Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan

7 Mei 2022

Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan

Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan


Catatan M. Rasyid Nur
KITA baru saja meninggalkan atau ditinggalkan bulan Ramadan. Selama satu bulan kita bersamanya, selama satu bulan itu pula kita berusaha meraih derajat terbaik yang dijanjikan-Nya. Janji itu hanya ada di bulan puasa. Itulah derajat takwa yang insyaallah akan menjadi modal kita beroleh tiket masuk surga-Nya. Di bulan Ramadan, dengan ibadah yang dilaksanakan sepenuh iman dan semata karena Tuhan maka dosa-dosa masa lalu itu akan mendapatkan ampunan. 

Meraih derajat takwa disebut pula dengan meraih kemenangan. Kalau ada kemenangan artinya harus ada yang dikalahkan. Atas keberhasilan mengalahkan itulah disebut meraih kemenangan. Adapun bentuk-bentuk kemenangan yang didapatkan antara lain kemenangan dengan kemurahan hati yang mengalahkan sifat kikir dan tamak. Lalu ada kemenangan lain keikhlasan yang mengalahkan sifat riya.

Kemenangan kemurahan hati  yang mampu mengalahkan sifat kikir dan tamak adalah kemenangan besar yang sebagian orang mampu meraihnya di bulan Ramadan dan sebagiannya mungkin belum mampu meraihnya. Ada banyak orang yang kikir dan tamak yang tiba-tiba berubah pada bulan puasa menjadi murah hati. Perasaan tidak ingin berbagi yang selama ini ada di hati bisa berubah menjadi ingin berbagi selama bulan puasa. Itulah kemenangan kemurahan hati.

Benar, kalau tamak dan kikir adalah penyakit yang bersarang di hati yang menjadi penyebab seseorang tidak mau berbagi. Hasrat ingin kaya yang tidak pernah puas membuat seseorang tidak sudi berbagi harta kekayaan dengan orang-orang yang membutuhkan. Boleh jadi karena tidak memahami bahwa pada harta kekayaan yang dimiliki ada hak orang lain di dalamnya. Atau jika sudah memahmi tetap saja tidak mau berbagi karena sifat tamak dan kikir tadi. Setiap diri dialah yang tahu mengapa seseorang tidak mau berbagi.

Alhamdulillah di bulan Ramadan sifat buruk itu dapat dikalahkan. Sifat murah hati mengalahkan sifat kikir dan tamak. Ini satu kemenangan yang tidak akan mudah. Tidak juga bisa datang serta-merta. Lazimnya karena usaha yang berat dan bersungguh-sungguh. Di bulan Ramadan hidayah Allah diberikan kepada orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya. Maka rajinlah orang yang tadinya kikir, kini menjadi murah hati untuk berbagi. Sifat kikir dan tamaknya dapat ditekan dan dikalahkan oleh sifat murah hatinya.

Kita tahu bahwa ketamakan dan kekikiran adalah adalah sisi buruk dari perilaku manusia yang sebenarnya akan mendatangkan mudharat. Disadari atau tidak sifat buruk inilah yang akan menjadi sumber malapetaka sosial yang melanda umat. Besarnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang melanda suatu daerah atau di negera kita pada hakikatnya disebabkan karakter kikir dan tamak dari sebagian orang. Jurang pemisah antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat pada hakikatnya bermula dari terpeliharanya sifat kikir dan tamak. Maka beruntunglah jika kita mampu mengalahkan sifat ini, setidak-tidaknya dalam bulan Ramadan itu. Mari niatkan dan usahakan untuk seterusnya di bulan-bulan yang akan datang.

Kemenangan kedua yang ingin diulangbualkan di sini adalah kemenangan keikhlasan hati yang mengalahkan sifat riya. Kemangan ini juga menjadi kemanangan yang sangat penting bagi kita jika mampu meraihnya. Tidaklah mudah menjadi orang ikhlas (mukhlisin) yang sesungguhnya menjadi penentu nilai ibadah kita di mata Allah. 

Mukhlisin atau orang-orang ikhlas adalah golongan orang-orang yang Allah begitu ridha dengan mereka. Namun seikhlas-ikhlasnya dalam setiap amal tidak boleh sedikitpun merasa aman dari penyakit riya. Di sinilah peran kesabaran dalam ketaatan menjalankan perintah Allah. Kesabaran adalah proses puncak menuju maqam mukhlisin. Perlu proses juga untuk mendapatkannya. 

