Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

7 Mei 2022

Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan

Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan


Catatan M. Rasyid Nur
KITA baru saja meninggalkan atau ditinggalkan bulan Ramadan. Selama satu bulan kita bersamanya, selama satu bulan itu pula kita berusaha meraih derajat terbaik yang dijanjikan-Nya. Janji itu hanya ada di bulan puasa. Itulah derajat takwa yang insyaallah akan menjadi modal kita beroleh tiket masuk surga-Nya. Di bulan Ramadan, dengan ibadah yang dilaksanakan sepenuh iman dan semata karena Tuhan maka dosa-dosa masa lalu itu akan mendapatkan ampunan. 

Meraih derajat takwa disebut pula dengan meraih kemenangan. Kalau ada kemenangan artinya harus ada yang dikalahkan. Atas keberhasilan mengalahkan itulah disebut meraih kemenangan. Adapun bentuk-bentuk kemenangan yang didapatkan antara lain kemenangan dengan kemurahan hati yang mengalahkan sifat kikir dan tamak. Lalu ada kemenangan lain keikhlasan yang mengalahkan sifat riya.

Kemenangan kemurahan hati  yang mampu mengalahkan sifat kikir dan tamak adalah kemenangan besar yang sebagian orang mampu meraihnya di bulan Ramadan dan sebagiannya mungkin belum mampu meraihnya. Ada banyak orang yang kikir dan tamak yang tiba-tiba berubah pada bulan puasa menjadi murah hati. Perasaan tidak ingin berbagi yang selama ini ada di hati bisa berubah menjadi ingin berbagi selama bulan puasa. Itulah kemenangan kemurahan hati.

Benar, kalau tamak dan kikir adalah penyakit yang bersarang di hati yang menjadi penyebab seseorang tidak mau berbagi. Hasrat ingin kaya yang tidak pernah puas membuat seseorang tidak sudi berbagi harta kekayaan dengan orang-orang yang membutuhkan. Boleh jadi karena tidak memahami bahwa pada harta kekayaan yang dimiliki ada hak orang lain di dalamnya. Atau jika sudah memahmi tetap saja tidak mau berbagi karena sifat tamak dan kikir tadi. Setiap diri dialah yang tahu mengapa seseorang tidak mau berbagi.

Alhamdulillah di bulan Ramadan sifat buruk itu dapat dikalahkan. Sifat murah hati mengalahkan sifat kikir dan tamak. Ini satu kemenangan yang tidak akan mudah. Tidak juga bisa datang serta-merta. Lazimnya karena usaha yang berat dan bersungguh-sungguh. Di bulan Ramadan hidayah Allah diberikan kepada orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya. Maka rajinlah orang yang tadinya kikir, kini menjadi murah hati untuk berbagi. Sifat kikir dan tamaknya dapat ditekan dan dikalahkan oleh sifat murah hatinya.

Kita tahu bahwa ketamakan dan kekikiran adalah adalah sisi buruk dari perilaku manusia yang sebenarnya akan mendatangkan mudharat. Disadari atau tidak sifat buruk inilah yang akan menjadi sumber malapetaka sosial yang melanda umat. Besarnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang melanda suatu daerah atau di negera kita pada hakikatnya disebabkan karakter kikir dan tamak dari sebagian orang. Jurang pemisah antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat pada hakikatnya bermula dari terpeliharanya sifat kikir dan tamak. Maka beruntunglah jika kita mampu mengalahkan sifat ini, setidak-tidaknya dalam bulan Ramadan itu. Mari niatkan dan usahakan untuk seterusnya di bulan-bulan yang akan datang.

Kemenangan kedua yang ingin diulangbualkan di sini adalah kemenangan keikhlasan hati yang mengalahkan sifat riya. Kemangan ini juga menjadi kemanangan yang sangat penting bagi kita jika mampu meraihnya. Tidaklah mudah menjadi orang ikhlas (mukhlisin) yang sesungguhnya menjadi penentu nilai ibadah kita di mata Allah. 

Mukhlisin atau orang-orang ikhlas adalah golongan orang-orang yang Allah begitu ridha dengan mereka. Namun seikhlas-ikhlasnya dalam setiap amal tidak boleh sedikitpun merasa aman dari penyakit riya. Di sinilah peran kesabaran dalam ketaatan menjalankan perintah Allah. Kesabaran adalah proses puncak menuju maqam mukhlisin. Perlu proses juga untuk mendapatkannya. 

Puasa mengajarkan kita tentang bagaimana sebuah amal yang kita kerjakan hanya diketahui oleh Allah. Rasulullah sampai mengingatkan para sahabatnya, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya: ‘apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya maka Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya: ‘pergilah kalian kepada apa-apa yang kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mendapat balasan dari mereka”. (HR. Ahmad). Artinya riya itu sebuah penyakit yang mesti diobati atau dilawan.

Para ustaz sudah selalu mengingatkan bahwa penyakit riya amatlah berbahaya karena ia akan menjangkiti seseorang bukan dalam keadaan seseorang bermaksiat tetapi justru ketika seseorang beramal shalih. Selain itu bila seorang yang beriman dalam amal shalihnya ternodai oleh sifat riya, berarti terdapat dalam dirinya  satu bagian dari sifat-sifat kaum munafiqun. Alhamdulillah, jika proses ibadah selama puasa kemarin dapat mengalahkan penyakit ini maka itulah kemenangan penting yang juga akan mengantarkan kita ke pintu syurga.

Untuk dua kemenangan ini dan atau kemenangan-kemenangan lainnya, sikap kita tentu saja menjaga, merawat dan mempertahankannya untuk terus dilaksanakan pada waktu-waktu ke depannya. Semoga Allah memelihara kita untuk mampu bertahan dengan kemenangan ini.***

6 Mei 2022

Materi Khutbah Idl Fitri: Hakikat Kembali ke Fitrah*

Materi Khutbah Idl Fitri: Hakikat Kembali ke Fitrah*


PERTAMA-tama, marilah kita persembahkan puji dan syukur kita ke hadhirat Allah Swt atas kesempatan kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya. Idul Fitri adalah hari raya kita, umat Islam yang disebut hari raya berbuka. Artinya, setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini tibalah saatnya hari berbuka. Itulah Hari Raya Berbuka.

Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad Saw, Nabi yang telah mengajarkan kepada kita pentingnya menunjukkan kepedulian kepada sesama manusia juga dengan alam di sekeliling kita. Kita berdoa semoga keselamatan dan kesejahteraan tercurah kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya, allohumma solli ala sayyidina Muhammad...

