7 Mei 2022

Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan

Dua Kemenangan di Bulan Ramadhan, Tetaplah Dipertahankan


Catatan M. Rasyid Nur
KITA baru saja meninggalkan atau ditinggalkan bulan Ramadan. Selama satu bulan kita bersamanya, selama satu bulan itu pula kita berusaha meraih derajat terbaik yang dijanjikan-Nya. Janji itu hanya ada di bulan puasa. Itulah derajat takwa yang insyaallah akan menjadi modal kita beroleh tiket masuk surga-Nya. Di bulan Ramadan, dengan ibadah yang dilaksanakan sepenuh iman dan semata karena Tuhan maka dosa-dosa masa lalu itu akan mendapatkan ampunan. 

Meraih derajat takwa disebut pula dengan meraih kemenangan. Kalau ada kemenangan artinya harus ada yang dikalahkan. Atas keberhasilan mengalahkan itulah disebut meraih kemenangan. Adapun bentuk-bentuk kemenangan yang didapatkan antara lain kemenangan dengan kemurahan hati yang mengalahkan sifat kikir dan tamak. Lalu ada kemenangan lain keikhlasan yang mengalahkan sifat riya.

Kemenangan kemurahan hati  yang mampu mengalahkan sifat kikir dan tamak adalah kemenangan besar yang sebagian orang mampu meraihnya di bulan Ramadan dan sebagiannya mungkin belum mampu meraihnya. Ada banyak orang yang kikir dan tamak yang tiba-tiba berubah pada bulan puasa menjadi murah hati. Perasaan tidak ingin berbagi yang selama ini ada di hati bisa berubah menjadi ingin berbagi selama bulan puasa. Itulah kemenangan kemurahan hati.

Benar, kalau tamak dan kikir adalah penyakit yang bersarang di hati yang menjadi penyebab seseorang tidak mau berbagi. Hasrat ingin kaya yang tidak pernah puas membuat seseorang tidak sudi berbagi harta kekayaan dengan orang-orang yang membutuhkan. Boleh jadi karena tidak memahami bahwa pada harta kekayaan yang dimiliki ada hak orang lain di dalamnya. Atau jika sudah memahmi tetap saja tidak mau berbagi karena sifat tamak dan kikir tadi. Setiap diri dialah yang tahu mengapa seseorang tidak mau berbagi.

Alhamdulillah di bulan Ramadan sifat buruk itu dapat dikalahkan. Sifat murah hati mengalahkan sifat kikir dan tamak. Ini satu kemenangan yang tidak akan mudah. Tidak juga bisa datang serta-merta. Lazimnya karena usaha yang berat dan bersungguh-sungguh. Di bulan Ramadan hidayah Allah diberikan kepada orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya. Maka rajinlah orang yang tadinya kikir, kini menjadi murah hati untuk berbagi. Sifat kikir dan tamaknya dapat ditekan dan dikalahkan oleh sifat murah hatinya.

Kita tahu bahwa ketamakan dan kekikiran adalah adalah sisi buruk dari perilaku manusia yang sebenarnya akan mendatangkan mudharat. Disadari atau tidak sifat buruk inilah yang akan menjadi sumber malapetaka sosial yang melanda umat. Besarnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang melanda suatu daerah atau di negera kita pada hakikatnya disebabkan karakter kikir dan tamak dari sebagian orang. Jurang pemisah antara kaya dan miskin, pejabat dan rakyat pada hakikatnya bermula dari terpeliharanya sifat kikir dan tamak. Maka beruntunglah jika kita mampu mengalahkan sifat ini, setidak-tidaknya dalam bulan Ramadan itu. Mari niatkan dan usahakan untuk seterusnya di bulan-bulan yang akan datang.

Kemenangan kedua yang ingin diulangbualkan di sini adalah kemenangan keikhlasan hati yang mengalahkan sifat riya. Kemangan ini juga menjadi kemanangan yang sangat penting bagi kita jika mampu meraihnya. Tidaklah mudah menjadi orang ikhlas (mukhlisin) yang sesungguhnya menjadi penentu nilai ibadah kita di mata Allah. 

