Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan

5 Feb 2022

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (7)

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (7)


Bag 7 Oh Ramai  Sekali

Oleh Dra. Hj. Yulitas Muaz

Perjalanan wisata dilanjutkan, mobil  kembali melaju, arah selatan, menyusuri jalan di pinggang  gunung Batur, menuju  gunung Agung. Jalannya berliku-liku mendaki dan menurun. Arealnya merupakan hutan, ditumbuhi bermacam pohon, ada hutan bambu, tampak juga pohon rotan, pohon pinus, dan jenis pohon lainnya. Bli menunjukkan pohon cendana yang banyak terdapat di Bali.

Hutan yang terdapat di Pulau Bali, tidak selebat hutan yang terdapat di Pulau Sumatera, menghijau lebat dan gelap sejenis hutan hujan tropis, tapi tetap indah dilihat mata.  

Suamiku asyik bercerita dengan bli, aku juga ikut berkomentar tentang kondisi geografis pulau Sumatera, tempat daerah asalku. sepanjang jalan suasana sepi. Rasa gembira sambil bercerita membuat suasana gembira di hati kami masing-masing.

 Setelah menelusuri areal hutan di sepanjang jalan, bli membawa kami ke objek wisata budaya.
Orang sangat ramai sekali, turis-turis tumpah ruah di sini, mereka datang berombongan, terutama orang Eropa dan Amerika. "Ini Pura Basakih," kata bli kepada kami. Pura ini terletak di lereng Gunung Agung,  merupakan gunung tertinggi di Bali, dengan ketinggian 3.142 m dml (dari muka laut). Terletak di Kecamatan Rendang Kabupaten Karang Asem Bali.


Suasana sangat ramai sekali, banyak masyarakat Bali menuju ke sini, semuanya memakai baju putih, perempuan memakai kebaya putih dengan kain batiknya, sedangkan yang laki-laki memakai putih putih. Ada yang datang pakai bus , ada mobil pribadi , ada pakai motor dan ada juga berjalan kaki. Bagi pejalan kaki tempat tinggalnya dekat dengan areal ini semua perempuan menjunjung sejenis talam.

"Kenapa ramai betul di sini bli," tanyaku kepada bli.
"Masih suasana hari raya Galungan, Buk," kata bli. Oooohhh.

Perjalanan dilanjutkan, dari pinggang Gunung Agung terus menyusuri jalan yang mulai menurun.
Kami melihat perkampungan, di sepanjang jalan dipenuhi Pure sebagian besar sudah berlumut, tidak ada dibersihkan, dicat atau diperindah, semua dibiarkan begitu saja sepertinya. Kami tak melihat penduduk lalu lalang di jalan raya, dimana penduduknya? kataku.

Bli menceritakan, kenapa banyak Pura di sini, yah setiap ada orang yang baru membina rumah tangga terlebih dahulu membangun pura. Pura dibangun di bagian depan , rumah tempat tinggal dibangun di belakang Pura.  Aturan adat sangat dijunjung masayarakat Bali.

"Penduduk tinggal di mana, Bli?" tanyaku lagi. 
"Penduduk tinggal di bagian belakang, di ditulah semua aktivitas penduduk." 
"Oh, pantas," kataku. Kita tidak menemukan apa apa di sepanjang jalan raya selain pura di areal pedesaan.

Pura pura yang terlihat disepanjang jalan, dibiarkan ditumbuhi lumut, tidak dicat, terlihat seperti bangunan tua. suasana terlihat suasana yang kental dengan budaya Bali. yang berada di daerah pedesaan. (bersambung)


3 Feb 2022

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (6)

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (6)


