yang ada di depan. Karena saya lihat, mereka juga patuh dengan protokol Covid. Penumpang yang ada di mobil pun tak lebih dari 4 orang. Semua senang bisa masuk ke Sumbar untuk menikmati suasana kota wisata ini.

*Jam Gadang Sangat Ramai, Selalu Diingatkan Bermasker*

Beberapa hotel dan wisma di Bukittinggi nampak masih lengah dari pengunjung. Parkir mobil di tempat parkir, masih satu atau dua saja. Namun begitu, jelang malam, pas berkeliling seputar kota Bukittinggi, suasana ramai pun mulai terasa. Apalagi ini Sabtu malam Minggu.

Sejumlah nampak sangat ramai. Bahkan kami tidak jadi minum di sebuah cafe, tak jauh dari jam gadang/panorama, karena pengunjungnya terlalu ramai. Kebanyakan anak muda. Pihak cafe sudah mengikuti protokol Covid, misalnya kursi berjarak, dan juga meja diatur sedemikian rupa, tapi tetap saja muda mudi ini sulit diatur. Mereka kumpul ramai-ramai, akan tetapi tetap bermasker.

Kami coba ke jam gadang, landmark nya Bukittinngi. Tak ada bedanya. Malah di kawasan ini lebih ramai. Akan tetapi, hampir setiap 30 detik, dari pengeras suara terdengar pengumuman: seluruh pengunjung wajib mengenakan masker. Bahkan beberapa petugas pun nampak berjaga, agar seluruh pengunjung taat aturan sesuai protokol Covid 19. Meski ramai, suasana di jam gadang malam itu tetap nampak tertib dan aman.

Bahkan, salah satu tempat makan dan nongkrong, tak jauh dari jam gadang pun lebih ketat menetapkan protokol Covid. Kami akhirnya memilih duduk minum dan makan disitu. Saat akan masuk, diperiksa suhu tubuh. Lalu ditanya, berapa orang dan disesuaikan dengan kondisi di dalam. Bahkan setiap kursi sudah ditandai dengan lakban, agar tidak duduk, dan semua pengunjung mengatur jarak duduk dan jarak antre di kasir. Bagi yang tidak bisa masuk, juga disedikan konter buat take away atau pesanan untuk dibawa pulang.

Suasana seputar jam gadang terus ramai sampai tengah malam. Dari suara-suara yang terdengar saat bercakap-cakap, memang rata-rata masih warga sekitar Bukittinggi. Dari beberapa mobil yang parkir pun dapat dilihat, belum banyak yang berasal dari luar Provinsi Sumatera Barat. Sepertinya, warga Sumbar pun baru pekan ini bisa melepaskan kerinduan untuk bersantai di luar rumah.

Sejumlah kawasan wisata pun nampak sudah dibuka. Termasuk kawasan keramaian, seperti terlihat pada Ahad (14/6) pagi. Salah satu lokasi tempat olahraga di tengah kota Bukittinggi pun sudah nampak ramai dipenuhi warga yang berolahraga. Roda ekonomi di Bukittinggi mulai bergerak lagi. Masyarakat pun mulai beraktivitas normal. Jangan sampai ada lagi yang terkena Corona Virus atau Covid 19. Sehingga New Normal benar-benar jadi awal baru untuk memulai hidup yang benar-benar baru dan sehat. **

19 Jan 2020

Libur Akhir Pekan Anda Kemana?

Libur Akhir Pekan Anda Kemana?

Oleh M. Rasyid Nur
WALAUPUN tidak wajib, tapi berlibur di akhir pekan --Sabtu-Ahad-- selalu dinanti-nanti. Kelelahan bekerja sejak Senin hingga Jumat (buat pegawai yang bekerja lima hari per pekan) bukan hal yang boleh dianggap enteng. Dan walaupun hanya ke kantor atau ke sekolah saja, itu bukanlah waktu-waktu yang mudah dilalui. Pasti membuat lelah juga.

Memang diperlukan istirahat dalam bentuk berlibur sepekan sekali. Jika tidak bisa setiap pekan pergi ke luar rumah/ daerah, namun menciptakan momen-momen hiburan di akhir pekan itu perlu sekali-sekala. Bersama keluarga, anak-isteri/ suami atau siapa saja itu perlu.

Jika kita kita bertempat di Pulau Karimun, kita bisa pergi ke beberapa objek hiburan (wisata) seperti ke patai atau ke kolam renang, misalnya. Atau berlibur dengan keluarga di rumah juga bisa. Beberapa kegiatan hiburan juga bisa dilakukan di rumah.

Kita bisa makan bersama di luar rumah, di halaman misalnya. Meja makan atau ruang makan biasa, hari libur ini boleh kita tinggalkan. Mengganti dengan tempat baru walaupun tetap di rumah juga.

Selain acara makan, mengurus taman atau kebun, jika kita memiliki sedikit tanah kosong untuk diolah di hari libur. Dan jika di rumah tidak cukup membuat hiburan baru sebagai hiburan akhir pekan, ya kita mencari keluar rumah. Silakan ke pantai atau kemana saja untuk membawa keluarga.

