Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

10 Mar 2020

Komitmen itu Penting

Komitmen itu Penting

Oleh M. Rasyid Nur
INI masalah komitmen. Tentang perlunya komitmen kita. Perlunya pertahanan yang kuat untuk menjaga janji. Janji kepada diri sendiri. Bukan janji kepada orang lain. Janji kepada diri sendiri lazimnya lebih mudah membuktikannya.

Hanya diri sendiri saja yang bisa memaksa diri untuk tidak ingkar janji pada diri sendiri. Selama kekuatan untuk komitmen kepada janji maka selama itu konsistensi akan bisa bertahan di hati. Janji kepada diri sendiri hanya berkaitan dengan diri itu sendiri.

Bahwa ada kesulitan, ya. Akan ada halangan dan tantangan, ya. Itu memang sunnah kehidupan. Setiap usaha untuk mendapatkan, wajib ada perjuangan. Dan perjuangan adalah usaha mengatasi kesulitan. Harus juga diingat bahwa di balik kesulitan, akan selalu ada kemudahan. Kesulitan ada tersebab adanya kemudahan.

Ketika misalnya kita sedang berjanji kepada diri untuk menyelesaikan tugas, katakanlah tugas menulis per waktu yang sudah ditetapkan, maka di situlah komitmen wajib dijaga. Jangan alasan sulit menyebabkan kita mengubah janji kepada diri sendiri. Inilah inti mengatasi kesulitan. Kalahkan diri sendiri.

Jadi, sulit atau kesulitan bukanlah tempat kita berkelit dari tugas dan tanggung jawab. Pokoknya tunaikan kewajiban sebagaimana sudah ditekadkan. Jauhkan sikap merasa kesulitan. Itulah komitmen. Komitmen kepada diri sendiri.***

Ada juga di www.mrasyidnur.gurusiana.id

27 Feb 2020

Kekuasaan Allah Menjadi Penentu: Menyikapi Tertundanya Keberangakatan Jamaah Umroh

Kekuasaan Allah Menjadi Penentu: Menyikapi Tertundanya Keberangakatan Jamaah Umroh

Oleh Mochamad Nasrudin (Monas)
KEKUASAAN Allah di atas kekuasaan siapapun makhluk di planet ini. Itulah ungkapan yang paling tepat untuk mengungkapkan kejadian batal berangkatnya ribuan jamaah umroh Indonesia.

Kita boleh saja menyusun schedule serapi mungkin, kita boleh saja mengaku paling berpengalaman dalam memberangkatkan jamaah, kita boleh saja merasa sebagai travel umroh terbesar, paling bonafit, kita sebagai jamaah boleh saja sangat yakin pasti akan berangkat dalam waktu dekat.

Tapi kita harus tetap rendah hati, dan mengakui bahwa kekuasaan Allah di atas kehebatan kita. Kehendak Allah di atas kemampuan kita, di atas keprofesionalan kita.

Allah bisa membalikkan kenyataan yang tidak mungkin terjadi hanya dengan virus yang tdk nampak. Siapa menduga,  kejadian yang tdk pernah terjadi ini, distop nya arus jama'ah umroh dari berbagai negara oleh otoritas kerajaan Arab Saudi.

Ada travel yg dg sombong nya pasti akan memberangkatkan jamaah nya beberapa hari sebelumnya, ada jamaah yg sdh walimatussafar begitu yakinnya pasti akan berangkat, ada yg sdh di bandara keberangkatan akhirnya kecewa krn ditahan,tdk boleh berangkat.

Tentunya ini adalah contoh dan bukti kekuasaan Allah, bahwa kita lemah, sangat lemah bahkan tdk ada apa apanya dihadapan kekuasaan Allah.

Ini pelajaran besar yang harusnya kita jawab dg subhanallah walhamdulillah Wallahu Akbar, karena kita sedang menyaksikan kemahakuasaan Allah yang maha besar. tidak selayaknya kita jawab fenomena ini dg kekecewaan, alasan alasan, atau bahkan kesombongan lainnya, ataupun pertunjukan baru kepada manusia lainnya bahwa kita hebat, kita kuat, kita mantap

Cukup... cukuplah sejenak kita merenungi kejadian ini...kita renungi kemahakuasaan Allah, sambil mengakui di dalam hati, bahwa kita lemah, kita tdk kuasa atas apapun kecuali Allah, sembari berucap subhanallah ya Allah, engkau maha besar, innaka ala kulli syaiin qodir. Engkau kuasa atas segala sesuatu.