Sebagai muslim, kita perlu dan wajib meyakini bahwa Allah Swt tidaklah akan menciptakan kita kecuali semata untuk menyembah-Nya. Firman Allah, .... yang artinya, Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku," (Az-Dzariyat: 56) sangat jelas menegaskan itu. Oleh sebab itu, jika ada manusia yang menyombongkan diri tidak mau taat dan tunduk kepada Allah, maka ia telah mengingkari tujuan ia diciptakan. Akibat dari keingkaran tersebut, ia akan menghuni neraka dalam keadaan dihinakan, na’uzubillahi minzalik

Hadirin, ketika kita masih berada di alam rahim, sesungguhnya Allah Swt telah meminta dan mengambil perjanjian kesiapan dari kita sebagai manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya sebelum kita lahir ke muka bumi. Allah menanyai ruh kita tentang kesiapan mengakui Allah Swt sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya. Lalu ruh menjawab dengan tegas bahwa ruh bersaksi tiada 'Tuhan selain Allah' yang berhak diimani dan disembah. 

Sebagaimana firman-Nya, Allah bertanya kepada ruh, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (Al-A’raf: 172). Inilah bukti kesanggupan kita ketika masih berupa ruh.

Dalam menjaga komitmen kehambaan yang diikrarkan pada alam rahim tersebut, Allah Swt memerintahkan manusia (setelah lahir), agar menghadapkan wajah kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaannya. Kita simak firman Allah sebagai berikut, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30) Jika kita melaksanakan perintah ini, itulah pertanda kita bertahan dengan fitrah kita.

Fitrah adalah kesucian jiwa yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah. Namun keadaan manusia dan lingkungan sekitarnya telah mempengaruhi kita sehingga menodai kesucian fitrah tersebut. Maka berubahlah ketauhidan menjadi kemusyrikan, keimanan menjadi kekafiran. Padahal kita sudah diberi tahu oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya,

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Untuk mengembalikan hakikat fitrah itulah sesungguhnya Allah menganugerahkan bulan Ramadhan. Kita diwajibkan berpuasa agar kita berkesempatan menjadi orang bertakwa sebagai implementasi fitrah kita. Jika di penghujung Ramadhan kita merayakan Idul Fitri, maknanya adalah kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan sebagai proses pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah. 

Hakikat kembali fitrah itu harus dan dapat diwujudkan dalam bentuk 1) mengokohkan ketauhidan, 2) menguatkan komitmen ubudiyah, dan 3) memelihara karakteristik (akhlak) terpuji kita.

1)      Mengokohkan Ketauhidan

Ibadah Ramadhan telah kita sempurnakan kita laksanakan. Mulai dari puasa, shalat tarawih, tadarus AlQur’an, membayar zakat fitrah, zakat harta, dll hingga hari terakhir kita tuntaskan dengan melaksanakan shalat Idul fitri. Semuanya itu kita yakini sebagai bentuk aktualisasi keimanan kita kepada Allah Swt. Bukti ketauhidan yang kita miliki.

Sebagai hamba, kita menyadari begitu banyak kekurangan yang telah kita lakukan. Terkadang kita sibuk berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun bekerja keras dan banting tulang hanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang kita cintai. Suami, misalnya menghabiskan hampir semua waktu siangnya untuk menyenangkan istrinya hingga berkali-kali ia meninggalkan shalat entah Zhuhur atau Asharnya. Sebaliknya istri menghabiskan hampir semua waktu malamnya untuk menyenangkan suaminya hingga berkali-kali ketinggalan shalat Maghrib dan Isyanya. Keadaan itu tentu menjadikan kita seolah lemah keimanannya hingga boleh jadi sampai pada titik keimanan yang sangat lemah. Jika suasana itu terus berlanjut, kita pasti akan semakin jauh dari fitrah kita.

Ramadhan adalah momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan kita dan mengembalikan kita kepada fitrah. Ramadhan adalah bulan yang disiapkan Allah untuk mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya. Mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa untuk datang memohon ampunan kepada-Nya. Mendidik jiwa-jiwa yang lalai ibadahnya untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya.  Semoga Ramadhan ini mampu kita buktikan sebagai bulan mengokohkan iman dan ihtisab (mengharap pahala) kita kepada-Nya. Sabda Nabi, “Barang siapa berpuasa dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala hanya dari Allah), akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

2)      Menguatkan Komitmen Ubudiyah

Fitrah kehambaan menuntut setiap muslim untuk membuktikan komitmen ibadahnya. Kita sebagai hamba Allah dituntut tidak hanya bersungguh-sungguh menunaikan semua ibadah-ibadah fardhu, tapi juga ibadah-ibadah sunnah.  Dalam Ramadan kita sudah buktikan, selain berpuasa solat fardhu kita juga melaksanakan tarwih, tadarus, bersedekah dan amalan sunah lainnya. Itulah yang akan mengantarkan kita ke derajat takwa sebagaimana Allah katakan, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Agar kita menjadi orang bertakwa. Ini semacam peruntah dari Allah.

Perintah takwa adalah perintah agama yang harus dilanggengkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita wajib memeliharanya hingga ajal kita tiba. Apabila seseorang memelihara ibadahnya secara benar dan konsisten, maka akan terangkat derajat ketaqwaannya, suatu derajat istimewa dan yang paling mulia di sisi Allah. Kata Allah, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi, jika kita ingin membuktikan kesungguhan kita untuk kembali kepada fitrah, salah satu bentuknya adalah dengan membuktikan komitmen ibadah kita. Komitmen ubudiyah. Kita jaga shalat fardhu dan melengkapi dengan shalat-shalat sunnah. Kita tunaikan puasa wajib dan melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat (jika mampu) dan menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Kita melaksanakan haji dan menyempurnakannya dengan umrah. Inilah komitmen ubudiyah yang perlu kita pertahankan.

Dengan menjaga komitmen ubudiyah yaitu dengan konsisten beribadah dan menegakkannya secara sempurna, artinya kita mampu kembali kepada kesucian fitrah kita bagaimana diberikan Allah pada saat awal kita diciptakan-Nya.

3)      Memelihara Akhlak Terpuji

Menjaga karakteristik atau akhlak kehambaan kita adalah salah cara untuk kembali ke fitrah. Karakteristik yang dimaksud adalah karakter amanah, jujur, sabar dan syukur. Dengan akhlak itu kita akan merasakan ketenangan dalam hidup. Tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang yang suka berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatan-nya, atau seperti pendusta yang takut terbongkar kebohongannya. Insyaallah juga akan terhindar dari bahaya pertengkaran dan perselisihan, karena sifat sabar yang dimiliki. Orang amanah, jujur, sabar dan syukur adalah orang yang akan disenangi dan dirindukan semua orang.