Mukhlisin atau orang-orang ikhlas adalah golongan orang-orang yang Allah begitu ridha dengan mereka. Namun seikhlas-ikhlasnya dalam setiap amal tidak boleh sedikitpun merasa aman dari penyakit riya. Di sinilah peran kesabaran dalam ketaatan menjalankan perintah Allah. Kesabaran adalah proses puncak menuju maqam mukhlisin. Perlu proses juga untuk mendapatkannya. 

Puasa mengajarkan kita tentang bagaimana sebuah amal yang kita kerjakan hanya diketahui oleh Allah. Rasulullah sampai mengingatkan para sahabatnya, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya: ‘apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya maka Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya: ‘pergilah kalian kepada apa-apa yang kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mendapat balasan dari mereka”. (HR. Ahmad). Artinya riya itu sebuah penyakit yang mesti diobati atau dilawan.

Para ustaz sudah selalu mengingatkan bahwa penyakit riya amatlah berbahaya karena ia akan menjangkiti seseorang bukan dalam keadaan seseorang bermaksiat tetapi justru ketika seseorang beramal shalih. Selain itu bila seorang yang beriman dalam amal shalihnya ternodai oleh sifat riya, berarti terdapat dalam dirinya  satu bagian dari sifat-sifat kaum munafiqun. Alhamdulillah, jika proses ibadah selama puasa kemarin dapat mengalahkan penyakit ini maka itulah kemenangan penting yang juga akan mengantarkan kita ke pintu syurga.

Untuk dua kemenangan ini dan atau kemenangan-kemenangan lainnya, sikap kita tentu saja menjaga, merawat dan mempertahankannya untuk terus dilaksanakan pada waktu-waktu ke depannya. Semoga Allah memelihara kita untuk mampu bertahan dengan kemenangan ini.***

6 Mei 2022

Materi Khutbah Idl Fitri: Hakikat Kembali ke Fitrah*

Materi Khutbah Idl Fitri: Hakikat Kembali ke Fitrah*


PERTAMA-tama, marilah kita persembahkan puji dan syukur kita ke hadhirat Allah Swt atas kesempatan kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya. Idul Fitri adalah hari raya kita, umat Islam yang disebut hari raya berbuka. Artinya, setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini tibalah saatnya hari berbuka. Itulah Hari Raya Berbuka.

Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad Saw, Nabi yang telah mengajarkan kepada kita pentingnya menunjukkan kepedulian kepada sesama manusia juga dengan alam di sekeliling kita. Kita berdoa semoga keselamatan dan kesejahteraan tercurah kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya, allohumma solli ala sayyidina Muhammad...

Sebagai muslim, kita perlu dan wajib meyakini bahwa Allah Swt tidaklah akan menciptakan kita kecuali semata untuk menyembah-Nya. Firman Allah, .... yang artinya, Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku," (Az-Dzariyat: 56) sangat jelas menegaskan itu. Oleh sebab itu, jika ada manusia yang menyombongkan diri tidak mau taat dan tunduk kepada Allah, maka ia telah mengingkari tujuan ia diciptakan. Akibat dari keingkaran tersebut, ia akan menghuni neraka dalam keadaan dihinakan, na’uzubillahi minzalik

Hadirin, ketika kita masih berada di alam rahim, sesungguhnya Allah Swt telah meminta dan mengambil perjanjian kesiapan dari kita sebagai manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya sebelum kita lahir ke muka bumi. Allah menanyai ruh kita tentang kesiapan mengakui Allah Swt sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya. Lalu ruh menjawab dengan tegas bahwa ruh bersaksi tiada 'Tuhan selain Allah' yang berhak diimani dan disembah. 

Sebagaimana firman-Nya, Allah bertanya kepada ruh, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (Al-A’raf: 172). Inilah bukti kesanggupan kita ketika masih berupa ruh.

Dalam menjaga komitmen kehambaan yang diikrarkan pada alam rahim tersebut, Allah Swt memerintahkan manusia (setelah lahir), agar menghadapkan wajah kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaannya. Kita simak firman Allah sebagai berikut, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30) Jika kita melaksanakan perintah ini, itulah pertanda kita bertahan dengan fitrah kita.

Fitrah adalah kesucian jiwa yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah. Namun keadaan manusia dan lingkungan sekitarnya telah mempengaruhi kita sehingga menodai kesucian fitrah tersebut. Maka berubahlah ketauhidan menjadi kemusyrikan, keimanan menjadi kekafiran. Padahal kita sudah diberi tahu oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya,

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Untuk mengembalikan hakikat fitrah itulah sesungguhnya Allah menganugerahkan bulan Ramadhan. Kita diwajibkan berpuasa agar kita berkesempatan menjadi orang bertakwa sebagai implementasi fitrah kita. Jika di penghujung Ramadhan kita merayakan Idul Fitri, maknanya adalah kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan sebagai proses pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah. 

Hakikat kembali fitrah itu harus dan dapat diwujudkan dalam bentuk 1) mengokohkan ketauhidan, 2) menguatkan komitmen ubudiyah, dan 3) memelihara karakteristik (akhlak) terpuji kita.

1)      Mengokohkan Ketauhidan

Ibadah Ramadhan telah kita sempurnakan kita laksanakan. Mulai dari puasa, shalat tarawih, tadarus AlQur’an, membayar zakat fitrah, zakat harta, dll hingga hari terakhir kita tuntaskan dengan melaksanakan shalat Idul fitri. Semuanya itu kita yakini sebagai bentuk aktualisasi keimanan kita kepada Allah Swt. Bukti ketauhidan yang kita miliki.

Sebagai hamba, kita menyadari begitu banyak kekurangan yang telah kita lakukan. Terkadang kita sibuk berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun bekerja keras dan banting tulang hanya untuk menyenangkan hati orang-orang yang kita cintai. Suami, misalnya menghabiskan hampir semua waktu siangnya untuk menyenangkan istrinya hingga berkali-kali ia meninggalkan shalat entah Zhuhur atau Asharnya. Sebaliknya istri menghabiskan hampir semua waktu malamnya untuk menyenangkan suaminya hingga berkali-kali ketinggalan shalat Maghrib dan Isyanya. Keadaan itu tentu menjadikan kita seolah lemah keimanannya hingga boleh jadi sampai pada titik keimanan yang sangat lemah. Jika suasana itu terus berlanjut, kita pasti akan semakin jauh dari fitrah kita.

Ramadhan adalah momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan kita dan mengembalikan kita kepada fitrah. Ramadhan adalah bulan yang disiapkan Allah untuk mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya. Mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa untuk datang memohon ampunan kepada-Nya. Mendidik jiwa-jiwa yang lalai ibadahnya untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya.  Semoga Ramadhan ini mampu kita buktikan sebagai bulan mengokohkan iman dan ihtisab (mengharap pahala) kita kepada-Nya. Sabda Nabi, “Barang siapa berpuasa dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala hanya dari Allah), akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

2)      Menguatkan Komitmen Ubudiyah

Fitrah kehambaan menuntut setiap muslim untuk membuktikan komitmen ibadahnya. Kita sebagai hamba Allah dituntut tidak hanya bersungguh-sungguh menunaikan semua ibadah-ibadah fardhu, tapi juga ibadah-ibadah sunnah.  Dalam Ramadan kita sudah buktikan, selain berpuasa solat fardhu kita juga melaksanakan tarwih, tadarus, bersedekah dan amalan sunah lainnya. Itulah yang akan mengantarkan kita ke derajat takwa sebagaimana Allah katakan, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Agar kita menjadi orang bertakwa. Ini semacam peruntah dari Allah.

Perintah takwa adalah perintah agama yang harus dilanggengkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita wajib memeliharanya hingga ajal kita tiba. Apabila seseorang memelihara ibadahnya secara benar dan konsisten, maka akan terangkat derajat ketaqwaannya, suatu derajat istimewa dan yang paling mulia di sisi Allah. Kata Allah, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Jadi, jika kita ingin membuktikan kesungguhan kita untuk kembali kepada fitrah, salah satu bentuknya adalah dengan membuktikan komitmen ibadah kita. Komitmen ubudiyah. Kita jaga shalat fardhu dan melengkapi dengan shalat-shalat sunnah. Kita tunaikan puasa wajib dan melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat (jika mampu) dan menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Kita melaksanakan haji dan menyempurnakannya dengan umrah. Inilah komitmen ubudiyah yang perlu kita pertahankan.

Dengan menjaga komitmen ubudiyah yaitu dengan konsisten beribadah dan menegakkannya secara sempurna, artinya kita mampu kembali kepada kesucian fitrah kita bagaimana diberikan Allah pada saat awal kita diciptakan-Nya.

3)      Memelihara Akhlak Terpuji

Menjaga karakteristik atau akhlak kehambaan kita adalah salah cara untuk kembali ke fitrah. Karakteristik yang dimaksud adalah karakter amanah, jujur, sabar dan syukur. Dengan akhlak itu kita akan merasakan ketenangan dalam hidup. Tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang yang suka berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatan-nya, atau seperti pendusta yang takut terbongkar kebohongannya. Insyaallah juga akan terhindar dari bahaya pertengkaran dan perselisihan, karena sifat sabar yang dimiliki. Orang amanah, jujur, sabar dan syukur adalah orang yang akan disenangi dan dirindukan semua orang.

Semua karakter terpuji itu tentu tidak lahir begitu saja, tapi melalui proses penempaan dan pelatihan. Salah satu sarana pelatihan itu adalah puasa yang kemarin kita laksnakan di bulan Ramadan. Sesungguhnya dengan berpuasa, seseorang akan terdidik untuk bersifat amanah, karena dalam berpuasa syarat utamanya adalah amanah. Orang berpuasa akan memelihara amalan puasanya semata-semata karena Allah Swt. Ia mungkin bisa berbohong kalau ia makan dan minum secara sembunyi, tapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang sedang terkondisi untuk mendekat kepada Allah Swt.

Selain itu, puasa juga membentuk karakter sabar. Rasulullah bersabda: “Puasa adalah setengah dari kesabaran”. Dengan menguatnya sifat sabar akan bisa menjaga diri untuk tidak terlibat dalam konflik, pertentangan, apalagi permusuhan sekecil apa pun lingkup dan kadarnya. Dan kalau pun harus terlibat dalam sebuah perbedaan pendapat, tetap bisa menyikapinya dengan sikap-sikap yang bijaksana. Firman Allah Swt:

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfal: 46)

Maka marilah kita kokohkan persaudaraan kita sesama muslim di atas rasa cinta lainnya. Janganlah perbedaan-perbedaan menjadikan kita saling berbantah-bantahan dan saling membenci. Ingat, sikap itu hanya akan memuaskan setan dan hawa nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Kita juga akan dihinggapi rasa lemah dan gentar sehingga kita tidak akan pernah menjadi umat yang kuat. Hati kita pun akan kehilangan karakteristiknya yang terpuji, berganti dengan karakter pemarah, egois, dan merasa paling benar. Akhlak mulialah yang akan menjaga fitrah kita.

Demikianlah khutbah kita pada hari ini, semoga Allah memberikan umur yang berkah kepada kita dan memberikan kemampuan untuk bertahan pada kebenaran. Amin.***

*Dibawakan pada solat Id 1443 di halaman Masjid Al-Mubarak, Meral, 02.05.2022



5 Mei 2022

Wisata Pantai Silaturrahim (juga) Tercapai

Wisata Pantai Silaturrahim (juga) Tercapai


SETELAH dua tahun terkurung di rumah di setiap hari raya, tahun 2022 ini sudah tidak lagi. Idul Fitri 1443 benar-benar berkah bagi muslim yang merayakan Hari Raya bakda Bulan Puasa ini. Kita tidak lagi terpaksa berkurung di rumah atau pertemuan yang dibatasi regulasi protokler kesehatan. Semua itu tersebab covid.

Memanfaatkan kelonggaran protokoler kesehatan dari Pemerintah masyarakat berbondong-bondong ke tempat-tempat hiburan atau lokasi wisata. Termasuk ke pantai. Masyarakat di Karimun juga mengisi waktu setelah solat Id atau satu-dua hari setelah solat Id untuk berwisata. Ya berwisata pantai.

Saya sendiri bersama isteri dan keluarga besar --ada Mak Mertua, adik-kaka isteri serta anak-anak mereka dan tentu saja anak-cucu saya sendiri-- berwisata ke Pantai Pelawan. Salah satu destinasi wisata pantai di Kabupaten Karimun. Di Kabupaten Berazam ini ada beberapa pantai yang selalu ramai dikunjungi wisata. Tidak hanya masyarakat lokal, nasional bahkan masyarakat dunia juga ada yang berkunjung dan menikmati wisata pantai di sini.

Rabu (04/05/2022) 3 Syawal, itu sekitar pukul 10.00 WIB kami bergerak meninggalkan rumah. Menggunakan dua mobil dengan 16 orang anggota keluarga, kami sampai di pantai yang sudah dipadati pengunjung sekitar pukul 10.20. Tidak terlalu lama di jalan karena memang terlalu jauh pantainya dari rumah. Kami memilih sisi kiri pantai yang kebetulan masih ada satu pendopo yang kosong. Kami menempati pendopo itu untuk duduk-duduk dan istirahat. Karena ukurannya yang kecil kami tidak bisa duduk semua di dalamnya. Sebagian kami duduk dan berdiri di luar saja.

Kegiatan inti kami sepenuhnya hanya menikmati suasana pantai yang dipenuhi manusia. Semua pendpo di sepanjang pantai terisi penuh. Di pantainya sendiri juga dipenuhi orang berlalu-lalang menyusuri bibir pantai berpasir putih itu. Dan tentu saja di dalam airnya penuh manusia yang mandi. Anak-anak kecil termasuk yang di rombongan kami juga ikut mandi. Kami yang tua dan dewasa hanya duduk dan berdiri sambil memandang laut dan bibir pantai yang disemuti manusia. Makanan-makanan yang sengaja dibawa dari rumah juga dinikmati sekaligus.

Sesungguhnya bersama-sama di pantai atau di manapun bersempena Hari Raya begini memberi kesempatan kepada kita untuk saling bertemu dengan orang-orang yang kebetulan ikut bersama. Dalam keluarga kami sendiri, terdiri dari empat keluarga yang masing-masing sudah punya rumah sendiri dan berjarak lumayan jauh di antara satu dengan lainnya. Pada kesempatan inilah kami dapat bersama-sama berkumpul. Begitu juga bisa saling bertemu dengan orang lainnya.

Dengan dapat saling bertemu itulah maka silaturrahim pun akan dapat dilaksanakan. Tidak harus menunggu satu acara tertentu seperti momen halal bil halal saja. Pertemuan di lokasi wisata seperti di pantai ini juga kesempatan yang baik untuk memupuk dan melaksanakan silaturrahim.***




1 Mei 2022

Pantun Idl Fitri, Berharap Akhir nan Suci

Pantun Idl Fitri, Berharap Akhir nan Suci


MARI menyambut Idul Fitri 1443 ini dengan beberapa untai pantun. Hampir sebulan kita menunggu datangnya hari suci. Wajib puasa dan berbagai ibadah pun sudah kita lalui. Keikhlasan dan kesabaran dalam iman akan menentukan nilai puasa kita di hadapan Tuhan. Sepenuhnya kita berserah kepada-Nya karena balasan puasa langsung dari-Nya.

Beberapa bait pantun ini digubah dalam rangka menyambut dan merayakan Idul Fitri tiba. Rasa gembira kita semata ingin tetap bersama dengan saudara-saudara kita dimana jua berada. Terlebih-lebih bentuk hormat dan santun kita kepada orang tua. Selamat membaca. 

Langkah berderap memukul genta

Dua putri duduk bersama

Kita berharap kita meminta

Si Idul Fitri itulah nama


Cantik paruh burung punai

Burung merebah hinggap berdua

Sebulan penuh puasa ditunai

Kinilah tiba menjelang raya


Bunga melati lambang kesucian

Daunnya rendah usah patahkan

Di Idul Fitri bermaaf-maafan

Silap dan salah mari lupakan


Tambatkan rusa makan berpindah

Rusa betina ikut dibawa

Di bulan puasa banyak ibadah

Di hari raya bersuka-ria


Jika perintah tolong hormati

Imannya kuat pada yang satu

Ayah dan bunda kita hormati

Bermohon maaf ridho dituju

Tbk, 01052022 (29 Ramadan 1443)

Begitu saja pantun kita. Semoga ada manfaatnya.***

30 Apr 2022

Selain Tarwih dan Bersedekah Teruslah Membaca Alqur

Selain Tarwih dan Bersedekah Teruslah Membaca Alqur


SELAMA Ramadan ini, jika kita sukses menyatukan ibadah seperti solat sunat tarwih, bersedekah dan membaca alquran, maka bersyukurlah kepada Allah. Tidak mudah melakukan itu bersamaan atau sekaligus. Itulah prestasi terbaik yang sejatinya dicapai oleh setiap mukmin di bulan suci yang datang setahun sekali.

Tarwih mungkin tidak membuat sulit untuk melakukannya. Kebetulan setiap masjid atau musolla selama Ramadan ini menghelat solat tarwih setelah solat Isya. Kita tinggal bergabung ke masjid atau musolla yang kita suka. Mungkin karena dekat dari rumah atau mungkin rumah ibadahnya asri dan adem solat di sana. Pokoknya setiap menjelang Isya kita datang dan terus berada di sana hingga tarwih atau witir selesai.

Untuk ibadah seperti bersedekah yang pahalanya pun berlipat ganda hitungannya selama bulan puasa juga relatif mudah melaksanakannya. Seperti menunaikan solat tarwih yang tinggal hadir ke masjid atau musolla maka memberikan sedekah atau inafaq dari sebagian rezeki yang dimiliki juga mudah. Bersamaan niat pergi tarwih kita bisa sambil membawa uang untuk sedekah. Di setiap masjid atau musolla selalu ada kotak tempat kita memberikan sedekah atau infaq. Dengan 'kotak amal' yang sudah tersedia kita tinggal memasukkannya saja. Selesailah sudah niat sedekah kita tertunaikan. Ingin setiap malam di setiap kita hadir atau setiap kesempatan lainnya, terserah kita.

Jadi, bersedekah juga tidak membuat kesulitan untuk menunaikannya. Jika rutin kita hadir ke masjid atau musolla lalu secara rutin pula kita memgisi saku baju atau celana kita dengan uang yang sudah disediakan, maka tinggal memasukkannya saja ke dalam kotak amal yang ada di masjid atau musolla. Perjuangannya hanya antara keinginan bersedekah dengan tidak ingin bersedekah saja yang akan diperjuangkan. Jika perasaan tidak ingin yang memnang, maka gagallah kita melaksanakan niat untuk bersedekah.
 
Amalan berikutnya yang sepintas juga mudah adalah membaca alquran. Hanya perlu menyediakan waktu untuk membacanya. Bisa sesudah tarwih atau pada waktu-waktu lainnya. Jika kita ingin sesudah tarwih juga ada kemudahan dan semangat tersendiri disebabkan kebanyakan jamaah masjid atau musolla sudah membiasakan melaksanakan kegiatan tadarus. Kita tinggal bergabung dengan jamaah tadarus bakda tarwih ini. Namun jika ingin sendiri, dapat dilakukan di rumah.
 
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa membaca alquran itu penilaian pahalanya adalah dari setiap huruf yang kita baca. Satu ayat dari satu surah alfatihah, misalnya memiliki 17 huruf (ayat pertama) yang kita baca maka kita sudah mendapatkan minimal 10 kali lipat berbanding di hari biasa. Tinggal kita kalikan berapa banyak pahalanya.
 
Dan jika malam saat kita membaca itu ternyata ditakdirkan adalah malam lailatur kadar, maka perumpamaan bacaan kita itu adalah lebih baik dari pada kita membaca terus-menerus selama 1000 bulan alias 83-an tahun tanpa berhenti. Bukankah itu satu jumlah yang sangat besar jika kita lakukan? Maka benar yang selalu diingatkan para ustaz, sejatinya merangkai tiga ibadah ini sekaligus adalah cara terbaik bagi kita untuk mendaptkan derajat takwa yang dijanjikan Allah. Sudahkah terlaksana? Hanya kita yang bisa mengetahuinya. Bagaimanapun Ramadhan akan segera berakhir dan meninggalkan kita.***