Pengakuan terhadap kemahakuasaan Allah sambil berusaha membunuh kesombongan kita, bergantung hanya kepada Allah, insyaallah kejadian ini akan menjadi amal ibadah bagi kita semua. Namun jika kita tdk terima dg ketetapanNya, tetap memelihara perasaan paling hebat dlm diri kita,  dan bentuk bentuk ketidak terimaan atas ketetapan Allah, maka fenomena ini tdk akan mampu kita manfaatkan sebagai amal ibadah di sisi-Nya.

5 Feb 2020

Menyikapi Blog Kita Dibobol Juga: Catatan Ketika Gurusiana Tak Bisa Dibuka

Menyikapi Blog Kita Dibobol Juga: Catatan Ketika Gurusiana Tak Bisa Dibuka

Oleh M. Rasyid Nur
BAGAIMANA seharusnya kita yang hampir setiap saat bergelut dengan Medos (seumpama FB, IG, Blog atau Websiet, dll) dibobol orang tak kita kenal? Kalaupun kita saling kenal tapi tidak kita inginkan? Saya yakin ada di antara kita yang mengalaminya. Lalu bagaimana sikap kita?

Ini pengalaman saya pagi Kamis (30/01/2020) beberapa waktu yang lalu. Pengalaman jelek itu lama teringatnya. Pengalaman ketika saya tidak bisa mengakses blog Gurusiana, yang saya menjadi member di dalamnya bersama ribuan member lainnya. Blog bersama yang beralamat di www.mrasyidnur.gurusiana.id itu benar-benar membuat kesal waktu itu. Pasti juga member lainnya akan kesal karena hari itu semua penghuni blog guru itu merasakannya.

Pengalaman sedih hari itu menambah daftar pengalaman sedih sebelumnya. Karena satu hari sebelum Kamis itu, ingat saya, juga tidak bisa mengaupload foto untuk ilustrasi tulisan. Dan sepekan sebelum itu juga ada pengalaman duka, ketika alamatnya seolah ditelan bumi. Tidak bisa ditemukan di lokasi sebelumnya. Katanya lagi dihack oleh 'tangan jahil'. Intinya, gurusianer bingung.

Itulah pengalaman berselancar di blog Gurusiana.id belakangan beberapa hari yang lalu itu. Tiba-tiba saja saya ingin menuliskannya kembali hari ini. Saya ingin berandai-andai. Jika blog ini adalah rumah kita, para gurusianer yang pagi-siang-malam hampir selalu berada di dalamnya, tiba-tiba kita tidak bisa masuk. Bukan hanya ruangnya yang sempit, bahkan sekali waktu pintunya bahkan tidak bisa dibuka. Seolah ditutup dan dikunci dari dalam. Kita pun berkeliling melihat-lihat kalau ada pintu atau jendela sekalipun tempat masuk.

Ternyata hari itu tidak ada. Sedih, tak? Ya, sedih. Sedih sekali. Sakitnya tuh, di sini. Tapi apa boleh buat. Itulah pengalaman yang enak tak enak memang sudah dialami. Mau bagaimana lagi. Suka tak suka, begitulah adanya.

Sesungguhnya bagi yang punya rumah dan yang memegang gemboknya ini persoalan biasa. Begitu pula bagi para gurusianer, meski sebagai pengunjung sekaligus penghuni yang mengerti IT juga akan mengatakan ini biasa-biasa saja. Tapi bagi yang gaptek seperti saya, rasanya ini adalah masalah yang tidak saja membuat jantung berdebar tapi serasa berkeringat dingin.

Bagaimanapun, kini, rumah kita ini kembali bisa dihuni. Para gurusianer tidak perlu berlama-lama menjadi gelandangan. Kalaupun ada rumah sewaan yang lain, tetap saja rumah sendiri lebih nyaman. Atau, jikapun ada rumah panti yang gratis, tapi bukan rumah kita, tetap tidak lebih enak dari pada rumah sendiri.

Persoalan utama yang ingin saya tanyakan kepada Anda pembaca, bagaimana seharusnya sikap kita jika mengalami seperti kejadian dalam catatan itu? Bisa saja kita jawab dengan sederhana, "Ya, sudah. Mengapa juga dipikirkan. Orang Jakarta saja mengatakan, emang gua pikirin?" Sikap itu tentu tidak masalah buat kita.