Puasa mengajarkan kita tentang bagaimana sebuah amal yang kita kerjakan hanya diketahui oleh Allah. Rasulullah sampai mengingatkan para sahabatnya, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya: ‘apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya maka Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya: ‘pergilah kalian kepada apa-apa yang kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mendapat balasan dari mereka”. (HR. Ahmad). Artinya riya itu sebuah penyakit yang mesti diobati atau dilawan.

Para ustaz sudah selalu mengingatkan bahwa penyakit riya amatlah berbahaya karena ia akan menjangkiti seseorang bukan dalam keadaan seseorang bermaksiat tetapi justru ketika seseorang beramal shalih. Selain itu bila seorang yang beriman dalam amal shalihnya ternodai oleh sifat riya, berarti terdapat dalam dirinya  satu bagian dari sifat-sifat kaum munafiqun. Alhamdulillah, jika proses ibadah selama puasa kemarin dapat mengalahkan penyakit ini maka itulah kemenangan penting yang juga akan mengantarkan kita ke pintu syurga.

Untuk dua kemenangan ini dan atau kemenangan-kemenangan lainnya, sikap kita tentu saja menjaga, merawat dan mempertahankannya untuk terus dilaksanakan pada waktu-waktu ke depannya. Semoga Allah memelihara kita untuk mampu bertahan dengan kemenangan ini.***

6 Mei 2022

Materi Khutbah Idl Fitri: Hakikat Kembali ke Fitrah*

Materi Khutbah Idl Fitri: Hakikat Kembali ke Fitrah*


PERTAMA-tama, marilah kita persembahkan puji dan syukur kita ke hadhirat Allah Swt atas kesempatan kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya. Idul Fitri adalah hari raya kita, umat Islam yang disebut hari raya berbuka. Artinya, setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini tibalah saatnya hari berbuka. Itulah Hari Raya Berbuka.

Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad Saw, Nabi yang telah mengajarkan kepada kita pentingnya menunjukkan kepedulian kepada sesama manusia juga dengan alam di sekeliling kita. Kita berdoa semoga keselamatan dan kesejahteraan tercurah kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya, allohumma solli ala sayyidina Muhammad...

Sebagai muslim, kita perlu dan wajib meyakini bahwa Allah Swt tidaklah akan menciptakan kita kecuali semata untuk menyembah-Nya. Firman Allah, .... yang artinya, Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku," (Az-Dzariyat: 56) sangat jelas menegaskan itu. Oleh sebab itu, jika ada manusia yang menyombongkan diri tidak mau taat dan tunduk kepada Allah, maka ia telah mengingkari tujuan ia diciptakan. Akibat dari keingkaran tersebut, ia akan menghuni neraka dalam keadaan dihinakan, na’uzubillahi minzalik

Hadirin, ketika kita masih berada di alam rahim, sesungguhnya Allah Swt telah meminta dan mengambil perjanjian kesiapan dari kita sebagai manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya sebelum kita lahir ke muka bumi. Allah menanyai ruh kita tentang kesiapan mengakui Allah Swt sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya. Lalu ruh menjawab dengan tegas bahwa ruh bersaksi tiada 'Tuhan selain Allah' yang berhak diimani dan disembah. 

Sebagaimana firman-Nya, Allah bertanya kepada ruh, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (Al-A’raf: 172). Inilah bukti kesanggupan kita ketika masih berupa ruh.

Dalam menjaga komitmen kehambaan yang diikrarkan pada alam rahim tersebut, Allah Swt memerintahkan manusia (setelah lahir), agar menghadapkan wajah kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaannya. Kita simak firman Allah sebagai berikut, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30) Jika kita melaksanakan perintah ini, itulah pertanda kita bertahan dengan fitrah kita.

Fitrah adalah kesucian jiwa yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah. Namun keadaan manusia dan lingkungan sekitarnya telah mempengaruhi kita sehingga menodai kesucian fitrah tersebut. Maka berubahlah ketauhidan menjadi kemusyrikan, keimanan menjadi kekafiran. Padahal kita sudah diberi tahu oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya,

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Untuk mengembalikan hakikat fitrah itulah sesungguhnya Allah menganugerahkan bulan Ramadhan. Kita diwajibkan berpuasa agar kita berkesempatan menjadi orang bertakwa sebagai implementasi fitrah kita. Jika di penghujung Ramadhan kita merayakan Idul Fitri, maknanya adalah kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan sebagai proses pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah. 