Bag 6 Menikmati GWK
Oleh Dra. Hj. Yulita Muaz

Setelah puas berwisata di "Sacred Monkey Fores Ubud, Bali," kami melanjutkan perjalanan menuju GWK (Garuda Wisnu Kencana).  GWK Bali adalah sebuah taman budaya yang terletak di desa Ungaran, Kuta Selatan Kabupaten Badung. Tepatnya di Jalan Raya Uluwatu, Ungaran , Kuta Selatan, Badung, Bali.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke GWK, aku minta bli mengantarkan kami ke Masjid mengingat jarum jam sudah menunjukan pukul 12.00 ditandai masuknya waktu sholat zuhur. Lalu bli membelokkan taxinya ke dalam gang. Di situ terdapat masjid yang sayapun lupa apa namanya dan di daerah mana berada. Setelah siap kami pun melanjutkan perjalanan. Karena perut udah terasa lapar, saya minta bli mengantarkan kami ke Rumah Makan Padang, dan terus melanjutkan perjalanan.

Jam menunjukan pukul 13.00 WIB, kami sampai di GWK. Cuaca sangat panas. Kami berjalan menuju tempat penjualan tiket masuk. "Mau membeli tiket 4, Mbak," kata bu Jusmin . "Empat ratus ribu, Bu," kata si penjual tiket. Mahal juga, ya, kataku dalam hati.

Terik matahari sangat kuat. Kami harus  berjalan menuju lokasi GWK. Degan nafas terengah-engah kami sampai juga. Di situ hanya ada patung, ya patung Garuda Wisnu Kencana. Objek ini tersohor kemana-mana.
 
Hanya ada tiga patung yang ada di situ, satu dewa Wisnu (menurut kepercayaan orang Bali) sedang menunggangi burung garuda, yang satu lagi patung kepala burung garuda yang cukup besar dan patung kepala Wisnu kencana. Di situ sedang dibangun GWK yang katanya tingginya lebih 100 meter, menjadi ikon daerah Bali. Di sebelah kiri kanan terdapat dinding-dinding batu cadas bewarna putih. Di hamparannya terbentang rumput-rumput hijau, dan di tengah rumput itu terdapat jalan aspal.

Untuk melepaskan lelah, kami duduk di hamparan rumput yang hijau, tanpa terasa jam pun sudah menunjukan pukul 15 WIB. DN kami bersiap-siap untuk meninggalkan GWK.

2 Feb 2022

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (5)

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (5)


Bag 5 Indahnya Kintamani

Oleh Dra. Hj. Yulita Muaz

Setelah menikmati keindahan Tegalalang, kami melanjutkan wisata ke tempat lain. Mobil meluncur menuju utara, jalan semakin mendaki, langit cerah , udara semakin dingin, karena sudah memasuki daerah pegunungan.

Wilayah Indonesia dilalui dua jalur pegunungan dunia yaitu Sirkum Meditrania dan Sirkum Pasifik.
Wilayah bagian barat Indonesia dilalui Sirkum Medtrania, mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Alor, Solor , Wetar, yang berakhir di Saparua, Kepulauan Aru. Daerah ini ditandai banyaknya gunung, baik yang aktif maupun tidak aktif. Salah satunya gunung Batur  dan Agung yang terdapat di Bali.

Gunung Batur dan gunung Agung letaknya berjauhan merupakan gunung berapi aktif berlokasi di desa Batur  Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Bali. Sedangkan gunung Agung terletak di kecamatan Rendang kabupaten Karang Asem Bali. Dari Kintamani kita melihat gunung Batur dan gunung Agung bergandengan seolah olah tidak mau terpisahkan, dikakinya terhampar danau Batur.

Secara umum orang menyebutnya daerah Kintamani. Setelah memasuki daerah Kintamani , kami turun dari mobil, suasana disini sepi, dibagian kiri jalan terhampar pohon pohon. Kintamani berada pada ketinggian  lebih 900 m dml dari muka laut, menjadikan udara sejuk pada siang hari dan dingin pada malam hari.

Dari jalan kami memandang, hamparan danau yang didindingi gunung Batur dan gunung Agung. Saat itu gunung Batur terlihat seperti memuntahkan awan dari perutnya. Dari kejauhan danau dan gunung Batur yang bergandengan dengan gunung Agung terlihat bak lukisan, yang terhampar di langit luas, Kalau kita lihat dari jalan, kaki gunung dan danau Batur jauh berada di bawah jalan. 