Semua karakter terpuji itu tentu tidak lahir begitu saja, tapi melalui proses penempaan dan pelatihan. Salah satu sarana pelatihan itu adalah puasa yang kemarin kita laksnakan di bulan Ramadan. Sesungguhnya dengan berpuasa, seseorang akan terdidik untuk bersifat amanah, karena dalam berpuasa syarat utamanya adalah amanah. Orang berpuasa akan memelihara amalan puasanya semata-semata karena Allah Swt. Ia mungkin bisa berbohong kalau ia makan dan minum secara sembunyi, tapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang sedang terkondisi untuk mendekat kepada Allah Swt.

Selain itu, puasa juga membentuk karakter sabar. Rasulullah bersabda: “Puasa adalah setengah dari kesabaran”. Dengan menguatnya sifat sabar akan bisa menjaga diri untuk tidak terlibat dalam konflik, pertentangan, apalagi permusuhan sekecil apa pun lingkup dan kadarnya. Dan kalau pun harus terlibat dalam sebuah perbedaan pendapat, tetap bisa menyikapinya dengan sikap-sikap yang bijaksana. Firman Allah Swt:

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfal: 46)

Maka marilah kita kokohkan persaudaraan kita sesama muslim di atas rasa cinta lainnya. Janganlah perbedaan-perbedaan menjadikan kita saling berbantah-bantahan dan saling membenci. Ingat, sikap itu hanya akan memuaskan setan dan hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Kita juga akan dihinggapi rasa lemah dan gentar sehingga kita tidak akan pernah menjadi umat yang kuat. Hati kita pun akan kehilangan karakteristiknya yang terpuji, berganti dengan karakter pemarah, egois, dan merasa paling benar. Akhlak mulialah yang akan menjaga fitrah kita.

Demikianlah khutbah kita pada hari ini, semoga Allah memberikan umur yang berkah kepada kita dan memberikan kemampuan untuk bertahan pada kebenaran. Amin.***

*Dibawakan pada solat Id 1443 di halaman Masjid Al-Mubarak, Meral, 02.05.2022



30 Apr 2022

Selain Tarwih dan Bersedekah Teruslah Membaca Alqur

Selain Tarwih dan Bersedekah Teruslah Membaca Alqur


SELAMA Ramadan ini, jika kita sukses menyatukan ibadah seperti solat sunat tarwih, bersedekah dan membaca alquran, maka bersyukurlah kepada Allah. Tidak mudah melakukan itu bersamaan atau sekaligus. Itulah prestasi terbaik yang sejatinya dicapai oleh setiap mukmin di bulan suci yang datang setahun sekali.

Tarwih mungkin tidak membuat sulit untuk melakukannya. Kebetulan setiap masjid atau musolla selama Ramadan ini menghelat solat tarwih setelah solat Isya. Kita tinggal bergabung ke masjid atau musolla yang kita suka. Mungkin karena dekat dari rumah atau mungkin rumah ibadahnya asri dan adem solat di sana. Pokoknya setiap menjelang Isya kita datang dan terus berada di sana hingga tarwih atau witir selesai.

Untuk ibadah seperti bersedekah yang pahalanya pun berlipat ganda hitungannya selama bulan puasa juga relatif mudah melaksanakannya. Seperti menunaikan solat tarwih yang tinggal hadir ke masjid atau musolla maka memberikan sedekah atau inafaq dari sebagian rezeki yang dimiliki juga mudah. Bersamaan niat pergi tarwih kita bisa sambil membawa uang untuk sedekah. Di setiap masjid atau musolla selalu ada kotak tempat kita memberikan sedekah atau infaq. Dengan 'kotak amal' yang sudah tersedia kita tinggal memasukkannya saja. Selesailah sudah niat sedekah kita tertunaikan. Ingin setiap malam di setiap kita hadir atau setiap kesempatan lainnya, terserah kita.

Jadi, bersedekah juga tidak membuat kesulitan untuk menunaikannya. Jika rutin kita hadir ke masjid atau musolla lalu secara rutin pula kita memgisi saku baju atau celana kita dengan uang yang sudah disediakan, maka tinggal memasukkannya saja ke dalam kotak amal yang ada di masjid atau musolla. Perjuangannya hanya antara keinginan bersedekah dengan tidak ingin bersedekah saja yang akan diperjuangkan. Jika perasaan tidak ingin yang memnang, maka gagallah kita melaksanakan niat untuk bersedekah.
 
Amalan berikutnya yang sepintas juga mudah adalah membaca alquran. Hanya perlu menyediakan waktu untuk membacanya. Bisa sesudah tarwih atau pada waktu-waktu lainnya. Jika kita ingin sesudah tarwih juga ada kemudahan dan semangat tersendiri disebabkan kebanyakan jamaah masjid atau musolla sudah membiasakan melaksanakan kegiatan tadarus. Kita tinggal bergabung dengan jamaah tadarus bakda tarwih ini. Namun jika ingin sendiri, dapat dilakukan di rumah.
 
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa membaca alquran itu penilaian pahalanya adalah dari setiap huruf yang kita baca. Satu ayat dari satu surah alfatihah, misalnya memiliki 17 huruf (ayat pertama) yang kita baca maka kita sudah mendapatkan minimal 10 kali lipat berbanding di hari biasa. Tinggal kita kalikan berapa banyak pahalanya.
 
Dan jika malam saat kita membaca itu ternyata ditakdirkan adalah malam lailatur kadar, maka perumpamaan bacaan kita itu adalah lebih baik dari pada kita membaca terus-menerus selama 1000 bulan alias 83-an tahun tanpa berhenti. Bukankah itu satu jumlah yang sangat besar jika kita lakukan? Maka benar yang selalu diingatkan para ustaz, sejatinya merangkai tiga ibadah ini sekaligus adalah cara terbaik bagi kita untuk mendaptkan derajat takwa yang dijanjikan Allah. Sudahkah terlaksana? Hanya kita yang bisa mengetahuinya. Bagaimanapun Ramadhan akan segera berakhir dan meninggalkan kita.***

22 Apr 2022

Makanan yang Dimakan Ternyata Berpengaruh kepada Iman

Makanan yang Dimakan Ternyata Berpengaruh kepada Iman


TENTANG pengaruh makanan kepada iman semua orang --muslim-- atau sebagian besar mengakui itu. Ada pengaruhnya. Selalu disampaikan oleh para guru, para ustaz atau ditulis di banyak media. Kita kutip sebuah tulisan berjudul Hikmah Malam: Pengaruh Makanan Haram pada Iman Seorang Muslim yang diposting di laman hajinews.id pada hari Kamis (21/04/2022) kemarin mengulang peringatan itu. Di bulan Ramadan penuh kemuliaan ini layak terus-menerus kita baca masalah ini.