Hakikat kembali fitrah itu harus dan dapat diwujudkan dalam bentuk 1) mengokohkan ketauhidan, 2) menguatkan komitmen ubudiyah, dan 3) memelihara karakteristik (akhlak) terpuji kita.

1)      Mengokohkan Ketauhidan

Ibadah Ramadhan telah kita sempurnakan kita laksanakan. Mulai dari puasa, shalat tarawih, tadarus AlQur’an, membayar zakat fitrah, zakat harta, dll hingga hari terakhir kita tuntaskan dengan melaksanakan shalat Idul fitri. Semuanya itu kita yakini sebagai bentuk aktualisasi keimanan kita kepada Allah Swt. Bukti ketauhidan yang kita miliki.

Sebagai hamba, kita menyadari begitu banyak kekurangan yang telah kita lakukan. Terkadang kita sibuk berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun bekerja keras dan banting tulang hanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang kita cintai. Suami, misalnya menghabiskan hampir semua waktu siangnya untuk menyenangkan istrinya hingga berkali-kali ia meninggalkan shalat entah Zhuhur atau Asharnya. Sebaliknya istri menghabiskan hampir semua waktu malamnya untuk menyenangkan suaminya hingga berkali-kali ketinggalan shalat Maghrib dan Isyanya. Keadaan itu tentu menjadikan kita seolah lemah keimanannya hingga boleh jadi sampai pada titik keimanan yang sangat lemah. Jika suasana itu terus berlanjut, kita pasti akan semakin jauh dari fitrah kita.

Ramadhan adalah momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan kita dan mengembalikan kita kepada fitrah. Ramadhan adalah bulan yang disiapkan Allah untuk mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya. Mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa untuk datang memohon ampunan kepada-Nya. Mendidik jiwa-jiwa yang lalai ibadahnya untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya.  Semoga Ramadhan ini mampu kita buktikan sebagai bulan mengokohkan iman dan ihtisab (mengharap pahala) kita kepada-Nya. Sabda Nabi, “Barang siapa berpuasa dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala hanya dari Allah), akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

2)      Menguatkan Komitmen Ubudiyah

Fitrah kehambaan menuntut setiap muslim untuk membuktikan komitmen ibadahnya. Kita sebagai hamba Allah dituntut tidak hanya bersungguh-sungguh menunaikan semua ibadah-ibadah fardhu, tapi juga ibadah-ibadah sunnah.  Dalam Ramadan kita sudah buktikan, selain berpuasa solat fardhu kita juga melaksanakan tarwih, tadarus, bersedekah dan amalan sunah lainnya. Itulah yang akan mengantarkan kita ke derajat takwa sebagaimana Allah katakan, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Agar kita menjadi orang bertakwa. Ini semacam peruntah dari Allah.

Perintah takwa adalah perintah agama yang harus dilanggengkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita wajib memeliharanya hingga ajal kita tiba. Apabila seseorang memelihara ibadahnya secara benar dan konsisten, maka akan terangkat derajat ketaqwaannya, suatu derajat istimewa dan yang paling mulia di sisi Allah. Kata Allah, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi, jika kita ingin membuktikan kesungguhan kita untuk kembali kepada fitrah, salah satu bentuknya adalah dengan membuktikan komitmen ibadah kita. Komitmen ubudiyah. Kita jaga shalat fardhu dan melengkapi dengan shalat-shalat sunnah. Kita tunaikan puasa wajib dan melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat (jika mampu) dan menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Kita melaksanakan haji dan menyempurnakannya dengan umrah. Inilah komitmen ubudiyah yang perlu kita pertahankan.

Dengan menjaga komitmen ubudiyah yaitu dengan konsisten beribadah dan menegakkannya secara sempurna, artinya kita mampu kembali kepada kesucian fitrah kita bagaimana diberikan Allah pada saat awal kita diciptakan-Nya.

3)      Memelihara Akhlak Terpuji

Menjaga karakteristik atau akhlak kehambaan kita adalah salah cara untuk kembali ke fitrah. Karakteristik yang dimaksud adalah karakter amanah, jujur, sabar dan syukur. Dengan akhlak itu kita akan merasakan ketenangan dalam hidup. Tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang yang suka berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatan-nya, atau seperti pendusta yang takut terbongkar kebohongannya. Insyaallah juga akan terhindar dari bahaya pertengkaran dan perselisihan, karena sifat sabar yang dimiliki. Orang amanah, jujur, sabar dan syukur adalah orang yang akan disenangi dan dirindukan semua orang.

