Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

19 Apr 2020

Puisi NYAWA KITA TERGADAI DI RUMAHNYA

Puisi NYAWA KITA TERGADAI DI RUMAHNYA

Karya M. Rasyid Nur

Ternyata nyawa kita sudah tergadai dengan sebongkah rasa takut yang disimpangsiurkan
Begitu mudah kita menukarnya dengan harga yang sangat murah
Seharga satu waktu solat saja
Yang seharusnya mendapatkan pahala berlipat di setiap pekannya
Nyawa kita tidak lagi dinilai sebagai nyawa
Hidup kita tidak lagi dibuat sebagai hidup makna harga

Benarkah ini untuk kepentingan kita atau mereka
Karena keselamatan adalah ibadah jua
Karena kesia-siaan adalah diharamkan-Nya
Benarkah Tuhan akan menghardik kita bersama waktu yang tersisa
Bersama sombong dan angkuhnya kita
Bersama ingkar dan sok tahunya kita

Sungguh corona telah memutuskan tali semangat bersama di sini
Yang bertahun-tahun turun-temurun tersambung kokoh di rumah ini
Mengapa kini tali itu kita yang membuatnya rapuh
Tidakkah ayah dan datuk serta buyut kita akan murka
Mereka tidak akan rela
Tali itu akan putus karena kesombongan kita
Kita tidak lagi bersama di rumah-Nya

Corona menjadikan nyawa kita tergadai
Tergadai begitu saja di rumah-Nya
Mengapa kita harus berbagi pahala padahal sudah ada peruntukan masing-masingnya
Mengapa jatah kami tidak lagi sama tersebab corona yang Engkau kirimkan, Tuhan
Mengapa corona yang menjadi mata-mata-Mu semena-mena memperlakukan, Tuhan

Kami tidak ingin dia, aku dan mereka atau kita semua menjauh walaupun sepekan untuk satu waktu
Kami tidak ingin kami berpisah karena corona yang kami tahu itu dari-Mu
Seharusnya corona menjalin tali yang terputus atau hampir putus di rumah kami
Ya Allah mengapa ujian ini terlalu sulit kami menjawabnya
Atau kami terlanjur menjauh dari pelajaran yang telah Engkau ajarkan
Dekatkanlah kembali ya Rabb.
Rekatkanlah kembali ya Rabb
Jangan biarkan perpecahan ini mengancam persiapan kami menuju pintu-Mu
Amin
Tbk, 19042020

29 Mar 2020

Puisi: Jeritan Cinta Tanpa Batas Seorang Hamba

Puisi: Jeritan Cinta Tanpa Batas Seorang Hamba

Goresan Mohamad Nasrudin (Ust. Monas) 
 
Dengan takdir Allah, masjid boleh sepi, masjid boleh rusak, masjid boleh roboh.
Namun tidak boleh sepi, tidak boleh rusak dan tidak boleh roboh adalah hati kita kepada Allah. 

Sama sekali tidak akan rusak di hati kita adalah wajhulloh,
Tidak boleh roboh adalah iman kita kepada Allah.


Hanya kepada Allah kita menyembah.
Ingat kata Rosululloh SAW, Al-Ardhu kulluha masjidun illa maqbaroh wa hammam.
Rasul kita sudah tegaskan, bahwa bumi semuanya adalah Masjid kecuali kuburan dan kamar mandi.

Meskipun kau kurung aku di rumah, kau kurung aku di penjara, kau kurung aku di hutan belantara.
Tak sedikitpun mengurangi rasa cintaku kepada Allah.
Tak sedikitpun mengurangi kualitas ibadahku kepada Allah.
Dan tak akan menghilangkan persembahanku kepada Allah.

Justru karena ridhoku atas semua takdirMu...
Aku akan semakin bersemangat dan semakin mencintai Mu 
untuk senantiasa memuji-Mu, ya Allah.

Karena aku menyembah-Mu tidak tergantung tempat, tidak tergantung keadaan. 
Mau susah maupun senang, mau di masjid maupun di rumah, mau di penjara maupun di hotel mewah, 
Aku akan tetap menyembah-Mu karena cintaku kepada-Mu semata, ya Allah.



Monas Inspire.

28 Mar 2020

Puisi CINTA, BUKAN KITA TAK HENDAK BERSAMA

Puisi CINTA, BUKAN KITA TAK HENDAK BERSAMA


Karya M. Rasyid Nur
Berapa lama lagikah kita tidak bisa
dan tidak boleh bersama
tersebab corona yang terus memeluk dunia
tersebab corona menjadi penguasa seantero dunia,
hanya Dia jua yang mengetahuinya, sayang

Kita akan terus berdoa
meminta kepada-Nya sembari terus dan tetap berusaha
dan berusaha, berusaha hinga Sang Penguasa mengetokkan palu keputusan
kita mengikuti arahan Pemerintah yang berkuasa di setitik kuasa
kita jalankan apa jua yang digariskan penentu di sini
tentang strategi pencegahan penularan virus corona ini
dan apa saja untuk cinta kita, sayang.