Bahwa setiap makanan akan mempengaruhi tubuh (pisik) kita, itu sudah pasti. Dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh maka keadaan tubuh kita akan ditentukan oleh makanan itu. Makanan sehat akan menjadikan badan kita sehat. Makanan yang tidak sehat otomatis akan menjadikan badan juga tidak sehat. Ini dikatakan pengaruh secara pisik. Dan ternyata makanan pun membawa pengaruh secara non pisik. Sebutlah pengaruhnya kepada keimanan seseorang.Seperti dijelaskan dalam artikel di atas bahwa keimanan dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah konsumsi yang masuk ke dalam tubuh. Bukan hanya baik dan buruk atas kandungan gizinya saja, namun status halal dan haramnya juga mempengaruhi. Suatu makanan memiliki efek besar terhadap kondisi orang yang memakannya. Haram-halanya makanan ternyata berpengaruhi langsung kepada orang yang memakan makanan tersebut.

Menurut keyakinan kita (muslim) apabila seseorang itu selalu memperoleh sesuatu yang haram, sebutlah makanan yang harfam maka sudah pasti akan terjerumus kedalam lembah kesesatan. Inilah keyakinan atau keimanan kita. Secara lahiriah boleh saja dikatakan tidak sesat dalam arti salah jalan atau salah alamat menempati rumah atau sesuatu. Tapi makna keimanan dan akidah, orang yang memakan atau mendapatkan sesuatu yang statusnya haram maka orang itu dikatakan akan terjerumus kepada kesesatan.

Beberapa contoh kriteria kesesatan, misalnya jika ada seseorang atau orang yang merasakan begitu berat mengerjakan ketaatan, tapi mudah saja dalam melakukan kemaksiatan maka tanda-tanda ini dapat dikategorikan sebagai orang yang dalam kesesatan. Penyebab utamanya boleh jadi karena yang bersangkutan senantiasa mengkonsumsi makanan dan minuman haram. Mungkin dia tidak merasa ada masalah, tidak merasa sesat, misalnya, tapi perbuatannya cenderung melakukan perbutan maksiat, maka itulah pertanda kita sudah terjerumus ke dalam kesesatan.

Mengutip hadits Nabi yang maknaya, “Tidaklah peminum khamar, ketika ia meminum khamar termasuk seorang mukmin.” (HR Bukhari Muslim) dapat kita artikan bahwa seorang peminum khamar yang bukanlah seorang mukmin. Jika dia bukan seorang mukmin, itu artinya dia sudah berada di luar status mukmin. Istilah lainnya dapat dikatakan sebagai non mukmin alias orang yang sesat. Dan meskipun hanya menjelaskan khamar saja, namun sebenarnya hal tersebut berlaku untuk semua makanan dan minuman haram lainnya. Apapun makanan dan minumannya, selama itu berstatus haram artinya akan menjadikan peminumnya seorang yang sesat.

Lain halnya apabila kita mendapatkan rezeki atau makanan yang halal maka kecenderungan kita pun biasanya akan berbuat yang diredhoi Allah. Seseorang yang istiqomah mengkonsumsi makanan dan minuman halal maka tindakan dan perbuatannya pun akan konsisten sejalan dengan tuntunan Allah. Dalam alquran (Surah Al-Mukminun ayat 51) Allah mengatakan, “Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” artinya makanan yang halal yang kita makan akan sejalan dengan amalan saleh yang dikerjakan.

20 Apr 2022

MUI Mengutuk Israil, Cukupkah?

MUI Mengutuk Israil, Cukupkah?


ORGANISASI Islam pengayom umat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan mengutuk keras tindakan kekerasan dan penyerangan yang dilakukan oleh aparat Israil terhadap jemaah muslim yang melaksanakan ibadah di Masjid Al-Aqsa, Palestina pada Jumat, 15 April 2022 lalu. Seperti disiarkan di laman hajinews.id Sabtu (16/04/2022) pengurus MUI menyatakan kalau tentara Negara Yahudi itu adalah penjahat kemanusiaan.

Melalui tulisan berjudul MUI Mengutuk Keras Penyerangan Aparat Israel ke Masjid Al Aqsa website yang dikelola pengurus IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Idonesia) Pusat, itu menerangkan bahwa Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim menyatakan, penyerangan terhadap umat muslim Palestina di Masjid Al-Aqsa saat sedang beribadah itu menunjukkan bahwa Israil memang dikuasai para penjahat kemanusiaan. Ini kalimat yang sangat keras yang disampaikan MUI sebagai organisasi perwakilan umat (Islam) Indonesia.

Sebagai orang Indonesia, khususnya umat Islam kita mendukung kecaman MUI yang mengutuk keras tindakan kekerasan dan penyerangan yang dilakukan oleh aparat Israil terhadap jemaah muslim yang melaksanakan ibadah di Masjid Al Aqsa pada Jumat, 15 April 2022 kemarin itu. Tidak dapat diterima oleh perasaan kemanusia kita. Bagaimana manusia yang menyatakan haknya untuk beribadat malah diserang begitu oleh aparat bersenjata.

Menurut Prof. Sudarnoto, semua tindakan Israel itu seharusnya semakin menyadarkan negara-negara manapun –terutama yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israil– untuk meninjau ulang kerja sama dan hubungan diplomatik mereka dengan negara zionis tersebut.  Tindakan mereka, katanya, juga meningkatkan kesadaran bahwa Israil memang negara yang tidak bisa dipercaya.

Lebih jauh Prof. Sudarnoto mengatakan, “Sebagaimana yang pernah MUI sampaikan, maka diperlukan langkah-langkah yang serius yang dilakukan oleh elemen masyarakat manapun untuk memboikot Israil dan menyeret Israil ke Mahkamah Internasional dan memberikan sanksi internasional terhadap Israil,” katanya seperti dikutip dari laman hajinews.id tersebut.

Amerika Serikat, yang selama ini memberikan dukungan penuh kepada Israil harusnya mengubah cara pandangnya agar bisa bertindak secara lebih adil dan benar-benar membela kemanusiaan. Tidak membela Israil secara membabi-buta sebagaimana selama ini mereka pertontonkan kepada dunia. Sebagai negara yang selalu menyatakan menjunjung perinsip-perinsip kemanusiaan, Amerika wajib membuktikannya ketika melihat dan menilai Israil sebagai Negara yang menginjak kemanusiaan.
 

Kita juga ingat janji Presiden Joe Bidden saat dilantik menjadi Presiden untuk “menghentikan kemungkaran” di Palestina yang dilakukan Israil harusnya benar-benar ditepati. Jangan sekadar lip services, menyenangkan umat Islam untuk sementara. Israel benar-benar melakukan kemungkaran dan karena itu Amerika harus menunjukkan kemauan dan kemampuannya menghentikan kebrutalan Israel. Apakah Amerika akan melakukannya? Rasanya tidak. Itu sudah terbukti dalam begitu lama dan begitu banyak pergantian presiden di Amerika Serikat.