Tapi jika kita ingin memberikan sedikit pencerahan kepada pembaca kita tentu saja kita tidak menjawab sesederhana itu. Paling tidak kita akan mengatakan, 1) hubungi admin atau pengelola blog kita. Jika itu blog bersama (grup) pasti ada orang atau lembaga yang mengelolanya. Laporkan saja. 2) jangan biarkan 'pencoleh blog' berlama-lama menguasai blog kita. Jika admin atau pengelola tidak bisa mengatasinya, kita harus berusaha mencari ahli yang menguasai masalah kerusakan yang kita hadapi. Dan tentu masih banyak lagi.

Bagi member blog Gurusiana yang pada kesempatan itu merasakan begitu kecewa atas kasus itu alhamdulillah tidak berlama-lama kasusnya. Para pengelola Gurusiana dengan tanggap segera dapat mengatasi masalah itu.

Semoga dan semoga, ke depan ini tidak lagi ada yang ingin merusak rumah ini. Jangan lagi ada orang lain yang dengan niat jahat membuat kita para gurusianer tidak bisa nyaman di rumah sendiri.***

28 Jan 2020

Virus Corona vs Virus Gurusiana, ‘Pemenangnya Siapa?’

Virus Corona vs Virus Gurusiana, ‘Pemenangnya Siapa?’


Oleh M. Rasyid Nur
BEBERAPA hari belakangan ini, berita yang paling menyedot perhatian adalah berita tentang virus corona. Virus yang marak dan bermula di Negeri China, itu kini justeru dikhawatirkan oleh semua Negara di muka bumi. Termasuk Indonesia. Beberapa Negara bahkan sudah membuat semacam travel warning untuk penduduknya yang berniat mau ke Negara China.

Berita virus yang pernah ditemukan melalui kelalawar itu memang kiang marak. Menurut berita media, penularan virus corona semakin tak terbendung. Provinsi Wuhan, daerah awal berjangkit dan terus menyebar di Negeri Panda itu sudah diisolasi sejak beberapa hari lalu. Orang-orang tidak boleh keluar tanpa izin penguasa setempat di wilayah ini. Akibatnya jalan-jalan lengang. Supermaket juga lengang.

Info yang kita baca, salah satu media menyatakan sudah tedeteksi 1.320 kasus virus corona di dunia. Ini data WHO  yang disiarkan salah satu media online. Tapi media lainnya malah mengatakan bahwa kasus corona sudah tercatat sebanyak  2.014 kasus dengan 56 orang dinyatakan meninggal. Sangat menakutkan. Virus corona benar-benar menyedot berita.

Bagi para gurusianer yang saat ini tengah berhempas-pulas untuk menjaga disiplin tantangan gurusiana yang ditaja Media Guru justeru yang viral di kesehariannya adalah serangan virus Gurusiana itu sendiri. Setiap gurusianer benar-benar sudah demam tantangan gurusiana. Jadi, perang antara virus corona versus virus gurusiana sepertinya akan terus berkecamuk di hati dan perasaan para gurusianer. Perang itu bisa 30 hari, 60 hari bahkan ada yang akan bertahan dalam perang ini selama 90 hari sejak hari pertama pelatuk senjata perang ditarik.

Virus yang mana yang akan memenangkan perang ini? Apakah sibuk dengan berita-berita virus corona yang hampir semua media menyiarkannya, atau akan konsisten menjaga tekad dalam disiplin tantangan gurusiana? Waktu-waktu yang dilalui ini akan menjadi skasi.

Bagi gurusianer yang telah ikut tantangan sejak hari pertama ketika diumumkan Media Guru, hari ini sudah masuk tantangan hari ke-15. Tapi boleh jadi ada yang memulainya beberapa hari sesudah jadwal itu, mungkin baru memasuki tantangan ke-14 atau di angka sebelum itu. Terserahlah. Pengelola tantangan sudah member aturan, boleh menyusul. Yang menjadi dasar penilaian adalah konsistensi setiap hari.

Akankah perang antara dua virus ini berlangsung lama? Kita tidak bisa menyimpulkannya sekarang. Yang penting, untuk urusan virus corona biarlah diurus oleh yang berkompeten di situ. Sedangkan para gurusianer teruslah berkarya dengan menjaga tantangan ini***

14 Jan 2020

Ternyata Indonesia Belum ‘ Merdeka'  Sebenarnya?

Ternyata Indonesia Belum ‘ Merdeka' Sebenarnya?


Oleh M. Rasyid Nur
INI sebuah ilustrasi. Sebuah dialog seorang guru di depan kelasnya. Bertanya kepada para siswanya tentang negara, Indonesia. Sebagai guru yang mengajar dan mendidik anak-anak di sekolah paling awal, ibu guru kita ini merasa perlu bertanya begitu.
“TAHUN berpakah Indonesia merdeka?"  Seorang Guru bertanya kepada siswa.
"Tahun 1945, Bu. Tepatnya, pada 17 Agustus 1945,"  jawab seorang siswa. Anak SD bisa menjawab, itu biasa. Bolehlah dipastikan, hampir semua siswa tahu kapan Indonesia merdeka.