Pokoknya, di akhir pekan, kita nikmati liburan akhir pekan. Seperti apapun bentuk dan dimanapun tempatnya. Yang penting kita menikmatinya. Selamat berlibur.***

25 Des 2019

Mandi Bersama Cucu itu Perlu: Catatan Berwisata Lokal Pantai Pelawan

Mandi Bersama Cucu itu Perlu: Catatan Berwisata Lokal Pantai Pelawan


KATA isteri saya, mandi dengan cucu itu perlu. Lagi pula ketiga cucu kami baru saja berangsur pulih dari sakit. Pertama, cucu pertama kami (Akiif Fatahillah) yang meriang dan panas badannya, Senin (16/12/19) pagi itu. Dia tidak bisa sekolah, pagi itu. Mungkin terlalu capei, dua hari dia ikut Atok-Nenek berlibur ke Batam, atau ada penyebab lain? Wallohu a'lam.

Kedua, cucu ketiga kami (adik bungsu Akiif: Caca) ikut panas badannya pada hari ketiga Akiif demam. Akiif sendiri waktu itu belum pulih. Dan ketiga, adik keduanya (Asyura) terbawa panas badannya dalam pekan yang sama. Walaupun ibu-bapaknya yang sepenuhnya bertanggung jawab, tapi Atok-Nenek tidak bisa juga tanpa ikut serta mengurusnya. Lagi pula, kami berdekatan rumah.

Selasa (24/12/19) kemarin kami ke Pantai Pelawan. Judul kegiatannya, ya wisata keluarga. Biar hanya di daerah sendiri, kami sudah sepakat untuk mengisi hari libur untuk bersama ke sana. Ketiga cucu kami juga sudah menuju pulih. Badannya tidak lagi panas. Meskipun masih lemah tapi sedikit banyak sudah mau makan.

Kata Nenek (isteri saya: Siti Nurbaya) mereka harus dibawa mandi air asin. "Biasanya bisa memulihkan juga," katanya. Saya tak tahu, itu sugesti-motivasi belaka atau memang ada ilmiahnya. Yang saya setuju, kami memang mesti ke Pantai Pelawan, salah satu lokasi wisata di Kabupaten Karimun untuk berwisata keluarga. Kami perlu menikmati hari libur ini.

Sekitar pukul 09.00 hari itu kami berangkat dari rumah. Kurang dari setengah jam kami sudah tiba di lokasi wisata. Pengunjung lain sudah ramai. Ada yang duduk-duduk sambil menikmari aneka makanan, ada juga yang mandi di bibir pantai. Air tidak seberapa pasang. Dan airnya cukup jernih dengan kelihatan biru dari kejauhan.

Mengambil tempat di salah satu pendopo yang masih kosong, kami bentangkan tikar plastik dan satu karpet getah yang sedikit lebih lembut untuk anak-anak. Si kecil Caca langsung diletakkan dengan posisi menelungkup. Dalam usia kurang lebih 7 bulan dia memang sudah mahir menelungkup dan belajar beringsut. Asyura pula dengan pisiknya kelihatan paling lemah, juga ikut berbaring di atas tikar. Hanya Akiif yang bersemangat ingin segera membuka baju dan celananya untuk mandi. Oomnya, Opy membantunya ke pantai. 

Sejenak, Opy naik dan mengajak Asyura untuk ikut mandi. Dalam penolakannya, Asyura tetap digendong Oomnya. Dia dimandikan dengan baju tanpa dibuka dari badannya. Hanya sebentar. Asyura sepertinya tidak menikmati mandi itu. Justeru tampaknya dia menderita, kedinginan. Akhirnya, setelah seluruh tubuhnya basah oleh air laut, Asyura dibawa naik ke darat dan dimandikan dengan air tawar. 

Melihat Opy dan Akiif mandi, Atok pun ikut mandi. Kali ini, dengan membawa si bungsu Caca ikut ke laut. Kami mandi bertiga.Kali ini Akif bersama Caca tampak menikmati mandi bersama Atok. Inilah pertama kali Caca ke pantai, ke air laut dan mandi bersama Atok. Jika air laut benar-benar memiliki khasiat untuk membantu kesehatan, semoga kami yang mandi, termasuk para pengunjung lainnya akan beroleh kesehatan.***

Catatan M. Rasyid Nur

12 Agu 2019

22 Jul 2019

18 Jul 2019

Dengan 6 Juta Boleh Umroh

Dengan 6 Juta Boleh Umroh

INI berita gembira bagi muslim yang berminat umroh. Dengan hanya Rp 6 jt saja sudah bisa berangkat ke Tanah Suci, Mekkah-Madinah. Silakan menghubungi Pak Nasruddin, di nomor HP 081266557203. Informasi ini masuk ke inbox akun FB saya. Yang mengirimkan informasi ini adalah teman saya itu, Pak Nas, begitu saya menyapanya. "Benar, sisanya bisa dibayar setelah kembali dari Tanah Suci," katanya.