Kita juga berharap, MUI dan Pemerintah khususnya melakukan tindakan yang lebih nyata untuk terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab di Palestina dan Israil itu. Cukupkah dengan hanya menyampaikan kecaman? Pasti tidak.*** (Catatan M. Rasyid Nur)

19 Apr 2022

Catatan Ramadan: Salah Kaprah Penggunaan Kata 'Takjil'

Catatan Ramadan: Salah Kaprah Penggunaan Kata 'Takjil'


SAYA pikir memang perlu diluruskan. Perlu dibenarkan kekeliruan ini. kekliruan tentang penggunaan kata 'takjil' yang selama Bulan Ramadan ini menjadi kosa kata sehari-hari kita. Tentu tidak semua orang yang keliru menggunakan kata ini. Hanya saja begitu banyaknya kita temukan kesalahan itu.

Sebuah postingan di WA Grup yang dishare oleh salah seorang anggotanya, meneruskan tulisan seorang yang ingin mengoreksi kekeliruan itu, saya kira perlu kita baca dan kita pahami. Kita berterima kasih kepada penulis tulisan koreksi ini atau tulisan lain yang tujuannya sama. Izin, saya meneruskan tulisan itu di blog ini sebagai bagian melanjutkan 'pesan' penulisnya. Postingan itu begini,

SALAH KAPRAH.., TAKJIL ITU BUKAN MAKANAN.
Yuuk, kita benerin..'

Selama bulan Ramadan ini, kita sering mendengar kata “Takjil”.
Di berita, di tv, di radio, bahkan di lingkungan sehari-hari.
Bahkan di warung dan pasar juga sering terlihat tulisan “takjil”.
Beberapa restoran menulis “Tersedia Takjil Gratis buat Pelanggan”.
Beberapa masjid juga menulis hal serupa.

Sehingga tak asing kalau mendengar ada orang yang bertanya:

Udah beli Takjil belum ?
Belum ada Takjil nih ?
Takjilnya Cuma gorengan.....dll

Apakah makna Ta'jil yang sebenarnya ?

Karena semua media pemberitaan selalu menyebut makanan untuk berbuka adalah Takjil,
maka seolah-olah kita semua sepakat menyebut bahwa Takjil adalah
hidangan atau panganan untuk berbuka puasa.

Kata Takjil / ta’jil (تعجيل) artinya adalah “bersegera/ Menyegerakan"  
diambil dari hadist Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :

“La yazalunnasu bikhairin ma‘ajjaluuhul fithra".

Artinya:
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (puasa).
(HR. Muttafaq alaih).

Makna takjil menurut ilmu bahasa arab ialah
“penyegeraan, bersegera, percepatan”, sebuah kata dasar dari ajjala : yu’ajjilu artinya : menyegerakan, mempercepat.

Ta’jilul fitri = menyegerakan berbuka (puasa).
Terlihat disini bahwa makna takjil tidak ada hubungannya sama sekali dengan makanan.

Sebaiknya semua pengguna kata-kata, terutama media, kembalilah melihat kamus.
Disana pengertian TAKJIL dengan jelas ditulis adalah “Mempercepat”.
Dalam hal ini adalah mempercepat berbuka saat tiba waktunya.

jadi.., TAKJIL itu bukan makanan ya Gaes.... 😊✌🏻

Kesimpulannya
jika ada pernyataan “Orang arab bertakjil dengan kurma”
Maka pengertian yang benar ialah mereka menyegerakan berbuka puasa dengan makan kurma
BUKAN makanan berbuka puasa mereka adalah kurma.

Silakan di Share/ Re-Post, agar banyak orang tidak salah lagi mengartikan Ta'jil
👍🏻👍🏼👍🏽😎😊❤️👌🏼🙏🏻

Sumber :
Kamus Almunjid 619, Al-Munawwir hal 1.063.

Hanan Attaki

Kepada Tuan Hanan Attaki (seperti tertera di bagian bawah tulisan) kita berterima kasih. Dimanapun belyau saat ini berada, semoga terusan tulisannya ini menajdi bukti bahwa kita yang pernah membacanya memang berusaha untuk menyiarkannya lagi kepada siapa saja. Saya menyiarkan ini tanpa mengedit tulisan (postingan) aslinya yang saya kopa paste dari WA tersebut.***

15 Apr 2022

Tiga Golongan Orang Berpuasa, Kita Ada Dimana?

Tiga Golongan Orang Berpuasa, Kita Ada Dimana?

BEGITU cepat terasa waktu berlalu. Riuh-rendah dan heboh mengawali Ramadhan yang disebabkan oleh adanya perbedaan keyakinan memulai Ramadhan, kemarin masih terasa. Belum lama. Tapi kini kita sudah berada menjelang pertengah Ramadhan. Jika fase puasa dibagi tiga, sepuluh dan sepuluh hari maka kita sudah memasuki fase sepuluh hari kedua. Oleh hadits dikatakan sebagai fase penuh ampunan (maghfiroh) setelah sebelum disebut fase penuh rahmat. 

Menyikapi Ramadhan yang sudah kita jalani, ini ternyata oleh para ulama dan para ustaz disimpulkan ada beberapa kemungkinan golongan orang bersikap. Dalam tulisan berjudul Hikmah Malam : 3 Golongan Manusia di Bulan Ramadhan, Nomor Terakhir Disukai Allah yang diposting di laman hajinews.id disebutkan sekurang-kurangnya terdapat tiga golongan orang dalam kebersamaannya dengan Ramadhan. Dengan mengutip penjelasan Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir dalam bukunya “Bekal Ramadhan dan Idul Fithri (1): Menyambut Ramadhan” dikatakan ada tiga golongan manusia dalam menyikapi bulan Ramadhan.

1. Golongan Zalim;

Golongan zalim di sini adalah orang-orang yang kurang sekali perhatiannya terhadap bulan Ramadhan. Bagi mereka kedatangan Ramadhan dianggap biasa-biasa saja malah dianggap sebagai beban. Kelompok ini menyamakan bulan Ramadhan dengan bulan-bulan yang lainnya. Tak ada istimewanya. Mereka memang berpuasa, tapi hanya sebagian harinya saja, lalu sebagian lainnya mereka tinggalkan bukan karena alasan yang diperbolehkan. Sehingga kewajiban berpuasa tidak dijalankan dengan sempurna.

Bisa jadi mereka berpuasa penuh selama satu bulan, namun hari-hari mereka meninggalkan salat fardhu, banyak tidur. Inilah kezaliman mereka untuk diri masing-masing. Di akhirat kelak nasibnya akan menyedihkan, walaupun kita tetap berharap ampunan dan kasih sayang Allah. Orang-orang seperti ini harus diingatkan dan diajak dengan baik agar menyadari pentingnya beramal saleh di bulan Ramadhan.