Semua karakter terpuji itu tentu tidak lahir begitu saja, tapi melalui proses penempaan dan pelatihan. Salah satu sarana pelatihan itu adalah puasa yang kemarin kita laksnakan di bulan Ramadan. Sesungguhnya dengan berpuasa, seseorang akan terdidik untuk bersifat amanah, karena dalam berpuasa syarat utamanya adalah amanah. Orang berpuasa akan memelihara amalan puasanya semata-semata karena Allah Swt. Ia mungkin bisa berbohong kalau ia makan dan minum secara sembunyi, tapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang sedang terkondisi untuk mendekat kepada Allah Swt.

Selain itu, puasa juga membentuk karakter sabar. Rasulullah bersabda: “Puasa adalah setengah dari kesabaran”. Dengan menguatnya sifat sabar akan bisa menjaga diri untuk tidak terlibat dalam konflik, pertentangan, apalagi permusuhan sekecil apa pun lingkup dan kadarnya. Dan kalau pun harus terlibat dalam sebuah perbedaan pendapat, tetap bisa menyikapinya dengan sikap-sikap yang bijaksana. Firman Allah Swt:

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfal: 46)

Maka marilah kita kokohkan persaudaraan kita sesama muslim di atas rasa cinta lainnya. Janganlah perbedaan-perbedaan menjadikan kita saling berbantah-bantahan dan saling membenci. Ingat, sikap itu hanya akan memuaskan setan dan hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Kita juga akan dihinggapi rasa lemah dan gentar sehingga kita tidak akan pernah menjadi umat yang kuat. Hati kita pun akan kehilangan karakteristiknya yang terpuji, berganti dengan karakter pemarah, egois, dan merasa paling benar. Akhlak mulialah yang akan menjaga fitrah kita.

Demikianlah khutbah kita pada hari ini, semoga Allah memberikan umur yang berkah kepada kita dan memberikan kemampuan untuk bertahan pada kebenaran. Amin.***

*Dibawakan pada solat Id 1443 di halaman Masjid Al-Mubarak, Meral, 02.05.2022



30 Apr 2022

Selain Tarwih dan Bersedekah Teruslah Membaca Alqur

Selain Tarwih dan Bersedekah Teruslah Membaca Alqur


SELAMA Ramadan ini, jika kita sukses menyatukan ibadah seperti solat sunat tarwih, bersedekah dan membaca alquran, maka bersyukurlah kepada Allah. Tidak mudah melakukan itu bersamaan atau sekaligus. Itulah prestasi terbaik yang sejatinya dicapai oleh setiap mukmin di bulan suci yang datang setahun sekali.

Tarwih mungkin tidak membuat sulit untuk melakukannya. Kebetulan setiap masjid atau musolla selama Ramadan ini menghelat solat tarwih setelah solat Isya. Kita tinggal bergabung ke masjid atau musolla yang kita suka. Mungkin karena dekat dari rumah atau mungkin rumah ibadahnya asri dan adem solat di sana. Pokoknya setiap menjelang Isya kita datang dan terus berada di sana hingga tarwih atau witir selesai.

Untuk ibadah seperti bersedekah yang pahalanya pun berlipat ganda hitungannya selama bulan puasa juga relatif mudah melaksanakannya. Seperti menunaikan solat tarwih yang tinggal hadir ke masjid atau musolla maka memberikan sedekah atau inafaq dari sebagian rezeki yang dimiliki juga mudah. Bersamaan niat pergi tarwih kita bisa sambil membawa uang untuk sedekah. Di setiap masjid atau musolla selalu ada kotak tempat kita memberikan sedekah atau infaq. Dengan 'kotak amal' yang sudah tersedia kita tinggal memasukkannya saja. Selesailah sudah niat sedekah kita tertunaikan. Ingin setiap malam di setiap kita hadir atau setiap kesempatan lainnya, terserah kita.

Jadi, bersedekah juga tidak membuat kesulitan untuk menunaikannya. Jika rutin kita hadir ke masjid atau musolla lalu secara rutin pula kita memgisi saku baju atau celana kita dengan uang yang sudah disediakan, maka tinggal memasukkannya saja ke dalam kotak amal yang ada di masjid atau musolla. Perjuangannya hanya antara keinginan bersedekah dengan tidak ingin bersedekah saja yang akan diperjuangkan. Jika perasaan tidak ingin yang memnang, maka gagallah kita melaksanakan niat untuk bersedekah.
 
