Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan

24 Nov 2019

Cerpen LEMBUTNYA KEDUA TANGANMU

Cerpen LEMBUTNYA KEDUA TANGANMU


Karya: Ponilawati
 
 “Mas…mas… aku masa disik yoo…(pen. pa…pak.. aku masak dulu, ya).” ucapan yang pernah diucapkan seorang isteri untuk menjaga buah hatinya yang masih dalam gendongannya, saat itu sang suami lagi memperbaiki sepeda yang rusa.
              Sukandam seorang suami yang sehari-harinya bekerja sebagai karyawan di perusahaan pembuatan  kapal. Bosnya seorang warga China yang cukup kaya dan berhati  baik dan suka membantu karyawannya.  Bosnya suka menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan saat dalam bekerja maupun masalah keuangan . Pak Sukandam hidup bahagia dengan istrinya, Marwiyah.
            Sebagai seorang buruh kasar pak Sukandam selalu menjaga hubungan baik dengan semua karyawan yang seprofesi dengannya. Pak Sukandam juga menerima upah yang sama dengan karyawan lainnya. Namun demikian penghasilannya belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Tapi pak Sukandam selalu mensyukuri rezki yang ia terima.
   Kedua suami-istri itu sangat menyanyangi  anaknya. Begitu juga dengan anaknya yang menyayangi kedua orang tuanya. Pak Sukandam seorang yang sabar dalam semua hal dan orang yang taat beribadah pada    Allah SWT.  Semua ini dapat dilihat dari perilakunya yang suka pergi ke masjid setiap waktu sholat kecuali beralangan . 
             Pada suatu hari isteri pak Sukandam meminta suaminya untuk membeli barang masakan sehari-hari . Hal ini di karenakan  saat itu Marwiyah sedang sakit. Sementara pak Sukandam saat itu sedang berada ditempat kerjanya sehingga pak Sukandar tak bisa memenuhi permintaan istrinya utuk membeli barang  kebutuhan sehari-hari .
               Hari semakin siang namun belum juga bisa mengerjakan pekerjaan rumahnya dan memasak untuk makanan suaminya di saat pulang kerja. Sementara anaknya  ketika itu dalam kondisi sakit. Marwiyah pergi ke warung dengan menggendong anaknya yang masih sakit. Setelah pulang dari berbelanja kebutuhan sehari-hari buk Marwiyah tetap berusaha untuk memasak. Betapa tanggung jawabnya bu Marwiyah karena terus  berusaha memasak untuk suaminya dan anaknya yang masih sekolah di kelas  enam SD. Saat buk Marwiyah memasak anaknya tetap masih dalam gendongannya. Selesai memasak Bu Marwiyah pun merasa lelah  dan terus istirahat.  Marwiyah duduk sambil memandangi anaknya yang dalam kondisi sakit dengan mengelus kepala tanda kasih sayang yang mendalam. Sesibuk apapun Marwiyah dengan kegiatan sebagai ibu rumah tangga  tetap dia menjaga anaknnya lebih dari dirinya sendiri .
                Beberapa hari kemudian anak pak Sukandam dan buk Marwiyah sehat dari sakitnya. Sebagai orang tua sudah tidak dapat dipungkiri lagi betapa gembira hati seorang ibu.  Digendong, ditimang, dan tidak henti-hentinya pipi merah putrinya ditatap dan dicium berulang-ulang kali .” Yanti.. anak ibuk sayang jangan sakit lagi ya sayang, Yanti buah hati ibuk anak pintar kelak menjadi anak yang sholeha dan sukses .” Itulah ucapan bu Marwiyah pada putrinya.
                Tahun berganti tahun lamanya, Yanti yang selalu disayang ibunya sudah beranjak dewasa hingga masuk  SMA.  Untuk membantu  penghasilan suaminya  bu Marwiyah menjadi seorang pedagang di daerah tempat tinggalnya. Buk Marwiyah tetap masih memperlakukan anaknya dengan baik dengan sentuhan tanganya yang lembut. Ketika Yanti sakit, Bu Marwiyah selalu menepuk-menepuk bahunya dan mengelus kepalanya hingga Yanti tertidur di pelukannya.  Bu Marwiyah memperlakukan semua anak-anaknya dengan penuh kasih sayang .
       Saat anak Pertama Bu Marwiyah yang bernama Sri Maryati  sekolah  Pendidikan Guru  di Bengkalis, Ia selalu datang mengunjunginya. Biarpun hidup dengan sederhana, namun bu Marwiyah tetap memenuhi segala yang diperlukan anaknya. Kadang sampai kebutuhan dirinya tidak ia hiraukan. Sri Maryati yang sudah dewasa aja tetap diperlakukan seperti anak yang masih kecil
                    Kini tangan itu sudah lemah, kini tangan itu sudah tak kuat lagi namun lembutnya sentuhan  tangan bu  Marwiyah tetap mereka rasakan tidak akan putus sampai kapan pun, ibu seorang yang lembut.  Pengorbanan mu tetap akan dikenang anak-anaknya.
     Kewajiban seorang anak yang harus selalu berbakti kepada kedua orang tua telah mereka tunjukkan. Ada peringatan buat kita, jangan sekali-kali kita menyakiti hati seorang ibu. dan  bagi seorang ibu teruslah menjadi seorang ibu yang selalu penuh kasih sayang pada semua anak-anaknya. Bu Marwiyah telah melakukannya dan akan terus melakukannya.***
                                                     
