8 Sep 2019

Bolehkah Pergi Haji dan Umroh Berutang? Catatan dari Sebuah Dialog (3)


Oleh Mochammad Nasrudin

SAYA memperkuat argumen saya --tulisan sebelumnya-- dengan uraian berikut:
Di Indonesia ada Komunitas Anti Riba,  bahkan di Kepri sudah ada pengurusnya.  Ustaz Tarsan yang bersama saya kemarin adalah salah satu pengurus Komunitas Anti Riba.  Jadi, umroh dengan angsuran ini sudah dikaji secara mendalam oleh Dewan Syariah Nasional MUI Pusat,  dan sudah keluar fatwanya tahun 2004 dan 2012. 

Jadi, hal ini dibolehkan dengan akad jual beli murabahahijaroh multijasah. Produk ini berani dijual ke masyarakat tentu dengan kajian mendalam, bukan sembarangan apalagi produknya adalah umroh yang dianggap sensitif.  Kalau masyarakat dengan pemahaman tentang riba baru sebatas kulit luarnya, pasti akan salah paham. Dan itu banyak terjadi.  Tapi kalau belajar lagi,  mengkaji lebih dalam lagi, insyaalloh bisa memahami akad-akad syariah lebih baik lagi.

Inilah perlunya kita terus belajar,  tidak cukup dengan satu guru,  tapi perlu banyak guru. Tidak cukup satu kitab,  tapi banyak kitab. Tidak cukup satu madzhab tapi perlu membandingkan semua madzhab agar kita memahami agama secara menyeluruh dan bijaksana dalam beragama. Tapi kalau hanya satu guru kita belajar,  satu kitab kita yakini paling benar,  satu madzhab kita merasa paling benar,  maka biasanya akan timbul fanatisme,  perasaan paling benar dan paling hebat.Tentu saja ini berlaku untuk semua orang, termasuk untuk saya sendiri.

Semoga kita senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah,  dan terhindar dari perasaan paling benar dan hebat. Mengapa? Karena itu adalah sifat syaithan yang dikutuk Allah. Sekali lagi, ini bukan saya maksudkan kepada Anda tapi berlaku kepada semua kita. Wallahu a'lamu bishshowab.

Saya merasa belum cukup menjawa. Saya perkuat penjelasan saya dengan uraian berikut:
Saya percaya, masalah baru tidak akan timbul dengan utang melalui akad syariah,  karena syarat akad syariah yang benar adalah  tidak boleh ada bunga. Ini kunci.  Tapi keuntungan diperbolehkan.  Tadak boleh ada denda,  dan tidak boleh ada sita. Jika mati dianggap lunas.  

Asuransi syariah juga mestilah antum pelajari sehingga tidak beranggapan ini sebagai gambling.  Ingat, ini fungsi penjamin atau dzomin dalam agama kita.  Rosululloh pernah tidak mau mensholatkan sahabat yang meninggal dalam keadaan berutang. Namun ketika ada sahabat lain yang siap sebagai penjamin, maka Rosululloh mau mensholatkannya.  Nah fungsi asuransi syariah ini sebagai penjamin bahwa akan ada yang menjamin utang kita akan lunas ketika kita meninggal dunia ketika msh ada utang.

Sesungguhnya setiap pengendara motor sebenarnya ada asuransinya tanpa kita sadari.  Kalau kita kecelakaan atau meninggal saat di jalan akan dapat santunan. Namanya asuransi Jasaraharja. Itu kita bayar setiap membayar pajak.  

Nah, padahal ini akadnya ga syariah,  dan bahkan banyak orang yang ga menyadarinya, tapi kenapa yang seperti ini ga dipermasalahkan?  Yang akad syariah, yang fungsinya sebagai dhomin agar orang berutang terjamin, dan agar bisa disholatkan mengapa justru dipermasalahkan? Inilah kekeliruan pandang kita, menurut saya. Tanpa merasa emosi, tanpa merasa kecil hati dan sedih, sesungguhnya diskusi kita ini ada gunanya juga untuk masyarakat secara umum. Insyaallah.***

Nasrudin
HP/ WA 081266557203
Monas Inspire

SHARE THIS

Author:

M. Rasyid Nur Pensiunan Guru PNS (2017) dan tetap, mengabdi di pendidikan serta organisasi sosial, keagamaan dan kemasyarakatan

Facebook Comment

0 Comments:

Silakan Beri Komentar