Menurut keterangan bli,gunung Agung merupakan arah tidur, posisi kepala mengarah ke gunung Agung, kedua  gunung ini berada sebelah utara arah timur.

Mobil menelusuri ke danau Batur, jalan terjal dan menurun. Saat kami berwisata ke sini, suasana sepi, hanya beberapa touris yang kelihatan. Kami tidak melihat adanya hiruk pikuk, dan kesibukan manusia. Nuansanya tenang, setenang air danau Batur yang berwarna kehijau-hijauan.


Kami melihat ada tiga orang ibu-ibu paroh baya menjanjakan jualannya.Aku lihat-lihat jualannya, ternyata dia menjual aksesoris. "Yid, coba pilih gelangnya, cari yang bagus ya,"  kataku. Harganya cukup murah. Kemudian datang lagi seorang ibu menawarkan aksesoris dari kayu cendana. Karena aku kasihan aku beli juga. Suamiku juga membeli kacang rebus dengan ibu ibu yang lain. Sambil menikmati kacang rebus kami menikmati keindahan danau Batur, gunung Batur dan gunung Agung.

Kami melanjutkan perjalanan. Mobil menelusuri jalan pinggir danau. "Oh, ada perkampungan," kataku.
Aku tanya bli, "Ini desa apa, bli?" 
"Ini desa Kedisan, Bu," jawabnya.
Di sepanjang jalan desa Kedisan itu terpasang umbul umbul seperti janur, suasana sepi sekali, tidak terlihat satu orang warga yang berjalan di jalan. Kemana warganya ya, kataku dalam hati. Kami turun mlihat suasana desa Kedisan yang saat itu sepi.

Dalam pikiranku yang masih bertanya tanya, bli menawarkan pada kami wisata ke desa Trunyan.
Bli terus bercerita, Desa Trunyan ini banyak dikunjungi bule, karena di sini suatu tempat  pemakaman yang mayat tidak dikuburkan. Diletakan begitu saja. 
"Tidak bau, bli?" Suamiku bertanya. 
"Tidak," jawab bli. "Di situ banyak pohon taru menyan," kata bli menambahkan.
"Di mana lokasinya?" kata suamiku. 
"Kita harus naik perahu, Pak," kata bli.
"Gimana Mi?" tanya suamiku. 
"Tak usahlah Pi," kataku. Anakku juga tak mau. Kamipun berbalik arah meninggalkan Desa Kedisan, kembali menelusuri jalan tepi danau, terus mendaki menuju dataran tinggi Kintamani. Selamat tinggal Kintamani, kataku dalam hati. Mengagumkan sekali keindahan alam di sini.

1 Feb 2022

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (4)

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (4)



Bagian 4 Melanjutkan Perjalanan Wisata Bersama Suami.

Oleh Dra. Hj. Yulita Muaz

Tegalalang Rice Terrace.

Selepas magrib kami sampai di hotel dan aku lihat suami pun baru sampai setelah mengikuti rapat kerja. Kami sama-sama sampai meskipun tanpa ada janjian. Pak Jusmin ngasih tau suamiku. "Pak, kami besok mau kembali ke Jakarta." 

"Kok. cepat sekali, kan besok kita bisa jalan jalan? Jalan sama-sama," kata suamiku.

"Yah, tak apa apa, Pak. Lain waktu kita bisa jalan sama-sama," kata Pak Jusmin. Setelah istirahat sebentar di lobi hotel, kami menuju kamar masing masing. 

Besoknya Pak Jusmin beserta isteri dan anaknya pamit. Kami hanya bisa mengantar sampai ke lobi. Saya peluk Bu Jusmin, "Sampai jumpa lagi, ya," kataku.

Sejenak, "Kita mau kemana?" tanyaku. 

"Kita pesan taksi," jawab suamiku. Lalu kami naik texi. Taxi mulai bergerak meninggalkan hotel dan aku bertanya, "Mmau kemana, Pak?"  kata sopir taxi. Kemudian sopir taxi mengeluarkan semua brosur brosur objek wisata. Aku diskusi dengan anakku, "Kemana kita  ya?" kataku.