Tidak bersama dengan jumlah yang banyak seperti biasa
bukanlah karena kita tidak lagi saling cinta
bukan juga karena ada selisih paham diantara kita
bukan
kita tidak sedang bermusuhan diantara satu dengan lainnya
kita masih dalam cinta yang sama, sayang

Sesungguhnya cinta kita semakin suci dan kuat.
Kebersamaan kita, meskipun dari jauh tetaplah dekat
justeru semakin kita perbanyak dan kita pererat dengan bergalon perekat
kita pasti tidak ingin terpisa oleh corona
kita hanya rela jika kematian tidak sia-sia
yang memisahkan kita, sayang

Insyaallah kita tidak akan putus asa.
Kita akan teus berusaha
agar corona segera punah
dan kita kembali bersama.
percayalah, cinta
bukanlah kita tidak ingin bersama
hidup ini mengikat kita untuk tidak bersama
maafkanlah cinta
ini bukanlah untuk berpisah, sayang
Tbk-28032020

30 Jan 2020

Puisi: Corona Adalah Teguran untuk Kita

Puisi: Corona Adalah Teguran untuk Kita

Karya M. Rasyid Nur
 
Teguran itu bernama corona yang datang
tiba-tiba melayang menusuk pandang
Menghentak pundak
Hendak tak hendak
Dia tetap akan membentak benak
Tidak suka pun tidak menerima corona pun
datang jua mewabah berpindah dari satu nyawa ke satu nyawa
Seribu, dua ribu, tiga ribu dan beribu-ribu nyawa
akan terus meregang sekarat kita
Tiada senja atau siang merana yang dapat ditunda
Datangnya tetap saja hingga nestapa menancap dada

Teguran itu bernama corona yang membunuh siapa saja
Yang menghardik siapa saja yang sombong
Mengaku lebih kuat dari pada yang maha kuat
Pagi siang dan senja corona pasti buat merana
siapa saja, dimana saja

Hai manusia
angkuh ditabuh
Inilah teguran-Nya itu untuk semua kita yang mengaku
lebih tahu dari yang satu yang maha tahu
Mengapa tidak jua menghadapkan muka ke panggilan-Nya
mengapa tida jua membasuh dosa dengan tobat yang perintahkan-Nya
hai manusia yang anugerah-Nya kita terima
tapi rasa sombong terus membuat kita
menginjak hingga lusuh titah dan panggilan-Nya
Tbk-31012020

29 Des 2019

Puisi MEMBURU ARTI

Puisi MEMBURU ARTI


Karya M. Rasyid Nur
Dulu aku menduga ketika langkah-langkah
gontai tapi pasti yang kubawa
berlari ini, dan aku tinggalkan desa
yang bening sunyi polusi
Kutatah semua langkah
di atas
batu-batu pecah berselimut aspal
yang membentang di sepanjang
jalan tanpa ujung yang
dapat kupandang
Demi secuil harap
kudekap
doa-doa tak lengkap
yang terus kubaca hingga mata sembab
Kini desaku tampak semakin jauh dari rindu
aku benar bergelimang cita
semakin tak menentu yang kuburu
semakin tiada nyata dalam arti
sementara mimpi menambah jauh hari
dalam selimut duka
Kini ku terpana
ku terlelap dalam kejap bagaikan fana
ku terpana dalam ragu yang terus membatu
ku benar-benar bisu
kemana aku akan berburu

31 Okt 2019

PUISI: Aku, Engkau atau Kita yang Salah

PUISI: Aku, Engkau atau Kita yang Salah

Karya M. Rasyid Nur

Akukah atau engkaukah atau kitakah yang bicara
Karena masih juga dibela
Karena masih juga bersilat lidah.
Membakar sakral tanpa aral merasa tak bersalah
Engkau katakan itu bukan menghina 
Itu untuk menyelamatkannya, katanya.
Ada gambar ada video ada tontonan ada yang diperlihatkan 
untuk ditonton bersama, aku, engkau dan kita
engkau dan aku dan kita menatapnya
yang membuat berdiri bulu roma semua
yang membuat darah kian kencang mengalirnya
yang membuat jantung tertusuk jarum beribubanyaknya
Engkau katakan itu menyelamatkannya
Engkau katakan itu bukan menghinanya
Padahal semua muslim yang bertauhid sama
merasa terhina bersama-sama
di depan umum lambang agama dihina. 
Siapa sebenarnya musuh kita, aku, engkau atau kita
Siapa sebenarnya yang salah, aku, engkau atau kita
Siapa sebenarnya yang menghina, aku, engkau atau kita
Padahal negara kita adalah milikku, milik engkau dan milik kita
Mengapa ada angkara murka diantara kita

