13 Apr 2024

Materi Khutbah Idul Fitri 1445


SEMBARI mengagungkan asma Allah, marilah kita bersyukur atas rahmat dan nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kita. Alhamdulillah, pagi ini kita diizinkan hadir bersama untuk menyemarakkan syiar Dinullah, melaksanakan salat Idul Fitri, 1445 H bersamaan 2024 M di Masjid Baitussalam ini. Kiranya segala ikhtiar, tenaga, harta dan masa yang kita dedikasikan ini akan mendapat ridho Allah Swt, amin ya robbalalamin.

Sholawat dan salam kita persembahkan untuk junjungan alam, Rasulullah Saw atas kegigihan dan keuletan serta kesabarannya menyampaikan risalah Allah kepada umatnya, telah mengantarkan kita ke gerbang panduan akidah yang benar. Jika kita berpegang teguh dengannya, insyaallah akan menyelamatkan kita dari kesasatan. Kata Nabi, "Telah kami tinggalkan dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengannya, kalian tidak akan sesat selamanya."

Kaum muslimin, hamba Allah yang mulia.
Judul khutbah kita pada pagi ini, ‘Memantapkan Hubungan dengan Allah dan Sesama Manusia Itulah Buah Takwa’. 

Saat ini kita tengah merayakan Idul Fitri. Merayakan kemenangan setelah satu bulan penuh menjalani ujian pengendalian nafsu. Selama satu bulan, kita berpuasa, tidak sekadar puasa dari makan, minum, merokok, dan lain-lainnya tetapi kita juga berpuasa dari berbicara, mendengar, melihat bahkan berpikir kepada segala sesuatu yang dilarang Allah. Hari-hari satu bulan yang lalu, itu alhamdulillah telah kita lewati dengan memperbanyak amal-ibadah kepada-Nya.

Selama satu bulan kita berjuang lahir dan batin. Teriknya mata hari yang membuat lapar dan dahaga di siang hari, beratnya kerja yang menjadikan badan kehabisan tenaga, tidak menyebabkan kita silau dan khilaf untuk membatalkan puasa. Begitu pula di waktu malam, badan letih tidak menggoyahkan iman dan kesungguhan kita untuk memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah. Tarwih, witir, tadarus alquran serta ibadah lainnya kita tunaikan demi mendapatkan  keridhoan Allah Swt. Itulah bukti kita mematuhi perintah-Nya; athii’ullaha wa athii’urrasul, patuh kepada Allah dan patuh juga kepada Rasul-Nya.

Memang berat. Namun dengan kesungguhan dan kesadaran bahwa hidup di dunia yang bagaimanapun menyenangkan, toh akan berakhir dengan kematian: pertanda akan bermulanya hidup abadi dengan pertanggungjawaban penuh atas apa yang kita lakukan di dunia ini. Kita sadar betul bahwa apapun yang kita perbuat di dunia, kelak akan kita pertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Sekecil apapun perbuatan, baik atau buruk, itu akan kita pertanggungjawabkan. Kepada kita akan diperlihatkan apa yang telah kita lakukan. Faman ya’mal mitsqoolazarrotin khairon yaroh, waman ya’mal mitsqoolazarrotin syarraan yaroh. 

Allahu akbar ..3 x
Sidang Idul Fitri yang dirahmati Allah.
Kehadiran Idul Fitri dan hari-hari selanjutnya, adalah kesempatan kita membuktikan kokohnya hubungan kita dengan Allah (hablumminalloh) dan kian kuat pula hubungan sesama kita, manusia (hablumminannas). Dua hubungan, vertikal dan horizontal haruslah menjadi dasar langkah kita meninggalkan Ramadhan, menyambut Syawal dan bulan-bulan seterusnya.

Harmonisasi hubungan dengan Allah di satu sisi, serta harmonisnya hubungan sesama manusia di sisi lain adalah jaminan akan terwujudnya harmonisasi kehidupan manusia baik dalam bahtera kehidupan duniawi terlebih lagi dalam usaha mempersiapkan kehidupan ukhrawi yang abadi. Itulah buah takwa yang menjadi harapan kita. Tanpa hubungan baik itu betapa akan sulitnya kita menjalani hidup kita. Malah jika hubungan ini tidak mampu kita jaga malapetaka akan senantiasa menghadang kita. Firman Allah, "Dhuribat alaihimuzzillatu aina ma tsuqifu illa bihablin mina llahi wahablin minannas."
Artinya: Akan ditimpakan ke atas mereka kehinaan (seperti kesusahan, kesukaran, gangguan dll) kecuali jika mereka tetap berpegang teguh dengan tali (agama) Allah dan begitu pula memperkokoh hubungan sesama manusia.