Aku ingat ketika aku belajar di sekolah dasar, ada pembelajaran ilmu bumi. Aku sangat suka dengan pelajaran ini, selalu ada pelajaran membuat peta, peta Pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Sampai sekarang aku ingat pelajarannya,  gunung gunung, sungai sungai dan danau danau, ibu kota propinsi, bandara bandara. Itulah materi pelajaran waktu di sekolah dasar dulu. Aku ingat danau yang terkenal di Bali.

"Ke Danau Batur, bli," kataku ke sopir taxi. Mobil mulai berjalan agak laju, saya menikmati suasana sepanjang jalan, kami meninggalkan Kabupaten Badung menuju arah utara, yang suasananya mulai nuansa perkampungan.

"Ini daerah apa, bli?" katakuku. 

'Kita sudah memasuki Kabupaten Gianjar, Bu," kata bli. Kabupaten Gianjar berada di sebelah utara Kabupaten Badung. Jalan sudah mulai mendaki karena memasuki daerah pegunungan, cuaca mulai sejuk, mobil terus meluncur menuju arah utara.

Di depan, aku melihat banyak mobil parkir sepanjang jalan, "Itu ada apa, bli?" tanyaku. 

"Oh, itu objek wisata, Buk. Nanti kita berhenti di situ," kata bli menjelaskan. Kami pun turun. Kulihat banyak sekali tourist di sini. Di pinggir jalan banyak dijual beraneka souvenir. Anakku tertarik dengan tas anyaman dari rotan, "Mau, Mi," kata anakku. Dan aku menyuruhnya mengambil tas yang dia suka.

Lalu aku, suami serta anakku menyeberangi jalan melihat keindahan alam. Woouuu indah sekali, kataku dalam hati. "Ini daerah apa?"

"Tegalalang Rice Terrace." Terletak di dusun Ceking Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianjar Bali.
Mata pencarian penduduknya kebanyakan di sektor pertanian. Saat itu cuaca tidak begitu panas, angin sepoi sepoi, pohon pohon melambai lambai, udara sejuk nyaman dan adem.

Kami pandang hamparan sawah di lereng bukit, sawahnya bertingkat-tingkat, berkelok kelok menghijau, tak terlihat daunnya yang menguning. Padinya sama tinggi, sawah ini terletak di dua lereng bukit. Di sini terhampar tanaman padi mulai dari lereng menurun ke lembah dan naik lagi ke lereng bukit. Sawah di sini berundak atau bertingkat tingkat, undakan lahan pertanian ini dikenal dengan terasering.  

Terasering adalah mengolah lahan pertanian di lereng bukit, tujuannya ketika hujan lebat airnya mengalir dari satu petak sawah kepetak sawah yang dibawahnya sehingga tidak terjadi erosi atau pengikisan tanah oleh air.        

Banyak turis menuruni lereng, menikmati keindahan Tegalalang. Mereka turun menelusuri pematang sawah. Ada yang berombongan, ada juga berdua, mereka asyik berlari-lari kecil di pematang sawah.    

Kami tidak turun menelusuri pematang hanya memandang keindahan Tegalalang dari lereng bukit. "Bagus ya ,Pi. Alamnya indah," kataku. Anakku juga merasa puas melihat sistem pertanian di Bali. Saya buka gougle, digambarnya dilihat dari hasil foto  udara, tergambarlah sawah itu seperti lingkaran berlapis lapis, inilah daerah "Tegalalang Rce " ucap saya kagum. (bersambung)

29 Jan 2022

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (3)

Diajak Suami Jalan-jalan ke Bali (3)


Bagian 3 Jalan Jalan Bersama Bu Jusmin

Oleh Dra. Hj. Yulita Muaz

Pagi pagi kami udah bangun. Langsung mandi. Setelah semuanya siap kami menuju restoran hotel. Di restoran ternyata sudah ramai para tamu yang makan. Kami pun mengambil makanan sesuai selera dan menu yang tersedia. Buat kami, satu hal yang melegakan adalah karena di situ ada ditulis halal. Bali dengan mayoritas non muslim tentu saja mesti menjadi perhatian untuk menentukan makanan. Sebagai seorang muslim ini penting.