Bukan kulit bukan warna bukan agama
yang mesti memupuk permusuhan
bhinneka harusnya mengikat erat nyawa dan badan kita

tbk 311019

18 Sep 2019

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu


Karya M. Rasyid Nur 

Di matamu, Ibu dan di mataku ada mata ayah 
Di mataku dan di mata ayah ada matamu, Ibu
Di mata ayah dan di matamu, Ibu juga ada mataku, 
mata merana, Ibu


Ibu, aku dan ayahku adalah satu yang Dia putuskan buat kita begitu
yang seharusnya kita bersatu seperti ruas dan buku tebu
bukan seperti sepatu yang tak bisa menyatu
tapi tak bisa juga satu, Ibu


Ibu dan ayah entah kemana membawa mata
matamu dan matanya
entah kemana membawa mataku tergores sembilu

entah kemana ingin bersatu menelan pilu
Kini di mataku ayah dan ibu tidak punya mata, Ibu

Di mataku, matamu dan matanya adalah derita
Di mataku, matamu dan matanya adalah air mata, air mata buaya
Di mataku, matamu dan matanya adalah buaya telah menerkam mangsa
Di mataku, ibu tetap merana


Bermata buayakah ayah
bermata buayakah ibu yang nestapa 
Tanpa meninggalkanmu, Ibu
Ini adalah waktu memperingatimu
emak ayah dan kita ciptaan-Nya
mengapa tersia-sia

 
Mengapa emak kita yang susah melahirkan kita
yang bertarung nyawa demi anaknya melihat dunia
yang tak pernah mengeluh dalam derita
tetap harus terus dan terus menderita
benarkah di matamu, Ibu ada air mata
benarkah di mata ayah tidak ada air mata
Ibu, ayah siapa saja ada apa di matanya

Ibu, di matamu ada air mata buaya, kata ayah
Ibu, di matamu ada air mata dusta, kata ayah
Ibu, di matamu ternyata hanya ada siksa

Ibu, di matamu tiada kuasa menembus ego ayah
Ibu, di matamu aku ingin berteduh selamanya 


Tbk-170919

17 Sep 2019

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu

Di Mata Ibu dan di Mata Ayah Ada Apa, Ibu


Karya M. Rasyid Nur 

Di matamu, Ibu dan di mataku ada mata ayah 
Di mataku dan di mata ayah ada matamu, Ibu
Di mata ayah dan di matamu, Ibu juga ada mataku, 
mata merana, Ibu


Ibu, aku dan ayahku adalah satu yang Dia putuskan buat kita begitu
yang seharusnya kita bersatu seperti ruas dan buku tebu
bukan seperti sepatu yang tak bisa menyatu
tapi tak bisa juga satu, Ibu


Ibu dan ayah entah kemana membawa mata
matamu dan matanya
entah kemana membawa mataku tergores sembilu

entah kemana ingin bersatu menelan pilu
Kini di mataku ayah dan ibu tidak punya mata, Ibu

Di mataku, matamu dan matanya adalah derita
Di mataku, matamu dan matanya adalah air mata, air mata buaya
Di mataku, matamu dan matanya adalah buaya telah menerkam mangsa
Di mataku, ibu tetap merana


Bermata buayakah ayah
bermata buayakah ibu yang nestapa 
Tanpa meninggalkanmu, Ibu
Ini adalah waktu memperingatimu
emak ayah dan kita ciptaan-Nya
mengapa tersia-sia

 
Mengapa emak kita yang susah melahirkan kita
yang bertarung nyawa demi anaknya melihat dunia
yang tak pernah mengeluh dalam derita
tetap harus terus dan terus menderita
benarkah di matamu, Ibu ada air mata
benarkah di mata ayah tidak ada air mata
Ibu, ayah siapa saja ada apa di matanya

Ibu, di matamu ada air mata buaya, kata ayah
Ibu, di matamu ada air mata dusta, kata ayah
Ibu, di matamu ternyata hanya ada siksa

Ibu, di matamu tiada kuasa menembus ego ayah
Ibu, di matamu aku ingin berteduh selamanya 


Tbk-170919

2 Agu 2019