2. Golongan Muqtashid;

Golongan ini adalah mereka yang bergembira menyambut hadirnya bulan Ramadhan. Rasa gembira itu semakin bertambah karena mengetahui setelah itu akan ada libur panjang. Ada kesadaran bergama bahwa di Ramadhan waktunya untuk menghapus dosa dan mengambil banyak pahala untuk bekal di akhirat. Sayangnya, padatnya aktivitas dan kurang mantapnya iman, membuat mereka lalai mengerjakan ibadah-ibadah sunnah. Tetap masih rugi.

Kelompok pertengahan ini terkadang meninggalkan ibadah solat tarawih dan witir ataupun solat rawatib qabliyah dan ba’diyah. Dalam satu hari itu ada rasa malas untuk membaca Al-Qur’an, sehingga target bacaan Al-Qur’an tidak tercapai. Mereka juga full berpuasa, namun ada di antara mereka yang kesehariannya terlalu banyak tidur. Karena amalan-amalan sunnah Ramadhan yang tidak begitu diperhatikan, itulah yang menyebabkan tetap saja masih merugi.

3. Golongan Sabiqun Bil Khairat;

Kelompok ketiga ini disebut dengan istilah orang-orang berprestasi karena memang mereka adalah orang-orang yang berusaha meninggalkan perkara haram dan makruh. Mereka juga meninggalkan sebagian perkara mubah demi kesempurnaan ibadah puasa yang mereka jalankan.

Mereka ini sebenarnya bukan hanya berprestasi di bulan Ramadhan, namun di luar Ramadhan mereka juga orang-orang berprestasi. Kerinduan mereka kepada Ramadhan membuat mereka selalu berdoa sepanjang bulan kepada Allah. Golongan ketiga ini sangat disukai Allah Swat. Golongan inilah sejatinya yang harus kita dapatkan. Caranya tentu saja dengan mendahulukan ibadah tanpa meninggalkan pekerjaan wajib lainnya.

Pertanyaannya, dimanakah kita berada diantara ketiga golongan orang-orang di atas? Kata peribahasa, tepuk dada tanya selera. Kitalah yang tahu persis posisi kita. Jika kita berdoa untuk termasuk golongan ketiga, maka  marilah berusaha ke arah itu. Insyaallah bisa, jika berusaha.***


13 Apr 2022

Isteri Solehah Seperti Apa?

Isteri Solehah Seperti Apa?


SETIAP suami ingin isteri solehah. Belum terdengar --secara terbuka-- suami menginginkan sebaliknya. Hanya dalam realita tidak selalu seperti yang didamba. Harapan tidak selalu sebagaimana impian. Lalu seperti apa isteri solehah itu?

Sebuah tulisan pendek berjudul Hikmah Malam : Gambaran Seorang Istri Shalehah yang Disebutkan Rasulullah Saw yang diposting pada hari Senin (04/04/2022) lalu di laman hajinews.id memberikan gambaran seperti apa pendamping yang didambakan para suami itu. Tidak dapat disangkal kalau istri solehah itu akan memberi andil keberhasilan seorang suami di dunia dan juga dapat menolong kelak di akhirat. Bisa dikatakan bahwa peran istri dan doanya, akan menjadi jembatan emas bagi suami untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Itu mengutip tulisan tersebut.

Satu kisah, saat Umar bin Khattab bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Wahai Rasullullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki? Nabi menjawab, "Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan isteri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (Shahih Ibnu Majah)

Jadi, Nabi dengan jelas menyebut isteri yang mukminah dalam pengertian solehah, itulah sebaik-baiknya perhiasan di dunia. Dalam sebuah hadis yang lain, "Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash ra, ia berkata, bahwa Rasullullah Saw bersabda : “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang terbaik adalah wanita shalehah.” (HR. Muslim)

Jadi, seorang perempuan yang menjadi isteri haruslah dapat menempatkan dirinya laksana perhiasan yang melekat pada diri pemakainya. Isteri harus selalu menjadi penyejuk, penyedap, pesona dan pemberi semangat hidup pada suaminya. Isteri juga merupakan wakil suami dalam keluarga. Isteri yang solehah akan menjadi andalan pokok oleh suaminya dalam membangun bahtera rumah tangga.

Dalam fungsi dan tanggung jawab itu seorang isteri hendaklah menghormati dan mematuhi suami sebagai Kepala Rumah Tangga. Suami adalah seorang pemimpin dan isteri wajib taat atas kepemimpinan suaminya itu. Kerja sama dengan ketaatan kepada suami seperti itulah yang akan mengantarkan seorang isteri berstatus sebagai isteri solehah. Ketaatan kepada Allah menjadi dasar ketaatan kepada suami.

Bukti ketaatan itu dapat terlihat dalam suasana sehari-hari di rumah tangga. Isteri tidak hanya mematuhi perintah dan arahan suami. Isteri juga memberi ingatan kepada suami tentang hal-hal yang perlu untuk diingatkan. Keberagamaan suami pun menjadi hal penting untuk diingatkan isteri kepada suaminya. Jika suami lalai dalam menjalankan perintah agama, isteri yang solehah hadir untuk mengingatkannya. Keteledoran suami dalam beragama pun menjadi bagian tanggung jawab isteri.

Sebuah hadits yang diriwayatkan Thabrani bermakna begini, "Dari Abdullah bin Salam RA, Rasullullah Saw bersabda, Sebaik-baik istri yaitu yang menyenangkanmu ketika kamu lihat, taat kepadamu ketika kamu suruh, menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi,” perlu dan penting menajdi panduan kita (para suami) untuk memahmi bagaimana seorang isteri yang solehah. Dilengkapi dengan firman Allah dalam Surah An-Nisa: 34 yang maknanya, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar,” kita tahu persis seperti seorang isteri yang berstatus isteri solehah.***

12 Apr 2022

Membayar Zakat Fitrah Kapan Sebaiknya?

Membayar Zakat Fitrah Kapan Sebaiknya?


TIDAK terasa kita (muslim) sudah melaksanakan puasa beberapa hari sejak ditetapkannya awal Ramadhan Ahad (03/04/2022) lalu oleh Pemerintah. Tidak juga akan terasa sebentar lagi Ramadhan akan pergi Idul Fitri dan bagi yang terkena kewajiban berzakat (fitrah) akan membayar zakatny. Lalu menyalurkannya kepada mustahik yang sudah ditentukan agama. 
 
Ada beberapa sikap kita dalam menentukan waktu membayar zakat, khususnya zakat fitrah. Di akhir Ramadhan, di tengah atau di awalnya. Lazimnya adalah di akhir Ramadhan, menjelang Idul Fitri tiba. Bahkan dengan alasan mencari sunat ada yang menunaikannya menjelang solat Idul Ftiri. Tentu saja zakat fitrahnya sah. Kebiasaan itu menjadikan kebanyakan umat membayar di akhir-akhir Ramadhan.