Hadirin, sidang jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Hubungan dengan Allah berarti secara keseluruhan setiap gerak-langkah serta tindak-tanduk kita tak boleh terlepas dari kendali aturan Allah. Tidak hanya tatkala sholat, berpuasa, haji, tadarus atau tahajjuj, bahkan saat minum, tidur, bekerja, berolahraga, dll, kita harus tetap menjaga hubungan dengan Allah. Itu semua harus selalu berada dalam koridor hablumminallah, karena itulah bukti takwa sesungguhnya.

Sebagai petani, misalnya jadilah petani yang yang diredhoi Allah, yaitu petani yang berharap hasil dari apa yang ditanam. Bukan petani yang diam-diam memindahkan sempadan tanah atau diam-diam memetik buah tanaman orang lain. Sebagai nelayan, jadilah nelayan yang diredhoi Allah, yang hanya mengambil dan memanfaatkan hasil dari tangkapannya. Sebagai pedagang, hendaklah berdagang dengan baik dan jujur. Pedagang yang memperoleh keuntungan untuk dirinya tanpa menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Begitu pulalah profesi lainnya, sebagai aparatur pemerintah, pegawai negeri, pengusaha, misalnya. Apapun aktifitas-muamalah kita ingatlah senantiasa kepada Allah. Bayangkanlah selalu bahwa Allah senantiasa ada bersama kita. Itulah bukti terpeliharanya hubungan dengan Allah supaya kita tidak melakukan kecurangan dan kezoliman dalam bekerja. Kata Nabi, "Bahwa engkau menyembah Allah (beraktifitas) hendaklah seakan-akan engkau melihat-Nya; dan apabila engkau tidak bisa melihat-Nya, (yakinlah) sesungguhnya Allah melihatmu."

Dengan mengingat dan mengikuti aturan Allah berarti kita telah menjadi orang beriman dan senantiasa menjalin hubungan serta berpegang teguh dengan ketentuan Allah. Itulah orang beriman yang hatinya akan tenang bilamana mengingat Allah karena sesungguhnya itulah buah takwa yang kita perjuangkan selama Ramadhan. Firman Allah dalam surat Ar-Ra’du yang artinya, "Orang-orang beriman, akan senantiasa tentram hatinya bila mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hatimu akan tenang dan tentram."

Allahu akbar 3x, walillahilhamd.
Hadirin, kaum muslimin rahimakumullah,
Hubungan kedua yang wajib kita bangun dan mantapkan adalah hubungan sesama manusia, hablumminannas. Yang pertama adalah hubungan antara seorang anak dengan kedua orang tuanya dan sebaliknya, atau dalam keluarganya. Selanjutnya hubungan sesama manusia lainnya.

Dalam surah Al-Isra’ ayat 23 Allah berfirman yang artinya, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan ‘Ah’, dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu berdiri sendiri. Setinggi apapun pangkat dan jabatan, tidak ada gunanya tanpa kurir. Jenderal tidak bermanfaat tanpa prajurit. Kepla Kantor, Kepala Sekolah atau kepala pejabat apapun, tidak akan ada jika tidak ada murid atau bawahannya. Yang kaya ada karena ada yang miskin. Begitulah keterkaitan manusia satu dengan lainnya. Maha adil Allah dengan ciptaann-Nya. Tapi Allah menegaskan bahwa hubungan dengan kedua orang tua adalah kunci dari segalanya. Bahkan ditegaskan oleh Nabi, bahwa ridho Allah akan diukur dan ditentukan oleh ridho orang tuanya. Jadi, hubungan dengan orang tualah yang didahulukan bersamaan hubungan sesama manusia lainnya.

Ingatlah, tidak mungkin kita mampu mambalas jasa dan pengorbanan kedua orang kita. Sedari kecil hingga dewasa, betapa kehidupan kita sangat ditentukan oleh orang tua kita. Bahkan seorang ibu, sedari dalam kandungan sudah merasakan betapa derita merawat, memelihara dan membesarkan anak-anaknya. Itu tidak akan pernah mampu terbalas oleh kita dengan apapun. Hanya hormat dan berbuat baiklah yang yang akan menentukan hubungan kita akan terus harmonis dengan orang tua kita.