Kuperhatikan orang yang ada banyak bule. Rombongan tourist dari China, Jepang , Korea dan Hongkong, ada juga rombongan dari Singapura. Suamiku  nampaknya asyik berbicara dengan turis wanita asal Singapura. Ehem. 

Ketika mengambil makanan, aku melihat seorang yang memakai cadar berdiri di sampingku. Kuperhatikan wajahnya, rupanya orang Indonesia. Dia berdua dengan suaminya ke Bali. Sepertinya hanya aku dan dialah yang memakai baju muslim di situ. Aku kebetulan tengah memakai jilbab panjang dan dia pakai cadar. 

Sehabis sarapan, suami siap siap  berangkat untuk mengikuti rapat dengan temannya pada tempat yang berbeda. Sebelum berangkat ke Bali suamiku dan temannya sudah janjian duluan, untuk membawa isteri dan anak jalan-jalan ke Bali. Aku diperkenalkan oleh suamiku dengan istri teman suamiku. Ternyata namanya Bu Jusmin. Orangnya cantik. Mirip Erni Johan, penyanyi tempo dulu itu, kataku dalam hati.

Setelah beres semua aku  telp bli, "Hallo, bli," kataku. "Bisa ngantar kami jalan-jalan?"
"Maaf ya, Bu, saya tak bisa ngantar Ibu, kami masih dalam suasana hari raya Galungan," katanya. "Tapi Ibu tak usah khawatir , nanti teman saya jemput Ibu ke hotel, ibu tunggu aja di situ," kata bli.

Setelah menunggu berapa saat taxi pun datang. Aku bersama Bu Jusmi dan anak anak langsung naik taxi. Objek yang kami tuju adalah "Sacred Monkey Fores Ubud Bali." Objek wisata ini adalah sebuah kawasan hutan lindung yang sangat asri dan luas. Di dalamnya terdapat pura tempat yang sakral bagi masyarakat Bali. 


Daya tarik utama dari objek ini adalah terdapatnya ratusan kera abu-abu berekor panjang. Menyaksikannya berlompat dari satu dahan ke dahan lainnya adalah satu pemandangan yang menyenangkan. Kami menelusuri jalan yang ada di kawasan hutan lindung.  Di sepanjang jalan banyak terdapat pohon-pohon besar dan usianya sudah ratusan tahun. Pohon-pohon itu banyak ditumbuhi lumut. 

Jalan-jalan yang terbuat dari semen juga ditumbuhi lumut. Di sini juga terdapat patung patung kera, patung ular besar-besar sehingga membuat suasana agak menyeramkan. Kera-kera bergerombolan bermain dengan anak anaknya, melompat berlari bergantung di pohon pohon, bermain di jalan jalan semen. Tapi kera ini tidak mengganggu pengunjung. Petugas selalu mengingat kan kepada orang " yang ada disitu, jangan ditatap mata kera. 

Turis-turis bule banyak ke sini. Aku melihat serombongan turis asal Inggris, mereka bermain dengan kera. Ada yang dipangku, ada yang ditarok di bahu dan ada juga di atas kepala. Aku berpikir kenapa kera ini begitu jinak? Kami dekati turis itu. Oh, ternyata terlebih dahulu kera itu dibacakan mantera mantera oleh si pawang kera. Kami pun foto bersama dengan si bule.

Kami melanjutkan  perjalanan mengelilingi kawasan hutan lindung. Aku dan anakku bisa berfoto dengan kera dengan jarak agak jauh. Bu Jusmin dan anaknya juga berfoto dengan kera. Kami foto bersama sebagai kenang-kenanga berjalan-jalan ke Bali. Itulah. perjalananku di kawasan hutan lindung, "Sacred Monkey Fores Ubud Bali" yang cukup terkenal itu. (bersambung)