Mengikuti keadaan yang ada saat ini dipandang perlu perubahan sikap dan pandangan. Tidak harus selalu dibayarkan kewajiban zakat fitrah itu di akhir Ramadhan. Lagi pula hasil zakat fitrah yang dikelola oleh amil akan disalurkan kepada yang berhak, fakir-miskin. Dan untuk lebih efektif penggunaan oleh para penerima alangkah baiknya disalurkan lebih awal. Artinya para pembayar zakat pun mesti membayar lebih awal.
 
MUI sendiri sebagai lembaga pengayom umat sudah menjelaskan bahwa diperbolehkan membayar zakat lebih awal. Sebagaimana dishare situs hajinews.id hari Selasa (05/04/2022) lalu bahwa untuk membayar zakat fitrah diperbolehkan sejak awal Ramadhan. Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan, menyampaikan pembayaran zakat fitrah di awal Ramadan agar dapat dimanfaatkan secara lebih optimal oleh masyarakat yang memang berhak.
 
Menurut buya, berdasarkan panduan ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1443 H yang diterbitkan MUI, setiap Muslim yang terkena kewajiban zakat boleh menunaikan zakat fitrah dan menyalurkannya sejak awal Ramadan tanpa harus menunggu malam Idul Fitri. Nah, dengan penjelasan itu kita tidak perlu ragu untuk membayar zakat. Dan bagi pengelola pun tidak usah ragu untuk menyalurkannya sejak awal Ramadhan.

Menurut MUI melalui Sekjendnya juga, keputusan tersebut didasarkan pada beberapa landasan. Pertama, riwayat dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Abbas RA bertanya kepada Nabi SAW tentang penyegeraan pengeluaran zakat sebelum waktunya lalu beliau SAW mengizinkannya. (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud).

Landasan kedua ialah pendapat Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu, mengenai bolehnya membayar zakat fitrah sebelum waktu wajib. Imam Nawawi mengatakan, ulama Mazhab Syafi’i berpendapat, penyegeraan membayar zakat fitrah sebelum waktu wajib adalah boleh.

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh mushannif bahwa ada tiga pendapat dan yang benar adalah boleh menyegerakan bayar zakat fitrah mulai dari awal Ramadan dan tidak boleh membayar zakat fitrah sebelum masuk Ramadan. Dengan begitu tidak perlu ada keraguan kita untuk membayar zakat fitrah dan kapan menyalurkannya. Semoga puasa kita sampai ke Allah karena kita tidak melalaikan pembayaran zakat fitrah.***

11 Apr 2022

Idul Fitri Semoga Sama Meskipun Awal Ramadhan Kita Berbeda

Idul Fitri Semoga Sama Meskipun Awal Ramadhan Kita Berbeda


TENTANG awal Ramadhan tahun 1443 (2022) sudah kita lalui. Masyarakat muslim Indonesia meyakininya berbeda. Ada dua versi 1 Ramadhan 1443. Organisasi Islam seperti Muhammadiyah mengumumkan kepada anggotanya untuk berpuasa pada hari Sabtu (02/04/2022) sementara Pemerintah Republik Indonesia memutuskan awal Ramadhan itu jatuh pada esok harinya, Ahad (03/04/2022). Maka terjadilah perbedaan awal Ramadhan tahun ini.

Di akhir Ramadhan umat akan memasuki Syawal dan tentu saja Hari Raya Idul Fitri. Akankah akhir Ramadhan alias awal Syawal akan terjadi perbedaan? Tidak mustahil jika melihat awalnya yang berbeda. Namun, MUI (Majelis Ulama Indonesia) sudah memberi pernyataan. Mengutip tulisan yang dimuat hajinews.id hari Senin (04/04/2022) lalu MUI menyatakan Perbedaan awal Ramadhan tidak serta-merta akan membuat akhir Ramadhan juga berbeda. MUI Sebut Hari Raya Idul Fitri 2022 Berpotensi Dilaksanakan Serentak, Meski Awal Ramadan Berbeda. Artinya akan sama.

Penjelasan itu mengeaskan bahwa benar Kementerian Agama dan Muhammadiyah telah mengumumkan tanggal yang berbeda untuk awal menjalankan ibadah puasa Ramadan 1443 Hijriah. Namun perbedaan tersebut tidak akan menjadi dasar Syawal bebeda juga. Bagaimanapu masyarakat cukup khawatir juga. Akankah berbeda lagi, itulah kekhawatiran utama. 

Pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjelaskan bahwa perbedaan tersebut tidak akan terjadi pada hari Raya Idul Fitri nanti sedikit menyenangkan perasaan. MUI mengatakan bahwa lebaran tahun ini berpotensi akan dirayakan secara serentak. Sebagaimana dikatakan Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan hari Sabtu (02/04/2022) bahwa Idul Fitri berpotensi sama. Untuk itu Amirsyah dikatakan mendorong Pemerintah agar lebih terbuka untuk masalah ini, biar masyarakat tidak merasa cemas. 

Amirsyah berharap perbedaan tidak akan muncul terkait hari lebaran. Terlebih, momen istimewa itu membentangkan pula pertalian antara seluruh lapisan masyarakat. Dan atas perbedaan itu Pemerintah harus lebih arif dan bijaksana mendengar masukan dari berbagai pihak, sehingga tidak ada potensi perbedaan masuk 1 Syawal 1443 nanti. Begitu kurang-lebih yang dapat kita pahami dari beberapa media yang menyiarkan sikap MUI melalui Sekjendnya. 

Kita memang sangat berharap, kebersamaan lebaran adalah momentum yang sangat tepat untuk kelihatan lebih kompak dalam merajut kebersamaan sesama anak bangsa. Kita melakukan ibadah puasa didasarkan niat dan keikhlasan. Artinya tidak akan ada resah atas lamanya berpuasa. Maka janganlah sampai resah di saat akan mengakhiri puasa. Kita tahu perbedaan Idul Fitri adalah potensi dan kerawanan yang dapat menimbulkan keresahan itu. Tapi dengan toleransi dan pemahaman yang benar atas satu perbedaan akan menjadikan kebersamaan dan persatuan tetap terpelihara.

Mengulang penjelasan Amirsyah yang menerangkan ibadah puasa 1 Ramadan sebenarnya berlaku sama bagi umat di seluruh dunia secara syar'i. Namun, penetapan tanggal dapat berbeda karena metodologi yang berbeda pula.  Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada pedoman hisab hakiki wujud al-hilal. Rumusan tersebut menggarisbawahi bulan Ramadan dikatakan dimulai bila memenuhi sejumlah kriteria secara kumulatif. Kriteria tersebut yakni terjadinya ijtima’ (konjungsi) sebelum matahari terbenam. Selain itu, piringan atas bulan terlihat berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Amirsyah mengatakan kriteria-kriteria itu telah terpenuhi pada Jumat (1/4/2022) itu. 

Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan metode hisab Muhammadiyah dalam menentukan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha hingga waktu-waktu salat ini sudah digunakan sejak lama, yakni sejak organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan. “Jadi dalam kaitan ini sebenarnya bukan praktik baru di Muhammadiyah, karena Muhammadiyah berpendapat penetapan awal Ramadan dan akhir Ramadan serta Idul Adha merupakan satu rangkaian dalam ibadah.” Tentu saja keyakinan ini tidak dapat diubah begitu saja.

Dengan metode seperti dijelaskan di atas berapapun posisi hilal jika memang perhitungan sudah masuk maka dihitung sebagai bulan baru. Hal itu jelas Mu’ti berdasarkan pada firman Allah di beberapa surat, seperti Surat Ar-Rahman maupun Surat Yunus.Maka sedari awal, lanjut dia, Muhammadiyah telah memutuskan waktu-waktu untuk Ramadan, Idul Fitri dan Idul Adha. Itu sebabnya Muhammadiyah selalu mengumumkan hasil hisab itu tiga momen sekaligus.

Informasi lain kita ketahui bahwa Pemerintah saat ini mengadopsi standar baru. Kemenag memakai standar menteri-menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) 2021. Kriteria baru MABIMS menetapkan hilal dapat diamati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat. Kabarnya, berdasarkan pengamatan pada Jumat (1/4/2022) malam, bulan masih berada dalam posisi ketinggian kurang dari 2 derajat dan elongasinya sekitar 3 derajat.

Kata seorang pakar, “Hilal kemungkinan tidak teramati. Kalau ada yang mengeklaim melihat hilal, dimungkinkan itu bukan hilal. Secara astronomi klaim itu bisa ditolak.,” terang pakar astronomi, Thomas Djamaluddin saat sidang isbat pada Jumat (1/4/2022) sebagaimana dimuat hajinews.id. 

Terlepas dari pengamatan itu, pihak-pihak terkait tak lantas menjadi saling tuding. Sebab perbedaan interpretasi bersifat relatif. Perbedaan itu juga tidak akan mengurangi pahala seseorang. Maka dalam menyikapi perbedaan harus dihindari pendapat satu-satunya yang benar, sementara yang lain salah. Sikap ini tentu akan menimbulkan masalah dan seolah tidak menerima pendapat lain. Begitu keterangan Sekjen MUI.  

Apa yang kita pahami adalah bahwa Al-Qur’an memang memberikan porsi ‘perbedaan pendapat’, porsi ber-ijtihad lebih banyak agar umat Islam kreatif dan dinamis dan dapat bermusyawarah, bersedia untuk berdialog dan saling memahami satu sama lain. Amirsyah turut menyinggung urgensi dalam bidang pendidikan keagamaan. Ia mengusulkan perubahan arah dalam sistem agar masyarakat Indonesia dapat menjadi lebih toleran. Menurutnya, perbedaan tidak seharusnya melahirkan pertentangan dan permusuhan. Sebab, perbedaan merupakan rahmat. 

Apapun keadaannya, kita sebagai masyarakat di bawah hanya ingin ketentraman dan keyakinan yang tidak mendatangkan perpecahan. Bersatu dalam perbedaan yang ada juga satu rahmat yang harus tetap dijaga. Semoga bangsa kita tetap utuh dan keyakinan kita tidak rusak atau saling meragukan.***

9 Apr 2022

Idul Fitri 1443 Tak Harus Berbeda

Idul Fitri 1443 Tak Harus Berbeda


TENTANG awal Ramadhan tahun 1443 (2022) sudah kita lalui. Masyarakat muslim Indonesia meyakininya berbeda. Ada dua versi 1 Ramadhan 1443. Organisasi Islam seperti Muhammadiyah mengumumkan kepada anggotanya untuk berpuasa pada hari Sabtu (02/04/2022) sementara Pemerintah Republik Indonesia memutuskan awal Ramadhan itu jatuh pada esok harinya, Ahad (03/04/2022). Maka terjadilah perbedaan awal Ramadhan tahun ini.

Di akhir Ramadhan umat akan memasuki Syawal dan tentu saja Hari Raya Idul Fitri. Akankah akhir Ramadhan alias awal Syawal akan terjadi perbedaan? Tidak mustahil jika melihat awalnya yang berbeda. Namun, MUI (Majelis Ulama Indonesia) sudah memberi pernyataan. Mengutip tulisan yang dimuat hajinews.id hari Senin (04/04/2022) lalu MUI menyatakan Perbedaan awal Ramadhan tidak serta-merta akan membuat akhir Ramadhan juga berbeda. MUI Sebut Hari Raya Idul Fitri 2022 Berpotensi Dilaksanakan Serentak, Meski Awal Ramadan Berbeda.

Penjelasan itu mengeaskan bahwa Kementrian Agama dan Muhammadiyah telah mengumumkan tanggal yang berbeda untuk awal menjalankan ibadah puasa Ramadan 1443 Hijriah namun perbedaan tersebut tidak akan menjadi dasar Syawal bebeda. Namun demikian tentu saja masyarakat cukup khawatir juga. Akankah berbeda lagi?

Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memastikan perbedaan tersebut tidak akan terjadi pada hari Raya Idul Fitri nanti. MUI mengatakan bahwa lebaran tahun ini berpotensi akan dirayakan secara serentak. Sebagaimana dikatakan SEkretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan hari Sabtu (02/04/2022) bahwa Idul Fitri berpotensi sama. Untuk itu Amirsyah dikatakan mendorong Pemerintah agar lebih terbuka untuk masalah ini, biar masyarakat tidak merasa cemas.

Amirsyah berharap perbedaan tidak akan muncul terkait hari lebaran. Terlebih, momen istimewa itu membentangkan pula pertalian antara seluruh lapisan masyarakat. Dan atas perbedaan itu Pemerintah harus lebih arif dan bijaksana mendengar masukan dari berbagai pihak, sehingga tidak ada potensi perbedaan masuk 1 Syawal 1443 H. Begitu kurang-lebih yang dapat kita pahami dari beberapa media yang menyiarkan sikap MUI melalui Sekjendnya.

Kita memang sangat berharap, kebersamaan lebaran adalah momentum yang sangat tepat untuk kelihatan lebih kompak dalam merajut kebersamaan sesama anak bangsa. Kita melakukan ibadah puasa didasarkan niat dan keikhlasan. Artinya tidak akan ada resah atas lamanya berpuasa. Maka janganlah sampai resah di saat akan mengakhiri puasa. Kita tahu perbedaan Idul Fitri adalah potensi dan kerawanan yang dapat menimbulkan keresahan itu. Tapi dengan toleransi dan pemahaman yang benar atas satu perbedaan akan menjadikan kebersamaan dan persatuan tetap terpelihara. Semoga.***