Amalan berikutnya yang sepintas juga mudah adalah membaca alquran. Hanya perlu menyediakan waktu untuk membacanya. Bisa sesudah tarwih atau pada waktu-waktu lainnya. Jika kita ingin sesudah tarwih juga ada kemudahan dan semangat tersendiri disebabkan kebanyakan jamaah masjid atau musolla sudah membiasakan melaksanakan kegiatan tadarus. Kita tinggal bergabung dengan jamaah tadarus bakda tarwih ini. Namun jika ingin sendiri, dapat dilakukan di rumah.
 
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa membaca alquran itu penilaian pahalanya adalah dari setiap huruf yang kita baca. Satu ayat dari satu surah alfatihah, misalnya memiliki 17 huruf (ayat pertama) yang kita baca maka kita sudah mendapatkan minimal 10 kali lipat berbanding di hari biasa. Tinggal kita kalikan berapa banyak pahalanya.
 
Dan jika malam saat kita membaca itu ternyata ditakdirkan adalah malam lailatur kadar, maka perumpamaan bacaan kita itu adalah lebih baik dari pada kita membaca terus-menerus selama 1000 bulan alias 83-an tahun tanpa berhenti. Bukankah itu satu jumlah yang sangat besar jika kita lakukan? Maka benar yang selalu diingatkan para ustaz, sejatinya merangkai tiga ibadah ini sekaligus adalah cara terbaik bagi kita untuk mendaptkan derajat takwa yang dijanjikan Allah. Sudahkah terlaksana? Hanya kita yang bisa mengetahuinya. Bagaimanapun Ramadhan akan segera berakhir dan meninggalkan kita.***

28 Apr 2022

Ada Orang Kaya yang Miskin, Kata Quraish Shihab

Ada Orang Kaya yang Miskin, Kata Quraish Shihab


INILAH orang yang materi dan hartanya melimpah tapi dikatakan miskin. Miskin versi seorang ulama besar yang ceramah (tuturannya) senantiasa mencerahkan umat. Begitu pula tulisan-tulisannya selalu ditunggu banyak orang untuk menambah pengetahuan dan wawasan keagamaan. Dia adalah Quraish Shihab yang karya spektakulernya, Tafsir Al-Misbah telah membuat namanya sejajar dengan ahli tafsir dunia, bahkan melebihinya. Quraish Shihab adalah ulama yang selalu menjadi sumber ilmu oleh umat Islam.

Dalam satu tulisan berjudul KH Quraish Shihab: Banyak Jutawan Miskin yang dimuat hajinews.id hari Senin (25/04/2022) lalu dengan gamblang Quraish Shihab menyatakan bahwa kekayaan tidaklah karena banyak dan melimpahnya harta-benda atau uang. "Kekayaan tidak dinilai dari banyaknya harta yang dimiliki," begitu kata Quraish Shihab kurang-lebihnya. Kekayaan justeru akan dihitung dari banyaknya harta yang tidak dibutuhkan. Maksudnya, karena tidak dibutuhkan lalu harta itu diberikan kepada yang membutuhkan. Maka itulah kekayaan yang hakiki.

Karena itu, kata Quraish Shihab alangkah banyaknya jutawan yang miskin disebabkan hartanya disimpan saja seolah menjadi kekayaannya. Hartanya dipegang sendiri dalam kemasan sendiri yang akhirnya itu tidak akan berguna buat dirinya. Selama harta itu dikuasai sendiri tanpa memberi kemanfaatan kepada orang lain maka selama itu pula harta itu tidak akan menambah kekayaan penyimpannya. Yakinlah, katanya bahwa setiap yang diberikan kepada orang lain sebagai infaq atau sedekah maka itulah kekayaan yang sebenarnya. Kelak akan menjadi tabungan yang menolong pemiliknya dalam segala kesusahan di Yaumil Akhir.

Seperti selalu disampaikan para ustaz bahwa rizki pada hakikatnya bukan sekadar materi. Rizki itu terkadang bisa berupa kemudahan dalam pekerjaan, kebahagiaan dalam perkawinan, kebebasan dari bencana, anak yang sehat dan soleh, teman tulus yang mendukung, dan yang paling utama adalah taufik, yakni persesuaian kehendak kita sebagai hamba dengan kehendak Allah sebegai penentu. Kata Quraish Shihab seperti dimuat tulisan itu bahwa bentuk kemudahan dan kebahagiaan adalah kekayaan yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada harta-benda dan uang.