"Bagus. Bagus. Proklamasi kemerdekaan itu dibacakan oleh Sukarno," tambah Bu Guru dengan bangga karena siswanya dianggap mengerti sejarah.

"Ah, belum Bu.” Tiba-tiba seorang siswa laki-laki memecah ketenangan itu. “ Kita belum merdeka, Bu!." Sambungnya menambahkan sambil mengangkat tangan.

Seisi kelas terdiam. Guru terdiam, siswa lain juga terdiam. Hanya saling pandang dan seolah tersenyum hendak mengejek siswa yang mengacungkan telunjuk. Bagaimana dia berani mengatakan belum merdeka? Begitulah kira-kira pertanyaan di hati masing-masing.

Siswa tersebut lalu menambah penjelasannya, "Bacalah berita, lihat di wilayah Kepulauan Riau dan sebagian Bangka Belitung, pesawat yang mau turun dan naik dari dan ke udara dari sana ke wilayah Indonesia lainnya tak bisa kalau tak diizinkan Singapura. Artinya kita belum merdeka, Bu." Siswa itu memberikan argumennya.
Ilustrasi itu tepat sekali menggambarkan betapa Negara kecil Singapura, tetangga kita itu  ternyata bisa menjajah Indonesia. Konon sejak tahun 1946, buah perundingan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yang diadakan di Dublin, Irlandia,  Maret 1946 (tanpa dihadri utusan Indonesia) organisasi itu memberi mandat kepada Negeri Singa itu untuk mengontrol wilayah udara tetangganya, termasuk Indonesia. Artinya seumur kemerdekaan Indonesia saat ini, kita masih juga dijajah dalam hal berkuasa di udara sendiri oleh sebuah Negara tetangga. Negara kecil lagi jika dilihat luas wilayah dan jumlah penduduknya.

Ini benar-benar menggoyahkan pertahanan bangsa kita. Sebuah kasus menyedihkan, yang menunjukkan betapa Indonesia tidak merdeka terhadap wilyahnya. Pada tahun 1991 lalu,konon  ketika Menhankam waktu itu, LB. Murdani ingin mendarat di bumi Natuna (wilayah Indonesia) tidak serta-merta dapat turun dari pesawat udara yang membawanya. Singapura tidak menggubris permintaan pilot untuk mendarat. Miris sekali, kan?

Setelah mengemis/ merengek-rengek selama 15 menit barulah dapat izin dan pesawatnya boleh turun. Izin dari Singapura benar-benar menghambat tugas kenegaraan seorang pejabat tinggi Angkatan Bersenjata RI waktu itu. (baca Lipsus Riau Pos Minggu, 18 Maret 2012)  Menggeramkan? Itulah faktanya. Di saat Mendikbud kita mempopulerkan istilah merdeka di ranah pendidikan kita, rupa-rupanya secara politik kita juga kasih dianggap belum merdeka. Hadeuh!

Rakyat bisa saja dianggap tidak terlalu mengerti lika-liku otoritas yang didapat Singapura atas kedaulatan wilayah RI itu. Tapi yang saat ini dirasakan oleh rakyat pasti sama: kok Indonesia bisa dijajah Singapura? Dan penjajahan itu terasa real atas wilayah udara bangsa. Bangsa kita benar-benar tidak berdaulat.

Yang selama ini baru dipahami masyarakat (meski juga menyakitkan) adalah penjajahan ekonomi negara-negara maju (termasuk Singapura juga) atas ekonomi Indonesia. Tapi penjajahan atas wilayah (udara) tak sebegitu dipahami dan didengar masyarakat. Bisa jadi ini juga kesengajaan pihak-pihak tertentu untuk menutp-nutupinya di mata rakyat. Dengan begitu seolah-olah kita tetap merdeka padahal belum merdeka.

Singapura yang sengaja menyembunyikan koruptor-koruptor Indonesia di negerinya, selama ini pun belum membuat prustrasi Bangsa besar ini terhadap kepongahan Singapura. Belum terdengar nada permusuhan bangsa ini menyikapi kebiajakan memelihara koruptor yang menghisap kekayaan Indonesia itu. Seribu alasan dibuatnya untuk tidak mau menyepakati perjanjian ekstradisi antar kedua negara. Untuk hal ini, sepertinya kita juga pura-pura tak mengerti.

Kini dengan berita penajajahan ala Singapura ini, akankah kita masih diam juga? Seberapa besarkah ketergantungan bangsa dengan 250-an juta penduduk ini kepada Singapura? Tidak bisakah Bangsa kita menunjukkan sedikit ketegasannya demi marwah dan kedaulatan yang dijamin undang-undang itu? (Siapa yang mau 'menepuk dada, menanyakan selera' terhadap fakta memalukan ini?) Sungguh banyak pertanyaan yang menyesak dada kalau memikirkan kemerdekaan yang terjajah ini.***
Sudah diposting juga diblog pribadi lainnya

28 Des 2019

Harpitnas, Efektifkah atau Mubazir Saja?

Harpitnas, Efektifkah atau Mubazir Saja?

Oleh M. Rasyid Nur
LIBUR semester gasal --bagi guru-- masih berjalan. Sesuai kalender pendidikan dan pengumuman yang disampaikan Dinas Pendidikan dan atau oleh satuan pendidikan, Libur Semester Gasal Tahun Pelajaran 2019-2020 baru akan berakhir pada 3 Januari 2020 (bagi sekolah yang menerapkan sistem fullday atau sekolah lima hari sepekan) atau 4 Januari 2020 (bagi sekolah yang menerapkan sistem belajar enam hari sepekan). Artinya, sekolah baru dimulai kembali untuk Semester Genap pada 6 Januari 2020. 

Bagi pegawai non guru, di akhir tahun juga selalu ada libur. Libur bertepatan dengan Natal umat Kristiani yang sudah menjadi Libur Nasional dan libur tahun baru. Keduanya dalam rentang hari yang dekat, 25 Desember untuk Libur Natal dan 1 Januari untuk Libur Tahun Baru. Libur ini berlaku tentunya untuk semua pegawai di negeri ini. Jika ada yang terpaksa tidak libur, biasanya disebabkan penugasan pekerjaan tertentu.
 
Senin (23/12/2019) tahun ini dapat disebut sebagai 'SeninTerjepit' atau hari terjepit bagi pegawai non guru. Istilah yang belakangan cukup populer di telinga kita. Menurut ketentuan, hari Senin itu adalah hari kerja. Hari yang bagi seorang aparat negara dengan gaji dan penghasilan dari pekerjaannya, pada hari itu sejatinya adalah hari kerja biasa. Tapi sering menjadi tidak biasa karena diapit oleh liburan atau tidak bekerja. 

Pada Sabtu-Ahad (21-22 Desember) itu adalah hari libur, akhir pekan. Pegawai tentu libur. Biasanya libur dua hari juga dimanfaatkan untuk bepergian entah keluar kota atau kemana. Tapi hari Seninnya, kan hari kerja yang besoknya, 24 Desember akan ada libur lagi, libur cuti Bersama untuk perayaan Natal itu yang akan jatuh pada 25 Desembernya. Inilah hari terjepit yang sering disingkat menjadi Harpitnas (Hari Terjepit Nasional) oleh orang-orang tertentu saja. 

Haruskah alasan Harpitnas itu pekerjaan dan kewajiban yang sudah dipikulkan akan ditinggalkan? Inilah pertanyaan yang patut kita ajukan ke diri kita masing-masing jika kita adalah seorang aparat (pegawai) yang digaji dan diberi penghasilan oleh Negara atas pekerjaan (profesi) kita. Tentu tidak pada tempatnya alasan hari terjepit dijadikan alasan untuk meliburkan diri. Apapun alasannya, tidak elok meliburkan diri atau minta izin libur karena alasan hari itu adalah hari 'tanggung' karena alasan libur di depan dan di belakangnya.

Tapi pertanyaan penting lainnya, jika tetap masuk kerja apakah akan efektif dengan satu hari saja bekerja lalu libur lagi selama dua hari? Bukankah ide bekerja lima dengan jam per harinya lebih lama berbanding enam hari tapi jam per harinya lebih sedikit adalah untuk mendapatkan efektivitas yang memadai? Baik segi penggunaan energi, tenaga (perjalanan pulang-pergi) dan banyak lagi. Artinya, jika satu hari lalu istirahat lagi akan efektif? Dan kecenderungan sebagian pegawai untuk tidak hadir pada hari-hari seperti itu dengan berbagai alasan?

Sesungguhnya, jika semua pihak bisa memastikan bahwa bekerja di hari terjepit itu tetap bisa efektif, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Apapun alasannya, jika satu hari itu adalah hari bekerja sesuai jadwal, maka semua pegawai wajiblah bekerja.***