Selesai

31 Okt 2019

PUISI: Aku, Engkau atau Kita yang Salah

PUISI: Aku, Engkau atau Kita yang Salah

Karya M. Rasyid Nur

Akukah atau engkaukah atau kitakah yang bicara
Karena masih juga dibela
Karena masih juga bersilat lidah.
Membakar sakral tanpa aral merasa tak bersalah
Engkau katakan itu bukan menghina 
Itu untuk menyelamatkannya, katanya.
Ada gambar ada video ada tontonan ada yang diperlihatkan 
untuk ditonton bersama, aku, engkau dan kita
engkau dan aku dan kita menatapnya
yang membuat berdiri bulu roma semua
yang membuat darah kian kencang mengalirnya
yang membuat jantung tertusuk jarum beribubanyaknya
Engkau katakan itu menyelamatkannya
Engkau katakan itu bukan menghinanya
Padahal semua muslim yang bertauhid sama
merasa terhina bersama-sama
di depan umum lambang agama dihina. 
Siapa sebenarnya musuh kita, aku, engkau atau kita
Siapa sebenarnya yang salah, aku, engkau atau kita
Siapa sebenarnya yang menghina, aku, engkau atau kita
Padahal negara kita adalah milikku, milik engkau dan milik kita
Mengapa ada angkara murka diantara kita

Bukan kulit bukan warna bukan agama
yang mesti memupuk permusuhan
bhinneka harusnya mengikat erat nyawa dan badan kita

tbk 311019

18 Sep 2019

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu


Karya M. Rasyid Nur 

Di matamu, Ibu dan di mataku ada mata ayah 
Di mataku dan di mata ayah ada matamu, Ibu
Di mata ayah dan di matamu, Ibu juga ada mataku, 
mata merana, Ibu


Ibu, aku dan ayahku adalah satu yang Dia putuskan buat kita begitu
yang seharusnya kita bersatu seperti ruas dan buku tebu
bukan seperti sepatu yang tak bisa menyatu
tapi tak bisa juga satu, Ibu


Ibu dan ayah entah kemana membawa mata
matamu dan matanya
entah kemana membawa mataku tergores sembilu

entah kemana ingin bersatu menelan pilu
Kini di mataku ayah dan ibu tidak punya mata, Ibu

Di mataku, matamu dan matanya adalah derita
Di mataku, matamu dan matanya adalah air mata, air mata buaya
Di mataku, matamu dan matanya adalah buaya telah menerkam mangsa
Di mataku, ibu tetap merana


Bermata buayakah ayah
bermata buayakah ibu yang nestapa 
Tanpa meninggalkanmu, Ibu
Ini adalah waktu memperingatimu
emak ayah dan kita ciptaan-Nya
mengapa tersia-sia

 
Mengapa emak kita yang susah melahirkan kita
yang bertarung nyawa demi anaknya melihat dunia
yang tak pernah mengeluh dalam derita
tetap harus terus dan terus menderita
benarkah di matamu, Ibu ada air mata
benarkah di mata ayah tidak ada air mata
Ibu, ayah siapa saja ada apa di matanya

Ibu, di matamu ada air mata buaya, kata ayah
Ibu, di matamu ada air mata dusta, kata ayah
Ibu, di matamu ternyata hanya ada siksa

Ibu, di matamu tiada kuasa menembus ego ayah
Ibu, di matamu aku ingin berteduh selamanya 


Tbk-170919

17 Sep 2019

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu


Karya M. Rasyid Nur 

Di matamu, Ibu dan di mataku ada mata ayah 
Di mataku dan di mata ayah ada matamu, Ibu
Di mata ayah dan di matamu, Ibu juga ada mataku, 
mata merana, Ibu


Ibu, aku dan ayahku adalah satu yang Dia putuskan buat kita begitu
yang seharusnya kita bersatu seperti ruas dan buku tebu
bukan seperti sepatu yang tak bisa menyatu
tapi tak bisa juga satu, Ibu


Ibu dan ayah entah kemana membawa mata
matamu dan matanya
entah kemana membawa mataku tergores sembilu

entah kemana ingin bersatu menelan pilu
Kini di mataku ayah dan ibu tidak punya mata, Ibu

Di mataku, matamu dan matanya adalah derita
Di mataku, matamu dan matanya adalah air mata, air mata buaya
Di mataku, matamu dan matanya adalah buaya telah menerkam mangsa
Di mataku, ibu tetap merana


Bermata buayakah ayah
bermata buayakah ibu yang nestapa 
Tanpa meninggalkanmu, Ibu
Ini adalah waktu memperingatimu
emak ayah dan kita ciptaan-Nya
mengapa tersia-sia

 
Mengapa emak kita yang susah melahirkan kita
yang bertarung nyawa demi anaknya melihat dunia
yang tak pernah mengeluh dalam derita
tetap harus terus dan terus menderita
benarkah di matamu, Ibu ada air mata
benarkah di mata ayah tidak ada air mata
Ibu, ayah siapa saja ada apa di matanya

Ibu, di matamu ada air mata buaya, kata ayah
Ibu, di matamu ada air mata dusta, kata ayah
Ibu, di matamu ternyata hanya ada siksa

Ibu, di matamu tiada kuasa menembus ego ayah
Ibu, di matamu aku ingin berteduh selamanya 


Tbk-170919

2 Agu 2019

27 Jul 2019