Jika demikian, bagi orang yang hanya menyimpan sendiri hartanya, seberapa banyak pun harta itu, sesungguhnya dia adalah orang miskin di mata Allah. Simpanannya itu hanya ada di dunia saja. Tapi harta itu diberikan untuk jalan Allah, untuk kemanfaatan dan kemaslahatan umat manusia, maka itulah kekayaan sesungguhnya.***

22 Apr 2022

Makanan yang Dimakan Ternyata Berpengaruh kepada Iman

Makanan yang Dimakan Ternyata Berpengaruh kepada Iman


TENTANG pengaruh makanan kepada iman semua orang --muslim-- atau sebagian besar mengakui itu. Ada pengaruhnya. Selalu disampaikan oleh para guru, para ustaz atau ditulis di banyak media. Kita kutip sebuah tulisan berjudul Hikmah Malam: Pengaruh Makanan Haram pada Iman Seorang Muslim yang diposting di laman hajinews.id pada hari Kamis (21/04/2022) kemarin mengulang peringatan itu. Di bulan Ramadan penuh kemuliaan ini layak terus-menerus kita baca masalah ini.

Bahwa setiap makanan akan mempengaruhi tubuh (pisik) kita, itu sudah pasti. Dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh maka keadaan tubuh kita akan ditentukan oleh makanan itu. Makanan sehat akan menjadikan badan kita sehat. Makanan yang tidak sehat otomatis akan menjadikan badan juga tidak sehat. Ini dikatakan pengaruh secara pisik. Dan ternyata makanan pun membawa pengaruh secara non pisik. Sebutlah pengaruhnya kepada keimanan seseorang.Seperti dijelaskan dalam artikel di atas bahwa keimanan dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah konsumsi yang masuk ke dalam tubuh. Bukan hanya baik dan buruk atas kandungan gizinya saja, namun status halal dan haramnya juga mempengaruhi. Suatu makanan memiliki efek besar terhadap kondisi orang yang memakannya. Haram-halanya makanan ternyata berpengaruhi langsung kepada orang yang memakan makanan tersebut.

Menurut keyakinan kita (muslim) apabila seseorang itu selalu memperoleh sesuatu yang haram, sebutlah makanan yang harfam maka sudah pasti akan terjerumus kedalam lembah kesesatan. Inilah keyakinan atau keimanan kita. Secara lahiriah boleh saja dikatakan tidak sesat dalam arti salah jalan atau salah alamat menempati rumah atau sesuatu. Tapi makna keimanan dan akidah, orang yang memakan atau mendapatkan sesuatu yang statusnya haram maka orang itu dikatakan akan terjerumus kepada kesesatan.

Beberapa contoh kriteria kesesatan, misalnya jika ada seseorang atau orang yang merasakan begitu berat mengerjakan ketaatan, tapi mudah saja dalam melakukan kemaksiatan maka tanda-tanda ini dapat dikategorikan sebagai orang yang dalam kesesatan. Penyebab utamanya boleh jadi karena yang bersangkutan senantiasa mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Mungkin dia tidak merasa ada masalah, tidak merasa sesat, misalnya, tapi perbuatannya cenderung melakukan perbutan maksiat, maka itulah pertanda kita sudah terjerumus ke dalam kesesatan.

Mengutip hadits Nabi yang maknaya, “Tidaklah peminum khamar, ketika ia meminum khamar termasuk seorang mukmin.” (HR Bukhari Muslim) dapat kita artikan bahwa seorang peminum khamar yang bukanlah seorang mukmin. Jika dia bukan seorang mukmin, itu artinya dia sudah berada di luar status mukmin. Istilah lainnya dapat dikatakan sebagai non mukmin alias orang yang sesat. Dan meskipun hanya menjelaskan khamar saja, namun sebenarnya hal tersebut berlaku untuk semua makanan dan minuman haram lainnya. Apapun makanan dan minumannya, selama itu berstatus haram artinya akan menjadikan peminumnya seorang yang sesat.

Lain halnya apabila kita mendapatkan rezeki atau makanan yang halal maka kecenderungan kita pun biasanya akan berbuat yang diredhoi Allah. Seseorang yang istiqomah mengkonsumsi makanan dan minuman halal maka tindakan dan perbuatannya pun akan konsisten sejalan dengan tuntunan Allah. Dalam alquran (Surah Al-Mukminun ayat 51) Allah mengatakan, “Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” artinya makanan yang halal yang kita makan akan sejalan dengan amalan saleh yang dikerjakan.