Hadirin,
Lalu hubungan sesama manusia lainnya menjadi dasar pula untuk harmonisasi hubungan dengan Allah. Itulah sebabnya dengan tegas Allah mengingatkan bahwa kita akan senantiasa dalam liputan kesulitan bilamana tidak menjaga dan memperkokoh hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia, sebagaimana firman-Nya dalam surah Ali-Imran ayat 112 itu tadi. Apa saja yang akan kita lakukan tidak dapat dan tidak mungkin kita menapikan orang lain. Karenanya, hubungan sesama manusia wajib tetap dijaga dan dipelihara sepanjang hayat kita. Baik di rumah tangga dan keluarga, bermasyarakat dan berbangsa, kita tidak ingin Allah mencela kita dengan bermacam musibah menimpa, hanya karena tidak terjaga dan terpeliharanya hubungan harmonis sesama manusia.

Allahu akbar 3x, walillahilhamd.
Kaum muslimin, jamaah Idul Fitri rahimakumullah,
Lalu bagaimana kita menjaga hubungan baik kita sesama manusia? Ada beberapa langkah strategi yang mesti kita lakukan, 

1. Pemaaf; memberi maaf kepada seseorang, baik sengaja maupun tidak sengaja telah melakukan kesalahan kepada kita merupakan langkah awal terciptanya rasa damai dan tenteram di antara kita. Segala bentuk perselisihan permusuhan dan kekhilapan akan berakhir dengan kedamaian jika kita mampu saling memaafkan. Melupakan segala bentuk dendam dengan memulai lembaran baru yang harmonis adalah peringkat paling tinggi dan mulia di antara orang-orang pemaaf. Firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 199, khudzil ‘afwa wakmur bilma’ruf waa’ridh ‘aniljaahilin. Artinya, 'Jadilah engkau orang-orang yang suka memberi maaf; dan ingatkanlah orang untuk berbuat baik serta menghindar dirilah dari orang-orang bodoh.' Sementara pada ayat lain surah Asy-Syuura Allah mengatakan, faman ‘aafa waashlaha faajruhu Alallah. Barangsiapa yang suka memberi maaf maka Allah menjanjikan pahala untuknya.

2. Rendah Hati; dengan sifat rendah hati orang akan terhindar dari sifat sombong dan angkuh. Firman Allah dalam surah Al-Furqan ayat 63, Wa'ibaadurrahmanillaziinyamsyuuna alal ardhi haunan waiza khathobahumul jaahiluuna qaaluu salaaman. Maksudnya, 'Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Pengasih adalah mereka yang berjalan di muka bumi ini dengan rendah hati, tidak angkuh; dan apabila orang jahil menyapa atau bersikap tidak sopan terhadap mereka maka mereka menjawab dengan jawaban yang dapat menimbulkan kedamaian.'

Jadi, sifat rendah hati akan membuat orang senang dan damai dengan kita. Sebaliknya sifat tinggi hati dan sombong akan membuat orang menjauh dari kita.

3. Bersyukur; bersyukur berarti senantiasa mengingat dan memperhatikan apa saja yang diperoleh dan menerimanya dengan ikhlas. Bersyukur atas segala sesuatu yang kita peroleh bermakna pula kita harus menyadari dari mana sesuatu itu diperoleh. Di situlah kita akan dituntut untuk tetap menjaga hubungan dengan si pemberi yaitu Allah Khaliqul Rahman. Dalam salah satu hadis, nabi mengingatkan kita, 'Barangsiapa yang tidak menyadari bahwa Allah memiliki anugerah kepadanya selain makan dan minum maka ia telah membatasi usahanya dan akan mempercepat jatuhnya malapetaka kepadanya.'

Kita harus membuktikan bahwa rasa syukur kita tidak sekadar ikhlas menerima anugerah Allah, tapi juga ikhlas dan sabar bilamana rizki yang diberikan Allah akan kita sampaikan di jalan Allah. Jika kita melihat orang-orang miskin dan anak yatim membutuhkan kita, segeralah kita ulurkan tangan kita untuk mereka. Itulah wujud syukur yang dikehendaki Allah. 

Hadirin, sidang idul fitri yang dirahmati Allah,
Demikianlah sedikit tausiah kita pada pagi Idul Fitri ini. Sekali lagi, mari kita sadarilah bahwa hubungan yang kokoh dengan Allah dan dengan manusia itulah buah takwa yang selama satu bulan kita perjuangkan. Untuk itu hendaklah kita pahami betapa mutlaknya hubungan ini kita jaga dan kita perkokoh dari waktu ke waktu. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk menjaga hubungan ini, amin. Billahi taufiq walhidayah, Wasalamu’alaikum ww.

Wonosari, 10 April 2024

* Dibawakan untuk khutbah Idul Fitri 1445/ 2024
di Masjid Baitussalam, Pamak, Tebing

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar