Tampilkan postingan dengan label Catatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catatan. Tampilkan semua postingan

12 Jan 2021

Kita Berusaha dan Berdoa, Allah Menentukannya (Catatan dan Doa untuk Musibah Sriwijaya)

Kita Berusaha dan Berdoa, Allah Menentukannya (Catatan dan Doa untuk Musibah Sriwijaya)


MESKIPUN umur kita, ajal kita, cara matinya kita, tempat matinya kita dan orang-orang yang akan menyaksikan kematian kita semuanya sudah ditentukan Allah dan sudah tertulis di lauhulmahfuzh kita tidak diperintahkan Allah untuk pasrah tanpa harapan. Seperti juga rezeki yang sudah ditentukan, datangnya dari mana, jumlahnya berapa tapi Allah tidak menyuruh manusia diam saja menunggu tanpa berusaha. Takdir yang Allah tentukan tidak mustahil seperti apa yang kita harapkan. Maka berharap, berdoa dan berusaha adalah dasar penentu. direzeki kita,

Begitu pula tentang ajal yang sudah ditentukan-Nya. Sebagaimana ditegaskan di dalam Alquran bahwa kematian itu jika sudah sampai waktunya maka tidak akan dapat digeser sedetik pun oleh kita. Itulah keyakinan kita (muslim) perihal kematian. Kemarin Jumat (08/01/2021) Allah kembali tunjukkan peristiwa yang memilukan hati kita, jatuhnya pesawat Sriwijaya siang itu. Di satu sisi, inilah kesediahan mendalam dari kita, terutama para keluarga yang ditinggalkan. Tapi itulah bukti kuasa-Nya menetapkan dan membuktikan kematian manusia.

Tentu terbayang oleh kita bagaimana prosesi kematian itu sejak awal hingga tereburnya pesawat ke laut. Sebelum terbang tentu saja satu demi satu penumpang mendekat ke pintu keberangkatan di Bandara Soekarno Hatta. Lalu petugas check in pun menyambut mereka dengan senyuman sumringah sebagai bagian prosedur pelayanan mereka. Tidak mustahil para penumpang pun bergembira, tanpa mengira, tanpa curiga bahwa ajal sedang menantinya. Jika pun tidak bisa bergembira karena memang mungkin penakut naik pesawat, tapi tetap yakin akan selamat sampai tujuan.

Sebanyak 56 orang penumpan pesawat dengan kode SJ182 itu, seperti kita baca di media ada yang masih muda, anak-anak, bayi, seorang ibu, seorang istri, suami, dan seorang ayah. Bahkan ada seorang istri dengan ke tiga anaknya. Siapa menyangka bahwa mereka benar-benar menuju ajalnya. Itulah penerbangan terakhir mereka. Mereka ditakdirkan berada dalam satu tujuan, satu tempat, satu waktu, tanpa dibedakan ajalnya. Demikian kalimat seorang yang menulis catatan dukanya di salah satu media online.

Tidak ada yang aneh dalam proses perjalanan mereka. Dari membeli tiket, check in, terbang, dan sampai akhir perjalanan sesungguhnya itu hanyalah sebuah cara oleh Allah. Begitulah proses perjalanan pulang menuju takdir yang sudah ditetapkan Allah. Masihkah kita meyakini dan mengingat catatan dan ketetapan lauhulmahfuzh itu? Semoga masih.

Bagi kita, sesungguhnya menunggu waktu saja. Benar pesan-pesan agama yang disampaikan para guru kita, hanya Allah semata yang tahu takdir kita. Tapi Allah sama sekali tidak menyuruh kita untuk menanti saja takdir-Nya. Terhadap kematian, terhadap rezeki atau apa jua yang kita ingin, kita tetap diwajibkan berusaha. Berusaha dan berdoa. Selebihnya Dialah yang memutuskan.

Kita turut berdukacita sedalam-dalamnya  atas musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak, seperti kita berduka atas kepergian mereka yang boleh jadi ada yang tidak atau belum mampu menerimanya. Kita berdoa, semoga semua yang menjadi korban, itu oleh Allah diberi ampunan dan mendapat tempat terbaik disisi-Nya, syurga. Keluarga tetaplah tabah karena itulah takdir-Nya.***

6 Des 2020

Mengundang Berkreatifitas Menulis Bersama

Mengundang Berkreatifitas Menulis Bersama


MENGAJAK
BLOG ini didedikasikan untuk semua orang. Semua kita. Tidak ada batasan apapun kecuali yang memang dilarang oleh ketentuan dan atau peraturan. Atau tidak sesuai dengan adat kebiasaan dan etika yang berlaku. Yang ini dilarang, memang.

Mari kita bersama di sini. Saling memberi, saling berbagi. Ini penting. Setiap kelebihan dan kekurangan kita, jika dikombinasikan secara baik, maka akan kuat dan sempurnalah kita. Maka, kirimkan email Anda ke sini. Di bagian komentar catatan ini juga boleh. Nanti kami akan undang (daftarkan) sebagai penulis di sini. (admin tanaikarimun.com)

1 Des 2020

Tentang Webinar TNGP Seri Penutup (Berhimpun di Jarak Jauh)

Tentang Webinar TNGP Seri Penutup (Berhimpun di Jarak Jauh)

WEBINAR Media Guru, Ahad (29/11/2020) kemarin adalah webinar terakhir alias ke-5 dari rangkaian webinar TNGP (Temu Nasional Guru Penulis) yang tergabung dalam ‘rumah besar’ Media Guru Indonesia (MGI). Empat webinar TNGP sebelumnya telah dilaksanakan masing-masing pada 21, 22, 25 dan 28 November lalu.

Dilaksanakannya pertemuan guru penulis MediaGuru secara virtual disebabkan oleh covid-19 yang masih menjadi pandemi saat ini di Negara kita. Namun demikian, TNGP dengan cara webinar, ini tidak menurunkan semangat keluarga besar MediaGuru untuk bersama-sama bersemuka sesama guru se Indonesia. Bersemukanya sendiri hanya melalui layar laptop atau HP saja, tentunya.

Kita ingat saat TNGP tahun 2019 yang dilaksanakan di Jakarta dan menghadirkan 500-an orang guru serta penulis non guru di Media Guru kita berkumpul di Ibukota Negara, Jakarta. Kita berkumpul dan berbagi cerita serta pengalaman kita di daerah kita. Saya ingat (kebetulan saya waktu itu ikut bersama) hari pertama berada di Jakarta dalam even TNGP, itu kita berkumpul di Balaikota DKI.

Oleh MediaGuru ada acara pemberian penghargaan kepada Tokoh Penggerak Literasi Nasional yang berada di daerah. Kita juga berphoto bersama di Perpustakaan Nasional. Lalu pada hari ke dua kita naik MRT beramai ramai sambil membaca buku untuk menuju Gedung Kementerian Pendidikan Nasional tempat dihelatnya pertemuan akbar TNGP.

Satu hal yang patut dicatat saat TNGP 2019, itu adalah semangat peserta yang begitu tinggi. Bayangkan, sebanyak kurang-lebih 500 orang penulis hadir dan berhimpun di satu aula super besar, Kemdikbud. Itu bukan hanya dari Pulau Jawa. Sejumlah begitu banyak, itu datang dari berbagai kota dan pelosok Tanah Air. Dari seluruh Indonesia. Hebatnya lagi, datang ke sana dengan biaya sendiri. Menggunakan uang saku masing-masing. Bayangkan, itu. Itu fakta adanya semangat.

Tahun 2020 ini,  akibat covid-19, kegiatan dilaksanakan secara virtual. Tentu saja agendanya disesuaikan dengan keadaan ini. Semua kegiatan yang sifatnya memunculkan kerumunan ditiadakan. Jumlah yang berkumpulpun dibatasi. Protokol kesehatan secara ketat dilaksanakan. Maka pertemuannya berskala kecil, di daerah masing-masing dan bersemukanya di zoom saja secara Nasional.

Ada catatan lain juga. Untuk TNGP tahun ini awal-awal lagi MediaGuru menawarkan baju seragam TNGP sebagaimana tahun sebelumnya. Dan hanya memberikan waktu 3 hari saja bagi yang ingin memesan baju kaos TNGP 2020 untuk mendapatkannya. Dipesan, dibayar (transfer) dan bajunya akan datang ke alamat masing-masing. Lalu dipakai dalam webinar TNGP. Asyik, kan?
Masing masing komunitas penulis juga diberikan kesempatan untuk membuat ucapan selamat TNGP 2020 dengan durasi 1 menit. Setelah dekat waktu pelaksanaan masing masing komunitas diarahkan mengirim hasil rekaman ke link yang telah diberikan. Selanjutnya diminta mengisi list ,bagi yang sudah mengirimkan ucapan tersebut.

Untuk setiap daerah (kelompok) agar ada peserta dari kelompoknya yang bisa ikut TNGP. Lalu dibuat grup WA bagi yang mau ikut. Di sinilah berbagai informasi untuk persiapan webinar. Banyak daerah dan komunitas penulis yang bergabung dengan Media Guru yang ikut membuat kelompok di daerahnya untuk membersamai dan membuat ramai TNGP 2020.

Khusus Provinsi Kepri yang kebetulan ada di empat lokasi berkumpulnya, maka keempat kelompok ini ditampilkan videonya. Ada di Bintan, di Batam, di Karimun (Tanjungbalai) dan ada di Kecamatan Kundur (Kabupaten Karimun). Masing-masing lokasi alhamdulillah mendapat porsi untuk tampil di zoom webinar ini.


27 Nov 2020

Tiga Pendekar Gurusiana "Sukses Penulis 365"

Tiga Pendekar Gurusiana "Sukses Penulis 365"


"SUKSES Penulis 365", itu adalah tema Webinar Media Guru Indonesia (WMGI) yang dihelat pada hari Rabu (25/11/2020) kemarin itu. Dan webinar itu adalah webinar ketiga dari rencana lima WMGI yang sudah dirancangt MGI. Untuk webinar kali ini tampil tiga penulis hebat. Penulis yang sudah bertahan menulis tanpa 'cacat' selama 270 hari alias 9 bulan dengan ganjaran Piagam Diamond. Dan mereka yang jumlahnya 112 saja di angakatn pertama, (data Pak CEO) ini sedikit lagi akan menembus angka 365 hari alias satu tahun. Dan penghargaan tertinggi dari MGI sudah menanti.

Saya akan menyebut mereka sebagai pendekar gurusiana pada catatan ini. Meskipun cap pendekar juga layak untuk semua yang sudah lolos menjelang ke angka 365, katakan saja mereka bertiga yang didapuk menjadi narasumber, ini mewakili yang lainnya. Tiga orang yang pada webinar ini akan menceritakan pengalamannya menulis di gurusiana adalah, 1) Harnieti, MPd (Kepala UPTD SMP Negeri 1 Luak Lima Puluh Kota, Sumbar yang sekaligus juga sebagai Ketua IGPPL); 2) Saeful Hadi, S Sos, (Guru SMA Negeri 2 Banjar, Jabar) dan 3) Dra, Riful Hamidah, MPd, (Guru SMK Negeri 1Magetan, Jawa Timur).

Seperti biasa, pembuka pertemuan adalah Pak CEO. Saya sudah membuat catatan tersendiri sebelum catatan ini. Setelah baru moderator mempersilakan salah satu dari tiga orang pendekar ini untuk tampil. Dan yang pertama diberi kesempatan adalah Ibu Harnieti. Judul presentasi Bu Harnieti adalah "Pohon Gurusiana Berbuah Karya." Satu judul yang mengena di hati kita. Dengan analogi pohon dia menjelaskan bagaimana pandangan dan konsep Bu Harnieti terhadap gurusiana yang bagaikan pohon dengan hasil buahnya . Dia mengiktibarkan gurusiana itu sebagai pohon yang berbuah bukan hanya dapat dinikmati oleh pemilik pohonnya tapi juga dapat dirasakan oleh orang lain.

Dalam presentasinya, setidak-tidaknya ada empat hal yang disampaikan Bu Harnieti kaitannya dengan gurusiana sebagai sebuah wadah kreativitas menulis. Pertama, gurusiana sebagai penuangan ide. Maksudnya, dengan gurusiana kita bisa menyajikan ide-ide yang ada di pikiran kita menjadi sebuah tulisn. Ide-ide kita tidak mengendap di pikiran dan perasaan kita saja, tapi diketahui dan dipahami oleh orang lain melalui tulisan kita.

Hal kedua, kata Bu Harnieti mengatakan bahwa gurusiana dapat mengedukasi diri dan orang lain. Artinya, dengan gurusiana, katanya kita bisa mengedukasi diri kita dan juga orang lain. Dengan memposting tulisan artinya ada nilai-nilai edukasi di dalamnya yang bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Ketiga, gurusiana dapat menjadi wadah untuk memanfaatkan waktu luang secara positif. Kita ada banyak waktu untuk bermacam-macam hal. Apalagi di era pandemi covid-19 ini tentu saja ada banyak kesempatan kita di luar kewajiban sebagai guru. Menulis di gurusiana adalah salah satu tempat kita mengisi waktu itu, katanya.  Keempat, gurusiana dapat menjadi wadah untuk mengembangkan karier. Benar, sudah terbukti saat ini, dengan keberhasilan menulis buku para guru yang selama ini mandeg naik pagkatnya, kini sudah teratasi. Membuat karya tulis yang selama ini menjadi momok, kini tidak lagi. Itu berarti pangkat akan bergerak naik dan karier pun akan mengikutinya.

Selamain kemanfaatan yang dibeberkan oleh Bu Harnieti, dia juga menyampaikan berbagai dampak positif dan negatif dari menulis di gurusiana. Beberapa dampak positi dia mencontohkan antara lain, milsanya menjadi mampu menulis, bisa memfasilitasi kegiatan pelatihan menulis, mendapat penghargaan, dan banyak lagi. Terima kasih, Bu Harnieti.

Tampil kedua adalah Pak Saeful Hadi dengan membuka presentasinya dengan pernyataan "Gurusiana Bermutu; Produktif Menulis Buku." Pak Saeful memulai penjelasannya perihal perkenalan awalnya dengan gurusiana. Bagaimana dia akhirnya termotivasi kembali untuk menulis setelah sempat fakum sebelum bertemu gurusiana. Dengan mengucapkan terima kasih yang tinggi kepada Pak Ihsan dan Mas Eko, Pak Saeful juga menjelaskan bagaimana dia akhirnya menjadi begitu produktif menulis setelah bersama gurusiana. Padahal dia mengatakan begitu banyaknya kesibukannya sebagai guru. Dengan jumlah kewajiban setara dengan 40-an jam, dia masih tetap mampu produktif menulis.

Apa kiat Pak Saeful? Pertama, manajemen waktu. Maksudnya, bagaimana kita mengatur waktu aktivitas kita sehari-hari. Dia memang menggunakan waktu seefektuf mungkin dalam kesehariannya. Keuda, mengolah imajinasi dan wawsasan. Kata Pak Saeful, setiap imajinasi yang ada mesti diolah dengan baik. Dari imajinasi itu akan muncul ide-die yang dapat ditulis.

Pak Saeful juga menyebut bahwa kegiatan ini dapat mengembangkan karier seperti sudah disampaikan narasumber sebelumnya. Selain itu, menurut Pak Saeful buku yang kita tulis juga dapat menjadi bahan pembelajaran. Dia membuktikan tulisannya banyak dipakai untuk pembelajaran. Lalu hal ketiga yang diuraikannya perihal menulis yang dapat sebagai sebuah kenikmatan. pasti kita merasakan sehabis menulis pasti ada kepuasan. Itu artinya sebuah kenikmatan, katanya. Dan di bagian presentasinya dia juga menjelaskan beberapa buku solo dan 20-an buku antologi yang sudah dihasilkan. Dan jangan lupa, katanya, selain guru juga siswa menjadi ikut menulis menghasilkan buku sejak dia terlibat bersama gurusiana.

Untuk narasumber terakhir adalah Ibu Dra. Riful Hamidah, MPd yang menyampaikan pengalamannya bersama gurusiana dengan topik "Ngeblok Dulu Ngebook Kemudian.' Judul ini tentu menarik perhatian kita. Kalau MGI mempunyai jargon 'gurusiana dulu, buku kemudian,' ternyata Ibu yang tulisannya selalu populer ini membuat satu jargon menarik, 'ngeblok dulu, ngebook kemudian. 

Apala dan bagaimana Bu Riful memandang gurusiana? Pertama, katanya gurusiana berfungsi sebagai penyalur hobi. Karena Bu Riful memang hobi menulis, nah dengan bergabung di gurusiana dia menemukan padang luas untuk menanam benih hobinya menulis. Ratusan tulisan sudah dihasilkannya di gurusiana. Kedua,  menulis itu sebagai tuntutan profesi. Sebagai guru, sesungguhnya kita dituntut untuk menulis.  Menulis adalah kewajiban yang harus dilakukan demi menjaga dan meningkatkan kompetensi. Jadi, menulis ini bukanlah semacam pilihan tapi adalah kewajiban. Begitu dia menjelaskan. Satu hal yang juga disampaikannya adalah menulis itu sebagai usaha untuk menyiapkan warisan. Tulisan inilah yang yang akan mmenjadi warisan yang sangat besar manfaatnya bagi kita penulis dan juga bagi pembaca. Kita tahu, di dalam tulisan itu ada ilmu yang berguna. Berbanding harta benda lebih mewariskan ilmu, katanya.

Sebenarnya masih begitu banyak ilmu dan wawasan yang disampaikan ketiga pendekar gurusiana ini. Jika ingin detail, tentu saja dapat kita telusuri langsung melalui YouTobe chanel Media Guru. Rekaman lengkap dari menit pertama hingga ke akhir webinar ada di situ. Semoga ilmu dan pengalaman mereka dapat kita serap dan terapkan sesuai dengan kemampuan kita.***\

26 Nov 2020

Pesan Pak CEO Saat Webinar TNGP "Sukses Penulis 365"

Pesan Pak CEO Saat Webinar TNGP "Sukses Penulis 365"


ISTIMEWANYA webinar ini karena dilaksanakan bertepatan dengan tanggal peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke-75. Hari ini juga diperingati Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2020. Tema-tema karya tulis para guru di FB Media Guru Indonesia atau di blog Gurusiana hampir semuanya dengan tema tentang guru. Bahkan di media-media lainnya juga bertebaran tulisan tentang guru.
Webinar ketiga Media Guru Indonesia (MGI) setelah hari Sabtu (21/11/2020) yang pertama dan Ahad (22/11/2020) yang kedua, ini adalah bagian dari webinar TNGP (Temu Nasional Guru Penulis) MGI yang direncanakan sebanyak lima kali. Artinya masih ada dua kali lagi, 28 dan 29 nanti. Dan tema webinar hari ini adalah 'Sukses Gurusiana 365'. 

Tampil sebagai pembicara adalah  1) Harnieti, MPd, Kepala SMP Negeri 1 Luak Lima Puluh Kota, Sumbar; 2) Saeful Hadi, S Sos, Guru SMA Negeri 2 Banjar, Jabar; 3) Drs. Riful Hamidah, MPd, Guru SMK Negeri 1 Magetan Jawa Timur. Itu info yang bisa kita baca di baner yang dishare di FB MGI. Untuk keynote speaker adalah CEO MGI, Pak Mohammad Ihsan. Sedangkan sebagai host sekaligus moderator adalah Istiqomah Almaki, meskipun di baner tercantum nama Pak Leck Murman (Drs. Murman, MPd) dan Dra. Nuraeni, MPd.

Setelah dibuka Bu Isti, begitu dia disapa, dengan menyapa para peserta webinar termsuk para petugas dari Media Guru, dia mempersilakan keynote speaker untuk menyampaikan sambutan pembukaan. Seperti biasa, sambutan awal adalah dari belyau. Sebagai CEO MGI dia adalah sentral setiap kegiatan yang dihelat MGI.  

Pak Ihsan menyampaikan banyak informasi dan motivasi kepada semua peserta webinar khususnya dan kepada anggota MGI, umumnya. Pak Ihsan, seperti biasa akan membakar semangat dan motivasi para fesbuker MGI dan blogger Gurusiana alias para gurusianer untuk terus menulis. Banyak hal disampaikan Pak Komandan. Dan meskipun dia sibuk, Pak Ihsan akan selalu menyempatkan memberikan semangat kepada keluarga besar MGI.

Hal pertama yang disampaikan Pak Ihsan, setelah mengulangsampaikan tema webinar, menyapa peserta dan menjelaskan perihal Hari Guru Indonesia yang jatuh pada hari ini. lalu dia jelaskan bahwa pada hari ini tulisan-tulisan yang muncul itu hanpir semuanya dengan tema guru. Maksudnya dia ingin menegaskan pentingnya hari ini, 25 November ini. Karena itu pula menurut saya, webinar ini memang istimewa. 

Selanjutnya dia ulang sampaikan juga perihal webinar-webinar yang dilakukan bersempena TNGP tahun pandemi covid-19. Semangat pertama yang disampaikannya adalah adanya tantangan baru khusus untuk hari guru ini. Itulah tulisan tematik yang isinya tentang pengalaman guru dengan gurunya. Katanya, lima tulisan terbaik dengan terbanyak pembaca akan dinyatakan sebagai pemenang. Dan jatah 25.000 point akan diberikan kepada pemenang ini.

Pak Ihsan juga menguraikan data baru penulis di gurusiana. Baik dari segi daerah terbanyak yang menulis juga dari sisi jenis kelamin penulis. Dengan jelas dia katakan perbandingan antara emak-emak dengan bapak-bapak itu sudah mulai ada pergeseran. Jika sebelumnya dominasinya adalah ibu-ibu alias emak-emak, kini ternyata para bapak mulai bertambah jumlahnya. angka detailnya dijelaskan Pak Ihsan.

Tentang penulis yang menggunakan fasilitasnya antara laptop dan gawai, itu juga dengan jelas dan detail sekali dia uraikan. Menggunakan angka-angka nyata di slide yang dia beberkan. Angka persentase terkecil dan terbanyak dari pengguna ini begitu jelas dia katakan kepada peerta. Dan banyak lagi info-info yang disampaikan Pak Ihsan. Info itu, baik bernilai pengetahuan dan wawasan maupun bernilai semantat, tentu saja sangat berguna bagi kita sebagai peserta webinar. 

Bagi peserta webinar ketiga ini, sebelum tampilnya narasumber sesungguhnya info-info dari CEO itu saja sudah sangat memadai bagi peserta untuk ikut. Artinya, akan tetap menjadi anggota MGI yang merugi jika satu webinar seperti ini tidak diikuti. Dari uraiannya kita tahu bagaimana Pak Dahlan Iskan yang menulis selama tiga tahun terus-menerus setiap hari. Dan kita bukan mustahil untuk itu, ajaknya memberi semangat.

Pak Ihsan juga mengingatkan para gurusianer yang setelah mampu menjadikan dirinya sebagai penulis yang aktif setiap hari, hendaklah mulai menjadikan tulisan itu sebagai tabungan karya yang satu hari nanti akan menjadi buku. "Menjadikan menulis sebagai habit, itu ya. Tapi mulailah menjadikan tulisan sebagai tabungan untuk buku," katanya memberi semangat. Yang pasti, apa yang disampaikannya adalah ilmu berharga bagi kita.***

22 Nov 2020

Catatan Webinar TNGP 2020 (Perlunya Membumikan Literasi)

Catatan Webinar TNGP 2020 (Perlunya Membumikan Literasi)


SABTU (21/11/20200 pagi. Persisnya pagi menjelang siang. Sekitar pukul 09.00 WIB saat pintu ruang maya zoom Media Guru Indonesia (MGI) mulai dibuka dan dimasuki para anggota. Itulah waktu digelarnya Temu Nasional Guru Penulis (TNGP) MGI Tahun 2020. Pertemuan Akbar Tahunan yang pada tahun lalu dipusatkan di Ibu Kota Negara, Jakarta tahu ini harus mau menerima fakta, virtual saja. Covid menjadi penentu keputusan ini.

Tapi tidak masalah. Virtual atau bukan tetaplah ini pertemuan istimewa bagi seluruh warga MGI. Sedikit pun tidak melunturkan khidmat dan semangat pertemuan ini. Sejak diumumkan oleh CEO Media Guru, Pak Muhammad Ihsan beberapa waktu lalu, rencana pertemuan ini sudah membuat keluarga besar MGI seperti tidak sabar menunggu. Respon di FB MGI dan di blog keroyokan Gurusiana.Id membuktikan itu. 

Sabtu pagi itu berkumpullah penuh sesak sebanyak 300 orang anggota MGI dalam satu ruang zoom. Itu jumlah maksimal yang dapat diisi. Sementara dalam jumlah yang jauh lebih banyak harus mengikuti pertemuan melalui live streming MGI. Itulah fakta antusiasme anggota MGI.

Tema webinar TNGP tahun ini adalah 'Strategi Membumikan Literasi'. Satu tema yang akan mengobarkan bara api semangat guru yang sudah terbukti setahun ini. Atau sejak TNGP 2019 lalu. Bagaimana para guru, anggota MGI mengisi hari-hari dengan literasi. Tiada hari tanpa literasi. Bagi yang ikut tantangan sudah pasti akan berkarya setiap hari.

Webinar ini meramng terasa istimewa. Tujuh orang penggiat literasi dari beberapa daerah, dipercaya Pak CEO untuk memberi motivasi kepada seluruh warga MGI di bumi Indonesia. Tema 'membumikan liteasi' itu tentu saja dengan maksud agar kegiatan literasi ini menjangkau lebih banyak lagi para guru atau siapa saja di seluruh bumi Indonesia. Mereka ini, juga adalah para pengurus komunitas literasi di daerah masing-masing.

Dengan host sekaligus moderator Mas Febry Suprapto yang merupakan Instruktur Nasional MGI tampil tujuh orang penggiat literasi seperti, 1). Dra. Yasmi, M.Pd. (Ketua Umum IGPPL Sumatera Barat); 2). M. Maghfur Qumaidi, S.Sos., S.Pd., M.Si. (Ketua Umum IPP Jawa Timur); 3). Agusrida, M.Pd.(Ketua Umum KPPL Kemenag Sumatera Barat); 4). Alphian Sahruddin, S.Pd., M.Pd. (Ketua Umum Penggiat Literasi Anging Mamiri Sulawesi Selatan); 5). Titiek Soertirahaajoe, S.Pd. (Ketua AGPG Grobogan Jawa Tengah); 6). Prawiro Sudirjo (Wakil Ketua IP3L Jawa Barat); dan 7). Dewi Sri Indriati Kusuma, S.Pd., M.Pd. (Bendahara Umum IPPSU Sumatera Utara).

Ketujuh pendekar literasi ini, meskipun oleh host hanya diberi waktu sangat singkat untuk berbagi pengalaman literasi, ternyata itu sudah cukup membuat suasana hangat dan semangat webinarnya. Buktinya, diskusi yang terjadi dari beberapa pertanyaan peserta membuat suasana di ruang zoom begitu meraih dan hidup.

Kita menjadi saksi, betapa banyak hal yang dikupas. Mulai dari suka duka dalam merintis agar literasi dapat mengakar di lingkungan pendidikan terutama para guru, hingga trik atau kiat sukses dalam menerapkan penggalakan literasi di tempat masing-masing. Tidak kalah penting, dibicarakan juga imbas dari pelaksanaan program 'membumikan literasi' tersebut di setiap daerah.

Tidak saya ulas lagi apa saja yang dibicarakan para narasumber. Yang pasti, jika ingin mengulang mendengarkan diskusi dan tanya jawab dalam webinar, silakan disimak kembali dengan membukan YouTobe Media Guru. Rakaman webinar ada di situ.

30 Okt 2020

Kenangan Dikenang, Agar Tak Lekang oleh Waktu Membentang

Kenangan Dikenang, Agar Tak Lekang oleh Waktu Membentang


TEMPAT terjatuh lagi dikenang, apa lagi tempat bersenang-senang. Itu kurang-lebih bunyi kalimat peribahasa dari tetua kita yang menyiratkan betapa kenangan itu tidak boleh hilang. Satu catatan kenangan tidak akan pernah hilang begitu saja dari ingatan, jika itu memang sebuah kenangan penting. Apapun yang terjadi di masa lalu, yang pernah menjadi kesan tertentu bagi kita, pasti akan diingat-ingat lagi di waktu yang akan datang.

Hari ini, maksudnya tanggal --30/10-- seperti hari ini, tiga tahun yang lalu saya teringat kembali saat kami berada tidak di negeri sendiri. Ingatan ini pun terulang karena melihat satu foto secara tidak sengaja. Ini kenangan indah saat bersama-sama teman kelompok haji 2007 di negeri jiran. Saya dan beberapa orang yang kebetulan berangkat haji pada tahun yang sama, 2006/2007 atau 1427 H saat itu pergi berlibur ke negeri orang. Sekadar tahu, kami membuat satu kelompok silaturrahim haji yang kami beri nama ISHAKA 1427 (Ikatan Silaturrahim Haji dan Keluarga 1427) yang anggotanya adalah regu/ rombongan yang sama pada saat menunaikan haji tahun itu.  

Bersama teman-teman inilah, Oktober 2017 lalu, itu kami tengah berada di negeri seberang, Malaysia. Kami ke Malaysia dalam program kunjungan tour biasa sekadar berhibur saja. Dari 27 s.d. 30 Oktober 2017 itu kami melaksanakan kunjungan ke Terenggano, Malaka dan Johor Baru sendiri sebelum kembali ke Karimun kembali. Kenangan itu tiba-tiba teringat hari ini. Jadilah tulisan singkat ini.

Saya masih mengingatnya, berangkat dari Tanjungbalai Karimun menuju Johor Baru melalui Pelabuhan Puteri Harbour, Johor Baru. Inilah Negara Bagian terdekat dan berjiran dengan daerah saya, Tanjungbalai Karimun. Setelah kapal merapat, kami langsung ke darat dan naik bus yang sudah menanti kami. Menggunakan bus pariwisata (bas pesiaran, kata orang Malaysia) kami meneruskan perjalanan ke Negara Bagian Terenggano dan bermalam di sini. Lalu di hari berikutnya kami Melaka dan bermalam juga di sini. Karena sifat kunjungannya adalah untuk menghibur diri pada saat saya baru saja meninggalkan status sebagai PNS maka perjalanan muhibbah kami sepenuhnya untuk sesama kami saja. Bersama teman-teman non PNS pula kami ke Negeri Seberang waktu itu.

Mohon maaf, saya tidak menceritakan kembali detail kejadian tiga tahun lalu itu lagi karena saya sudah menjadikannya sebuah buku yang diterbitkan oleh Media Guru dalam judul BERLIBUR UNTUK BERHIBUR, CATATAN PERJALANAN SEORANG GURU yang terbit April 2020 lalu. Jika para sahabat ingin mengetahui kisah perjalanan 'suka-suka' itu tentu saja lebih enak membacanya melalui buku itu.

Bahwa satu catatan kenangan tidak elok dilupakan seperti dipesankan oleh orang tua-tua kita, itulah sesumgguhnya yang ingin saya ulas di halaman ini. Saya ingin mengatakan bahwa sebuah kenangan memag selayaknyalah kita kenang agar tidak lekang oleh masa yang membentang. Sebagai guru, guru penulis pula, saya sangat percaya bahwa setiap gerak-langkah kita saat kita bepergian kemana saja, pasti kita torehkan menjadi catatan kenangan yang suatu saat akan kembali dikenang. Dengan begitu, catatan kenangan ini akan bertahan dalam waktu yang tidak terbatas. Dia tidak hilang dan lekang oleh waktu yang terbentang panjang. Semoga.***

19 Okt 2020

Pidato Pjs Bupati Karimun pada Acara Konsolidasi MUI Kepri

Pidato Pjs Bupati Karimun pada Acara Konsolidasi MUI Kepri

Tanaikarimun.com – Karimun, PADA hari Jumat (16/10/2020) malam bertempat di Gedung Nasional dilaksanakan kegiatan Konsolidasi Kelembagaan MUI Provinsi Kepri. Pesertanya adalah pengurus MUI Kabupaten Karimun dan pengurus MUI Kecamatan se-Kabupaten Karimun. Hadir malam itu para pejabat Kabupaten Karimun.

Pejabat Sementara (Pjs) Bupati Karimun, Pak Heri membuka secara resmi acara yang berlangsung dua hari itu. Dia memberikan pidato sambutan sekaligus membuka resmi. Inilah pidato Pak Bupati malam itu,

Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh
Bismillahirrohmanirrohim

Innalhamdalillaah.. nahmaduhu Wanasti’iinuhu Wanastaghfiruh Wa Na’uuzubillaahi Min Syuruuri Anfusinaa Waminsayyiaati A’maalinaa, Mayyahdihillaahu Falaa Mudillalah, Wa Mayyudlilhu Falaa Haadiyalah.

Asyhadu Allaa Ilaaha Illallooh Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullooh
Alloohumma Shalli ‘Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa ‘Alaa Aali Sayyidinaa Muhammad


Yang terhormat ;
1. Forum Koordinasi Pimpinan Daerah
2. Ketua MUI Provinsi Kepri bersama jajaran Pengurus
3. Asisten, Kepala OPD dan Kepala Bagian
4. Kepala Kantor Kementerian Agama Kab.Karimun
5. Ketua MUI Kabupaten dan MUI Kecamatan Se- Kabupaten Karimun
6. Ketua Lembaga Adat Melayu, Ketua PD Muhammadiyah dan Ketua PC NU Kabupaten Karimun
7. Beserta seluruh hadirin yang saya mulyakan

Pertama-tama marilah kita persembahkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan ma’unah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat berkumpul bersama pada malam ini dalam acara pembukaan acara Konsolidasi Penguatan Kelembagaan antara MUI Provinsi dan MUI Kabupaten Karimun.

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan Al-Qur'an sebagai wahyu Allah dan kitab suci yang terpelihara keasliannya hingga akhir zaman, yang isi kandungannya menjadi pedoman dalam kehidupan untuk menggapai keselamatan di dunia dan akhirat serta menjadikan Ulama sebagai pewaris para Nabi dan Rasul . Untuk itu mari sama kita bacakan shalawat dan salam dengan lafaz : Allahumma Sholli ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa ‘Ala Ali Sayyidina Muhammad

Hadirin yang saya hormati,
Sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri.............
Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada MUI Provinsi Kepuluan Riau yang telah melaksanakan kegiatan ini di Kabupaten Karimun dan mengundang saya untuk bersilaturrahmi serta memberikan kesempatan untuk menyampaikan sambutan dan membuka acara nantinya.
Hadirin yang saya hormati
MUI sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan islam, mempunyai tugas membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin. Keberadaannya sangatlah penting dan berarti bagi daerah, bangsa dan negara. MUI banyak memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menjaga dan memelihara kualitas kegamaan dan pendidikan masyarakat.
MUI harus tetap meneguhkan jati dirinya sebagai organisasi ulama yang memiliki
tanggung jawab besar dalam mengawal perjalanan umat islam dan bangsa Indonesia. Kedepan yang tak kalah pentingnya MUI harus bisa menjadi penggerak dalam peningkatan wawasan keberagaman, menjaga kerukunan umat beragama, dan membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan.
Sejalan dengan tugas saya selaku Pjs Bupati Karimun, ada dua tugas utama yang menjadi perhatian khusus yaitu Pelaksanaan pencegahan Covid 19 dan Pilkada di Kabupaten Karimun. Terkait pencegahan covid 19, saya mohon bantuan dari kelembagaan MUI untuk tidak bosan bosannya menyampaikan kepada masyarakat lewat corong corong dakwah tentang perlunya mematuhi protokol Kesehatan pencegahan Covid 19 seperti memakai masker dalam kondisi apapun, mencuci tangan pakai sabun dan menjaga jarak.Begitu pula dengan perhelatan PILKADA nantinya, peran MUI juga diharapkan dapat membantu agar Pilkada berjalan dengan baik, aman dan lancar.
Hadirin yang saya hormati,
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama , Selama ini MUI Provinsi Kepri dan MUI Kabupaten Karimun telah menjalankan fungsinya dan menjadi mitra strategis untuk tetap menjadi pilar pembangunan keagamaan. Terutama dalam mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan.
Kedepannya juga MUI tetap eksis dan dapat meningkatkan kerjasama dengan lembaga- lembaga sosial keagamaan lainnya, Sehingga MUI ke depannya benar-benar dapat dirasakan oleh umat dan masyarakat Kepulauan Riau dan Kabupaten Karimun.
Hadirin yang saya hormati,
Akhirnya Saya atas nama pribadi dan Pemerintah Kabupaten Karimun mengucapkan selamat dan tahniah kepada para Panitia, Nara sumber dan peserta dalam acara ini, Momentum acara ini hendaknya menjadi motivasi bagi kita semua untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan koordinasi yang baik anatara MUI Pusat, MUI Provinsi dan MUI Kabupaten sehingga permasalahan krusial Keummatan dapat diselesaikan bersama.
Hadirin yang saya hormati,
Demikianlah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini,
Dengan berserah diri kepada Allah SWT dan mengucapkan Bismillahirrahmannirahim Acara Konsolidasi Penguatan Kelembagaan antara MUI Kepri bersama MUI Kab.Karimun secara resmi saya buka.
Sebelum saya tutup dengan salam, izinkan saya membacakan pantun :
Sedaplah rasa sambal terasi
Sambal dimakan dengan lalapan
Selamat melaksanakan konsolidasi
Semoga lancar sesuai harapan

Buah Pinang buah mentimun
Hendak mencari rumah mak siti
Doa dan usaha untuk Karimun
Semoga pergi corona pandemi.

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

(M. Rasyid Nur)


7 Okt 2020

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-21)

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-21)


Oleh: Khairul Amri
Bermastautin di Pekanbaru

HARI pertama saya di Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau.

Karena baru tiba, sesampai di rumah, Paman meminta saya untuk istirahat. Kamar saya berada persis di sebelah kamar Paman.

Rumah itu cuma punya 2 kamar tidur. Bangunan ini dominan terbuat dari papan. Dinding dan lantainya papan. Cuma lantai dapur yang semen.

Di rumah itu ada ruang tamu, ruang keluarga dan dapur yang cukup luas. Sebelah rumah Paman, ada lagi rumah tetangga. Bentuk rumah ini petak dua, sama-sama terbuat dari papan. 

Paman sekeluarga ada di kamar sebelah. Ukurannya lebih luas. Makanya Paman, istri, dan anak-anaknyanya, yang ketika itu masih kecil, sepertinya cukup nyaman berada di satu kamar saja.

Saya disediakan Paman tempat tidur tingkat. Tapi, saya cuma pakai yang di bawah. Sedangkan tingkat dua, karena tidak ditempati, digunakan Paman buat menaruh barang-barang rumah tangga. 

Begitu masuk kamar, saya masih merasa asing. Sebab hampir 12 tahun di kampung, tinggal bersama Nenek dan adik-adik Paman (Maudo, Maoncu, dan Etek), mana pernah saya tidur di kamar, apalagi disediakan kamar sendiri seperti itu. 

Kalau di rumah tinggi, atau rumah lama di kampung, hanya ada 2 kamar. 1 kamar Datuk saya, dan 1 kamar lagi biasa dipakai keluarga Maudo atau Mak saya, jika pulang kampung. Sedangkan saya, mana ada punya kamar sendiri. 

Makanya, di kampung itu saya sulit hidup teratur. Karena semua sisi rumah tinggi itu, ya jadi kamar saya. Begitu pulang sekolah, buka sepatu, campak tas sembarangan dan ganti seragam sekolah, lalu tancap main sama teman-teman. 

Besok pagi-pagi pas mau berangkat sekolah, atau kalau rajin, pas sore jelang mandi ke sungai, barulah tas dan pakaian tadi siang saya kemas. Seringnya tidak. Dan, pas besok pagi biasanya saya selalu kebingungan saat akan berangkat ke sekolah. Hampir begitu tiap hari, selama di kampung.

Tetapi, suasana hari pertama di Tanjungbatu, mulai terasa: sangat berbeda. Saya disiapkan kamar sendiri oleh Paman. Itu artinya, saya harus bisa mengatur sendiri kamar ini, agar saya betah berada di kamar itu. 

Pelajaran lagi buat saya: hidup mulai teratur. Ada kamar sendiri. Mesti diatur dan dirapikan sendiri. Jika tidak, siap-siap akan dicek sama Paman. Kalau tidak rapi, bisa-bisa akan diberi ceramah alias kenak peringatan. Hmmm... di sinilah hidup teratur itu dimulai.

Saya pun istirahat. Karena waktu di kapal tidak bisa tidur nyenyak, pagi menjelang siang itu saya bisa tidur nyenyak. 

Ini hari pertama saya di negeri rantau. Hari pertama pula saya tidur dan beristirahat di kamar sendiri. Hari pertama pula, meski pagi menjelang siang, saya bisa tidur nyenyak di rumah Paman. 

Saya ingat. Sebelum disuruh Paman beristirahat tadi, dia sudah bilang: tidurlah sampai siang. Biar sehat. Nanti petang bisa ke luar  buat keliling lihat-lihat kota Tanjungbatu. 

Paman sudah janji akan membawa saya jalan-jalan melihat kota. Tapi istirahat saja dulu. Agar pas jalan-jalan nanti bisa lebih segar, dan lebih enak diajak berkeliling. 

Saya pun tertidur pulas. Tidur pulas anak-anak yang menanjak remaja. Anak-anak yang sudah diajak merantau jauh oleh Paman-nya. Satu saja tujuan merantau ini: melanjutkan sekolah supaya bisa jadi orang. 

Alhamdulillah. Tidur pagi jelang siang itu benar-benar pulas. Saya hanyut dalam mimpi-mimpi indah di negeri rantau. Walau sesekali tetap sulit melupakan kampung yang sudah sangat jauh saya tinggalkan. 

Inilah awal saya menapak di Tanjungbatu, Kundur. Awal sejarah hidup itu digoreskan. Awal kisah yang akan terus menjadi ingatan dan kenangan, yang sulit untuk saya lupakan. 

Kenangan yang terus memunculkan kerinduan. Rindu Tanjungbatu. Rindu akan masa2 itu. Rindu saya, adalah rindu yang suatu waktu akan saya obati. 

Setiap rindu ke sini, saya usahakan sampai di Tanjungbatu. Negeri tempat saya memulai hidup dengan penuh cerita. Sebagian cerita itu, adalah warna hidup saya saat ini.

Ke sini lagi nanti saya Tanjungbatu. Rindu yang akan selalu membawa saya untuk ke sana lagi. Mudah2n akan selalu. Salam rindu Tanjungbatu. **


Pekanbaru, 28092020
Coffee shop Indomaret, sambil santai @Jl. Riau

4 Okt 2020

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-20)

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-20)


Oleh: Khairul Amri
Bermastautin di Pekanbaru

"Rul, jago (bangun, red). Jago la lei (bangun lah lagi, red)." 

Sayup2 saya dengar suara Paman. Badan saya sedikit digoyang2nya.

Selimut kain sarung pun saya buka. Saya duduk dan memperhatikan kiri dan kanan.

Para penumpang rata2 sudah bangun tidur. Malah saya lihat sudah ada yang siap2 seperti mau turun dari kapal. 

"Kojap lai kito tibo di Tanjuongbatu (sebentar lagi kita sampai di Tanjungbatu, red)," kata Paman ke saya, dalam logat bahasa Ocu Kampar.

Paman menyuruh saya ke toilet, bersih2 dan ambil wudhu untuk sholat Subuh. 

Di luar masih gelap. Tapi kapal terasa berjalan pelan. Sambil berjalan menuju toilet, saya menoleh ke luar kapal. Saya lihat samar2 banyak pohon dan tumbuhan tepi laut. Daratan sudah dekat.

Penumpang lain sudah sibuk mengemasi barang2nya. Suasana di dalam kapal jadi riuh dan ramai. 

Dari toilet saya kembali ke kamar. Sementara Paman sudah siap2 pula, seperti halnya penumpang lain. Saya pun segera sholat Subuh, lalu berganti pakaian. Saya juga sudah mengira: KM. JHONSON akan segera sampai ke Tanjungbatu. 

Dari kejauhan, samar2 mulai nampak tanda2 daratan. Kiri dan kanan mulai banyak bangunan yang terlihat. Semakin dekat ke pelabuhan, kapal berjalan makin pelan. Para ABK berlarian ke haluan kapal, itu pertanda kapal besar ini akan segera merapat. 

Hati saya campur aduk. Senang, karena sudah sampai di Tanjungbatu, setelah dua hari dua malam berlayar. Gundah, sebab wajah Mak dan Nenek masih membayang. Kampung halaman masih terkenang, yang sudah sangat jauh saya tinggalkan.

Sebelum kapal sandar, dari kamar saya bisa menoleh ke luar kapal, lewat jendela. Saya lihat di depan ada pelabuhan kayu, hampir mirip dengan pelabuhan di Selatpanjang: Pelabuhan Tanjung Harapan, yang kami singgahi subuh hingga pagi kemarin. 

Klakson kapal berbunyi. Suaranya memecah sunyi di subuh itu. Kapten dan para ABK berusaha dan bekerja sama untuk menyandarkan kapal di pelabuhan. Kapal terasa maju mundur.

Selang beberapa menit, akhirnya kapal besar itu bisa benar2 merapat dan sandar di pelabuhan dengan baik. 

Mulailah para penumpang diarahkan untuk turun duluan.

Saya dan Paman memastikan tak ada lagi barang yang tertinggal di kapal. Setelah semua dicek, kami pun antre menuju pintu keluar kapal.

Kami dan seluruh penumpang diarahkan turun dan ke luar dari kapal. Sangat ramai. Kapal ini padat sekali, oleh penumpang dan barang.

"Alhamdulillah...," ucap saya dalam hati. Akhirnya saya dan Paman sampai juga ke Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau.

Di ujung pelabuhan itu saya lihat ada bacaan: Selamat Datang di Tanjungbatu. Hati saya berdecak kagum: saya sekarang sudah sampai di negeri orang. Saya sekarang sudah menginjakkan kaki di negeri rantau.

Satu persatu penumpang naik ke pelabuhan. ABK mengingatkan agar hati2, karena cuaca masih gelap. Lihat langkah ke depan, jangan sampai jatuh pula nanti. 

Saat itu, saya ingat: menjelang pertengahan tahun 1990. 

Pelabuhan utama di Tanjungbatu, ketika itu, masih terbuat dari kayu. Bangunannya masih bangunan lama. Ini membuat saya sedikit gamang dan agak takut. Karena ini baru pertama saya berjalan di atas papan2 yang disusun jadi lantai pelabuhan.

Langkah saya pelan. Paman memegang tangan saya. Kami sama-sama berjalan menuju darat. 

Meski belum pagi. Tapi suasana di pelabuhan cukup ramai. Biasa seperti itu. Setiap ada kapal yang sandar, pasti ramai yang menanti di pelabuhan. 

Apalagi Tanjungbatu. Negeri kepulauan seperti ini punya tradisi pagi2 sudah duduk di kedai kopi. Tak heran, meski belum terang, kedai kopi di pelabuhan itu sudah ramai. Ada yang sekedar duduk ngopi. Ada juga keluarga yang menunggu di pelabuhan.

Saya cuma tercengang2. Karena belum pernah saya melihat suasana seperti itu. Kampung saja cuma ada sungai. Mana ada seramai itu, di waktu se-pagi itu. 

Sambil membawa tas dan ransel, Paman terus berjalan ke luar dari pelabuhan. Saya hanya mengikutinya dari belakang, dan kadang berjalan di sampingnya. 

Asing sekali Tanjungbatu bagi saya. Perasaan saya waktu itu, seperti tak percaya saja. Kok ke negeri seperti ini Paman membawa saya merantau. Apakah saya akan betah di Tanjungbatu. 

Tapi, ya sudahlah. Kami pun tiba di darat dan siap2 untuk menuju ke rumah Paman. 

Hmmm. Mengingat peristiwa awal itu, kadang senyum dan geleng2 kepala sendiri. Usia belum 12 tahun, tapi saya sudah diajak Paman merantau jauh ke Tanjungbatu.

Meski begitu, Tanjungbatu pula yang bikin saya rindu. Rasa rindu yang selalu ada di hati. Yang akan selalu jadi kenangan. Indah, walau awalnya seperti kisah tadi.

Tanjungbatu... Saya rindu ke sana lagi. **


Pekanbaru, 21092020
Istirahat siang di ruang tamu @rumah kami 🥰

30 Sep 2020

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-19)

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-19)


Oleh: Khairul Amri
Bermastautin di Pekanbaru

AKTIVITAS bongkar muat barang dari kapal ke darat, dan begitu sebaliknya, masih berlangsung. 

Matahari pagi mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur. Pagi itu, cuaca nampak cerah. Seingat saya, nama pelabuhan di Selatpanjang, waktu itu: Pelabuhan Tanjung Harapan. Namanya sama hingga sekarang. Tapi, waktu itu pelabuhan tersebut masih kayu. Bangunan pelabuhannya pun belum sebagus saat sekarang. 

Barang diturunkan ke daratan. Banyak juga barang yang naik lagi ke kapal. Begitu juga penumpang, ada yang turun di sini. Banyak juga yang naik dari Selatpanjang. Rata2 mereka adalah pedagang lintas antar pulau. Dari Riau daratan, membawa barang dagangan sampai ke Riau kepulauan. 

Matahari semakin meninggi. Sinarnya semakin terang menyinari, dan terasa semakin terik. Jadwal keberangkatan KM. JHONSON sepertinya tak lama lagi. Seluruh barang dan penumpang, pun sudah naik ke kapal.

Pelabuhan semakin sepi. Para ABK nampak bersiap2 untuk melepas tali kapal dari tiang pancang pelabuhan. 

Suara klakson kapal terdengar nyaring. Satu kali, senyap. Selang beberapa waktu, bunyi dua kali. Tak lama setelahnya, bunyi tiga kali. Itu pertanda kapal sudah siap berlayar kembali.

Tali semua sudah dilepas dari tiang pancang, dan kapal pun mulai bergerak dari sandarannnya.

Tujuan kapal, adalah Kepulauan Riau. Negeri yang jauh. Perlu waktu dua hari dua malam, ketika itu, untuk sampai ke sana.

Saya sama sekali tak bisa bercerita tentang negeri itu. Membayangkan seperti apa saja, masih sulit. Apalagi mau bercerita. 

Pelan tapi pasti, kapal menjauh dari pelabuhan Tanjung Harapan. Berselang beberapa menit, pelabuhan dan daratan Selatpanjang pun benar2 hilang dari pandangan. 

Kapal besar ini, bisa lebih laju. Saya merasakan itu. Berbeda dengan gerak kapal dari Pekanbaru ke Selatpanjang.

Sebab, kapal sudah keluar dari muara sungai. Dan, sekarang kapal sudah berada di lautan. Kecepatan kapal pun bisa lebih kencang. 

Siang itu, saya jadi penasaran. Selama ini cuma tahu air sungai yang tawar. Dapat cerita saat belajar di sekolah, air laut itu asin. Tapi, mau bertanya ke Paman, saya masih segan. 

Saya bertanya sendiri dalam hati: apa asin air laut ini seperti garam dapur? Atau jangan2 berbeda asinnya.

Diam2, saya minta izin ke Paman untuk ke toilet. 

Saat minta izin, Paman mengingatkan, "hati2, kita sudah sampai di laut. Angin kencang di luar. Airnya pun asin, bukan tawar seperti air sungai," kata Paman ke saya. 

Saya cuma ngangguk2. Lalu berjalan menuju toilet.

Di toilet, saya lihat air bilasan buat bersih2 ke luar dari selang khusus. Saya sudah menebak: ini pasti air dari luar kapal. Air laut yang dialirkan ke dalam toilet.

Saya pun ingin menjawab rasa penasaran itu. 

Saya ambil gayung, lalu mengisinya dengan air dari selang tadi. Tak begitu banyak, saya coba rasa terlebih dahulu. 

Begitu sampai ke lidah, waduh, asinnya luar biasa. Saat dikecap, saya cuma bisa senyum2 sendiri di dalam toilet. Hmmmm, asinnya air laut ini. 

Itulah pengalaman pertama saya mengecap langsung rasa air laut.

Mana ada laut di kampung saya. Mana pernah saya dibawa jalan2 sama Mak dan Nenek ke laut. Sampai2 rasa air laut pun baru kali itu, saya rasakan langsung. 

Di kampung saya, cuma ada sungai. Kampung saya di Desa Tanjungberulak (sekarang jadi Desa Limau Manis, red), dilalui oleh Sungai Kampar. 

Sebelum ada PLTA Koto Panjang, air sungai Kampar yang melewati kampung kami, sangat deras dan jernih airnya. Ikan pun banyak. Tapi, sejak ada PLTA, kualitas air sungai ini sedikit turun, walau masih tetap deras. 

Meski begitu, PLTA Koto Panjang pun membawa kebaikan bagi kampung saya. Sejak ada PLTA itu pula, kampung saya jadi terang benderang. Listrik sudah hidup siang malam. Dan, kalau biasanya sering banjir, kampung saya tidak lagi banjir seperti tahun2 yang sudah lalu. 

Ya, begitulah efek dari kemajuan zaman. Di satu sisi ada nilai positifnya. Tapi di sisi lain, kadang ada juga efek negatifnya.

Wajar saja kalau saya tak pernah merasakan langsung, apa rasa air laut itu. Karena selama 11 tahun lebih tinggal di kampung, setiap hari hanya ke sungai. Minum pun dari air sumur: air tawar yang benar2 alami.

Makanya, pas mengecap air laut di KM. JHONSON, saya pun dapat ilmu baru lagi: air laut itu memang benar2 asin. Ckckckck, saya senyum2 sendiri, saat ke luar dari toilet. 

Hari semakin siang. Panas terik di luar kapal. Meski begitu, karena angin laut begitu kencang, tidak begitu terasa panas matahari menyengat.

Apalagi pas saya izin sama Paman, untuk duduk di depan kapal. Banyak penumpang yang duduk2 di sana. Saya pun penasaran ingin ikut. Di situ, angin terasa sangat dingin. Hembusan angin laut terasa begitu kencang. Pantas saja banyak penumpang yang senang duduk berlama2 di haluan kapal itu. 

Siang merangkak menuju petang. Matahari mulai condong ke Barat. Cahayanya yang tadi terik, pelan2 mulai redup. 

Kapal terus melaju di lautan. Riak gelombang pun tak begitu kuat. Laut kelihatan tenang, menyambut datangnya senja, menjelang malam. 

Saya sudah berada di kamar bersama Paman. Jelang Ashar, saya sudah ada di kamar. Paman selalu ingatkan, jangan sampai lupa sholat. 

Menjelang Magrib, Paman kembali ingatkan. "Waktu sholat Magrib sebentar lagi. Jangan kemana2, di luar sudah mulai gelap. Kita sholat Magrib dan Isya sekaligus. Nanti di jamak saja," jelas Paman ke saya. 

Mendengar nasihat dan penjelasan itu, saya cuma bisa mengangguk. Mana pernah saya men-jamak sholat. Tapi Paman, karena sudah terbiasa di perjalanan jauh, dia nampaknya sudah ahli betul men-jamak sholat.

Dapat lagi ilmu baru: kalau di perjalanan jauh, kita boleh jamak sholat. Jamak artinya banyak. Atau jika sholat di-jamak, itu artinya, dua waktu sholat digabung ke satu waktu saja. Misal, sholat Zuhur  digabung dengan Ashar. Atau bisa juga sholat Magrib, sekaligus Isya dikerjakan bersamaan. 

Begitulah di kapal. Banyak sekali pelajaran2 dan pengalaman baru yang saya dapatkan. Walau di sekolah agama (Madrasah Ibtidaiyah) ada juga pelajaran itu saya dapatkan. Tapi, saat di kapal, saat berlayar menuju Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau, ilmu2 itu saya praktikkan.

Di dalam perjalanan saja, banyak hal dan kenangan yang dirasa. Begitulah Tanjungbatu, negeri rantau yang akan saya tuju. Berkat merantau, banyak pengalaman hidup dirasakan. 

Tanjungbatu, bukanlah kampung lahir saya. Tapi di sini, saya dibesarkan oleh Paman dan keluarganya. 

Tanjungbatu, bukan pula keinginan saya untuk ke sana. Tapi takdir jua yang sudah mengantarkan saya ke sana. 

Saya yakin, hidup ini sudah diatur semua oleh-Nya. Tak ada yang serba kebetulan. Jalan hidup saya sudah digariskan tiga tahun di Tanjungbatu. Di sini saya pernah dibesarkan. Di sini tempat saya menimba ilmu, membuat saya bisa seperti sekarang.

Terima kasih Paman. Terima kasih Tanjungbatu. 

Perjalanan saya ke sana, tak lama lagi, bersama asa dan cita2, di atas kapal besar: saya akan sampai ke Tanjungbatu. **

Pekanbaru, 20092020
Jelang tidur, selesai duduk santai @ruang tamu rumah kami 🤭

29 Sep 2020

HIN dan Sepuluh Keunggulan Bisnisnya

HIN dan Sepuluh Keunggulan Bisnisnya

SUDAH diketahui, tentunya oleh semua pebisnis apa itu HNI (Halal Network International). HNI adalah sebuah usaha (perusahaan) yang berusaha menyediakan produk herbal untuk obat dan lain-lainnya yang sepenuhnya halal. HNI adalah perusahaan yang mengutamakan kebermafaatan yang halal.

Lalu, HNI itu sebagai sebuah bisnis bagaimana hebatnya, tentu juga sudah dipahami oleh kita yang mempraktikkannya. Juga, sudah dirasakan dan sudah pula terbukti bagaimana manfaatnya bisnis ini. 

Harus diakui bahwa bisnis HNI memang unggul. Banyak kebaikan dan kemanfaatan yang terkandung di bisnis ini. Sisi penggunaan, misalnya selain untuk diri sendiri tentu juga untuk keluarga dan orang-orang di sekitar kita. 

Mengutip beberapa keterangan dan penjelasan, baik secara langsung dari pelaku bisnis HNI maupun melalui buku-buku referensi ada beberapa keunggulan bisnis HNI. Inilah 10 (sepuluh) keunggulan Bisnis HNI yang sudah terbukti.

1. HNI dimiliki oleh 100 % MUSLIM yang sangat berkomitmen pada nilai - nilai kemuliaan Islam. HNI didirikan, dibangun dan dikelola oleh insan Muslim Profesional, diatas pondasi ketaqwaan dan kerja - kerja yang yang ihsan (terbaik).

2. HNI memiliki Dewan Pengawas Syariah, yang senantiasa pro aktif mengawasi, mengevaluasi, dan memberi masukan serta nasihat diminta maupun tidak diminta, untuk menjaga Bisnis Network Marketing Syariah HNI tetap berada dalam koridor Syariah Islam.

3. HNI hanya menjual produk - produk yang dijamin 100% HALAL.

4. HNI hanya memproduksi, menyediakan, memasarkan dan mendistribusikan produk - produk yang tidak hanya terjamin Halalnya, tetapi juga berkualitas (THOYYIB).

5. HNI memiliki SUCCESS PLAN yang ADIL dan MENGUNTUNGKAN sesuai kaidah dan prinsip - prinsip SYARIAH ISLAM.

6. Bisnis di HNI dapat diwariskan selama Perusahaan masih berdiri, dan berlaku di seluruh dunia.

7. HNI adalah Bisnis yang memberikan PELUANG KEUNTUNGAN atau kesuksesan di dunia juga akhirat, insya Allah.

8. HNI memberikan keterampilan hidup (Life Skill) pada bidang kesehatan Thibbun Nabawi dalam aplikasi produk HNI, yang bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

9. Bisnis di HNI di dukung oleh kekuatan integritas Managemen dalam administrasi, accounting dan Online System, sehingga memastikan akuntabilitas dan aksesibilitas bagi setiap Agen dan Leader yang berbisnis di HNI.

10. Semangat keislaman menjadi spirit dan nilai - nilai akhlak serta azas dalam bekerja dan berniaga di Bisnis Network Marketing Syariah HNI.

Demikianlah 10 keunggulan Bisnis HNI yang perlu diketahui oleh semua orang. Tidak hanya pebisnisnya (untuk terus disampaikan kepada orang lain) maupun juga kepada masyarakat secara umum. Bahkan tidak hanya orang muslim yang wajib tahu tapi non muslim juga layak tahu untuk nilai kemanfaatan sisi penggunaan.***

Dari beberapa sumber, khususnya Buku TMB hal.110 - 111.

20 Sep 2020

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-18)

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-18)


Oleh: Khairul Amri
Bermastautin di Pekanbaru

Tidur saya ternyata pulas juga. Ya, kalau mata sudah mengantuk, mau diapakan lagi. Nyaman tak nyaman tetap saja tidur pulas. 

Paman membangunkan saya. Samar2 saya dengar suaranya.

"Rul. Jago (bangun, red). Subuh," kata dia.

Antara sadar dan tidak, saya duduk. Kucek2 mata. Lihat kiri dan kanan. Nampak penumpang, ada yang sudah bangun, banyak juga yang masih tidur.

Karena sudah dibangunkan Paman, saya tidak tidur lagi. 

Kain sarung yang dijadikan selimut, saya lipat. Paman pun menyuruh saya ke kamar kecil, sebelum penumpang lain bangun. Kata dia, nanti antre lama, kalau penumpang sudah bangun semua. 

Saya bergegas ke kamar kecil. Cuci muka, gosok gigi, buang air kecil dan berwudhu. 

Grrrr... Udara subuh itu dingin sekali. Sama juga air di kamar kecil. Tapi selesai dari kamar kecil badan terasa lebih fresh, segar kembali.

Di kampung, waktu bersama nenek. Kebiasaan bangun subuh sudah biasa buat saya. Bedanya, kalau di kampung saya suka manja2 sama nenek. Kadang tak jarang nenek menjangki saya (menggendong di punggung, red) sampai ke sungai. Apalagi kalau saya agak susah dibangunkan. Nenek biasanya selalu mengalah. Agar tetap bangun dan sama2 sholat Subuh, saya dijangki-nya sampai ke sungai. Kadang di punggungnya, saya pun masih tertidur.

Kampung saya pun waktu itu belum diterangi listrik seperti sekarang. Nenek biasanya sudah menyiapkan suluo: daun kelapa yang sudah kering, diikat dan disatukan lalu ujungnya dibakar. Suluo itulah sebagai penerang kami berjalan sampai ke sungai.

Hampir setiap hari seperti itu. Makanya, bangun subuh sebenarnya sudah jadi kebiasaan saya di kampung bersama nenek.

Paman jadi tidak terlalu sulit membangunkan saya, subuh itu. Cukup sekali panggil, sambil digoyang sedikit badan saya, langsung terbangun. 

Dari kamar kecil, saya kembali ke kamar. Gantian pula Paman yang ke kamar kecil. Saya ambil sajadah, lalu sholat Subuh.

Di kapal besar ini agak sulit sholat berjamaah. Ruang yang agak lapang tidak banyak. Makanya saya sholat duluan. Setelah itu baru Paman sholat.

Subuh itu, kapal merapat ke pelabuhan.

Awalnya saya mengira sudah sampai ke Tanjungbatu. Tapi Paman bilang: Tanjungbatu masih jauh. Kapal baru sampai di pelabuhan Selatpanjang (sekarang jadi Kabupaten Kepulauan Meranti).

Saya cuma bisa mengangguk-angguk. 

Banyak penumpang yang turun di pelabuhan ini. Barang pun banyak pula yang dibongkar/diturunkan.

Paman bilang ke saya, penumpang yang turun itu rata2 pedagang. Ada juga penumpang biasa, penduduk tempatan atau juga merantau. Tapi lebih banyak yang berdagang. Mereka berjualan dari satu daerah ke daerah lain. Mereka ini selalu disebut pedagang lintas pulau.

Makanya setiap kali kapal besar itu berangkat, dari Pekanbaru, selalu saja penuh sesak oleh barang dagangan dan pedagang.

Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Selatpanjang cukup lama juga. Saya dan Paman tetap memilih di kapal.

Pagi itu, ABK (Anak Buah Kapal) membagikan minuman hangat ke seluruh penumpang. Itulah sarapan pagi di kapal. Ada kopi dan juga teh panas. Lumayan sarapan pagi, bisa disedu denga roti atau cemilan lainnya. 

Sambil menikmati sarapan, saya tanya2 ke Paman. "Berapa lama lagi sampai ke Tanjungbatu?".

Kata Paman, inshaaAllah kita sampai besok subuh atau pagi. Itu artinya, saya masih akan bermalam 1 malam lagi di kapal besar itu. 

Pikiran saya melayang kemana-mana. Merenung lagi. Ternyata Tanjungbatu memang tempat yang jauh.

Terbayang juga wajah Mak dan Nenek di kampung. Baru satu malam saya tidak tidur bersama nenek, wajah sendu yang baik hati dan tak pernah marah itu muncul di pikiran. 

Tapi perasaan itu tak saya ceritakan ke Paman. Saya berusaha menunjukkan wajah senang ke Paman. Usakan tetap tegar dan semangat untuk pergi merantau ke Tanjungbatu.

Seperti apa Tanjungbatu, belum terbayang sedikitpun di pikiran saya. Sementara kampung halaman, makin lama semakin jauh saya tinggalkan. Berangkat ke negeri orang, satu tujuan untuk belajar dan melanjutkan sekolah.

Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau. Negeri yang tak pernah ada dalam gambaran pikiran saya. Negeri ini pula yang sempat saya singgahi tiga tahun lamanya. 

Tanjungbatu... Sekarang baru saya merasa rindu ingin ke sana lagi.

Awalnya terasa biasa saja. Eh, setelah lama tidak ke sana, justru rindu pula ke sana. Kenangan di Tanjungbatu, kenangan cerita hidup yang tak akan pernah saya lupakan. **

Pekanbaru, 15092020
Usai sarpan bersama keluarga @meja makan 🥰

19 Sep 2020

Ber-MTQ di Tengah Pandemi Covid-19

Ber-MTQ di Tengah Pandemi Covid-19


INILAH Musbaqah Tilawatil Quran (MTQ) pertama terjadi di Provinsi Kepri dalam masa pandemi covid-19, MTQ VIII Tahun 2020. Menjadi perhatian masyarakat yang pro dan kontra karena adanya pandemi covid-19. Tentu saja karena ketakutan akan saling menularkan virus berbahaya ini.

Yang pro karena MTQ adalah program resmi Pemerintah dalam usaha syi'ar agama. Melalui LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran) Pemerintah melaksanakan MTQ berjenjang dari tingkat desa atau kelurahan sampai ke Nasional. Setiap tahun ada lomba membaca dan memahami kitab suci itu. Namanya bisa SYQ (di tahun ganjil) dan bisa MTQ (di tahun genap). Selalu diselang-selingkan antara MTQ dan STQ.

Tahun 2020 ini pelaksanaan MTQ kebetulan bersamaan datangnya musibah corona alias covid-19, yang sudah ada sejak Maret lalu di negeri ini. Jadi, MTQ di tingkat provinsi atau kabupaten/ kota yang dilaksanakan setelah bulan Maret harus dilaksanakan bersamaan masih adanya covid-19 ini. 

Perlu dijelaskan bahwa MTQ tingkat desa/ kelurahan, kecamatan hingga sebagian kabupaten/ kota sudah terlaksana menjelang Maret lalu. Lanjutannya, MTQ Tingkat Provinsi dan Nasional, itulah yang harus bersamaan dengan hadirnya covid ini.

MTQ VIII Provinsi Kepri yang dihelat dari 18 s.d. 23 September 2020 saat ini adalah MTQ yang harus dilaksanakan di tengah-tengah corona yang masih marak. Maka muncullah tentangan dari sebagian masyarakat, tapi sebagian lainnya setuju dengan protokoler kesehatan. Pendapat terakhir inilah yang Pemerintah Kepri lakukan.

Bertempat di Kota Tanjungpinang semua Kabupaten/ Kota se-Kepri mengirimkan kafilahnya ke ajang dua tahunan ini. Dan mulai hari ini akan berkumpullah ramai orang di Ibukota Provinsi Segantang Lada ini. Akankah MTQ ini menambah orang terinfeksi virus corona, inilah yang dikhawatirkan oleh yang menentangnya.***

13 Sep 2020

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-17)

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-17)


Oleh: Khairul Amri
Bermastautin di Pekanbaru

TALI ikatan kapal satu persatu lepas dari tiang pancang Pelabuhan Pelita Pantai, Pekanbaru. Kapal mulai bergerak pelan meninggalkan sandarannya.

Badan kapal bergeser ke tengah sungai. Haluan yang tadinya mengarah ke barat, pelan-pelan memutar ke arah timur. Kapal besar ini akan bergerak mengikuti arah arus sungai Siak, terasa pelan karena kapal ikut arus sungai. 

Selagi berlayar di sungai Siak, KM. JHONSON tak bisa laju. Karena banyak rintangan, termasuk di kiri kanan sungai, pun banyak rumah warga yang bermukim di sepanjang tepian sungai ini. Khawatir bila terlalu laju, riak gelombang kapal bisa membuat tebing sungai jadi runtuh.

Sungai Siak, adalah sungai terdalam di Indonesia. Makanya sungai ini banyak dilalui kapal-kapal besar. Sejak dulu hingga sekarang sungai Siak menjadi laluan, penggerak ekonomi Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau. Belum lagi ada jalan darat, aspal hitam membentang, sungai ini sudah jadi urat nadi tempat lalu lintas perdagangan. 

Suasana di luar kapal. Senja berangsur hilang. Malam pun mulai menjelang.

Dari jauh samar-samar pelabuhan Pelita Pantai mulai tak kelihatan. Seolah-olah hilang ditelan gelapnya senja berganti malam. Kapal besar yang membawa kami menuju Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau dalam beberapa menit saja, benar-benar sudah meninggalkan pelabuhan Pelita Pantai. 

Kelamnya malam pun membuat kiri kanan sungai Siak tak begitu jelas terlihat. Kecuali ada lampu atau kilatan cahaya dari daratan, barulah bisa nampak. Itu pun hanya samar-samar, karena malam semakin jauh meninggalkan senja.

Di kapal besar itu, saya dan Paman menempati kamar yang kebetulan dekat ke jendela. Jadi, sambil duduk santai saya sesekali bisa pula menoleh ke luar jendela. Tapi saat berangkat suasananya gelap, dan makin malam suasana semakin gelap.

Kamar-kamar di kapal besar itu, ternyata berbentuk petakan saja. Dibuat berbentuk persegi panjang. Ukurannya cukup, sekitar sebadan orang dewasa. 

Awalnya saya mengira, kamar-kamar di kapal itu seperti kamar di rumah atau ada ruangan tersendiri. Eh, rupanya kamar di kapal ini hanya berbentuk petak, diberi pembatas papan antara satu kamar dengan lainnya. Di situ barang-barang kami tumpuk. Di situ juga kami tidur, merebahkan badan melepas penat dan rasa ngantuk. 

Karena ada tas ransel berisi baju dan kain, saya pun memakainya untuk dijadikan bantal. Saya lihat Paman sudah ahli betul soal yang begituan. Maklum saja, dia-kan sudah biasa hidup merantau. Dalam kondisi apapun Paman sepertinya tak terlalu risau dan bingung lagi.

Nah, ini pula pelajaran pertama bagi saya. Kalau hidup di rantau, kita harus bisa menyesuaikan badan dengan kondisi yang ada. Hidup di rantau harus cepat beradaptasi. Hidup di rantau mesti bisa membawa diri. Jika tidak, alamat hidup tak akan menjadi.

Mata saya tak seperti Paman. Saya belum terbiasa seperti itu. Saya lihat Paman sudah mulai tidur pulas, sementara saya masih belum bisa memejamkan mata.

Posisi badan digerak-gerakkan. Miring kiri, miring kanan. Kadang saya menelentang, menghadap langit-langit kapal. Sesekali mendukungmu. Tapi, tetap saja mata belum bisa tidur. 

Makin larut, hawa udara terasa semakin dingin. Saya diminta Paman untuk menutup jendela dekat kamar kami, karena kata Paman: angin malam bisa bikin badan tidak sehat. Walau jendela sudah ditutup, hawa dingin masih bisa saya rasakan. Untung ada kain sarung. Selain dipakai buat sholat, saat dingin seperti itu juga bisa jadi selimut.

Hmmm. Saya tetap berusaha untuk memejamkan mata. Meski sulit, diusahakan terus supaya bisa tidur pulas. 

Menjelang tengah malam, barulah mata saya bisa terpejam. Saya tertidur pulas di samping Paman, yang kebetulan kamarnya bersebelahan. 

Hiruk pikuk di dalam kapal. Suara kapal yang bising. Suara penumpang yang masih belum tidur. Kadang terdengar tawa dan gurauan, pelan-pelan hilang dari pendengaran saya. Meski sedikit dipaksa, akhirnya saya benar-benar pulas. Tidur pertama saya di atas kapal besar, hanyut dalam mimpi-mimpi yang akan membawa saya ke negeri rantau Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau.

Tunggu saya Tanjungbatu. Sampai saya di sana, akan banyak cerita hidup yang baru akan terukir. 

Cerita hidup itu pula yang hingga kini tak pernah bisa dilupakan. Tanjungbatu, saya datang menjemput rindu yang selalu menjadi kenangan. 

Tanjungbatu... Saya benar-benar rindu. **


Pekanbaru, 13092020
Selesai sarapan dan duduk santai @teras rumah, masuk lagi ke ruang tamu 

12 Sep 2020

Catatan Harian: Tiga Rapat dalam Satu Hari

Catatan Harian: Tiga Rapat dalam Satu Hari


Oleh M. Rasyid Nur

JUMAT, 11/09/2020. Mungkin inilah hari terberat. Eh, bukan. Hari terpenting. Ah, bukan juga begitu, saya pikir. Mungkin lebih tepatnya hari terpadat. Itu istilah yang lebih ntepat. Maksudnya terpadat dengan kegiatan. Hari-hari yang lalu, paling-paling hanya satu kali kegiatan dalam satu hari. Tapi hari Jumat  ini  sampai tiga kali. Tiga kali berkegiatan. Walaupun kegiatannya hanya berbentuk mpertemuan. Rapat. Tapi tidak di satu tempat. Tidak pula di satu waktu. Baiknya, itu saya berbahagia menjalaninya..

Saya ingin mengatakan bahwa di hari mulia, akhir pekan kedua di bulan September ini adalah hari terbanyak saya mengikuti aktifitas harian. Dan tidak bisa diwakilkan. Harus tetap mengikutinya secara langsung. Menyesal? Tidak. Merasa kelelahan? Janganlah. Lebih baiknya merasa bangga dan berbahagia saja. Bangga dan senang karena Allah izinkan berkegiatan hingga begitu padat. Alhamdulillah, begitu saja yang paling bijak sebaiknya saya ucapkan.

Jumat berkah, aneka kegiatan berjalan mudah. Begitu saja kalimat indah ingin saya katakana untuk menyusun perasaan bahagia saya. Saya bagikan catatan ini  ke umum seperti inipun sebagai bentuk rasa bangga dan bahagianya saya. Syukur, jika ada yang menganggap pesannya ada pada tulisan ini.

Kegiatan pertama saya. Pagi-pagi, tepatnya pukul 07.30 saya harus memimpin rapat di sekolah. Maksud saya di Yayasan Darul Mukmin, tempat bernaungnya empat sekolah (satuan pendidikan) yang saya diberi amanah di situ untuk menerajuinya. Bahkan, oleh pemilik yayasan saya juga diberi amanah di dua institusi lainnya yang juga milik belyau, Pak Muhammad Hasbi. Kedua institusi itu adalah Radio Azam di bawah perusahaan PT. Mitra Umat dan Rumah Tahfiz di bawah Yayasan Fathur Heikal.

Untuk pagi ini saya melaksanakan Rapat Koordinasi dengan keempat Kepala Sekolahnya, TKIT, SDIT, SMPIT dan TPQ Darul Mukmin. Ikut juga dalam rapat ini Unit lain serta para pengurus yang khusus menangani SDM, Pendidikan dan Keuangan Yayasan serta pimpinan krewu Radioa Azam dan Kepala Rumah Tahfiz.. Tentu saja ini rapat penting. Rapat di musim pendemi covid-19. Maaf, tidak harus saya sampaikan hasil atau jalannya rapat ini.

Kurang dari dua jam  rapat ini harus saya tinggalkan. Meskipun begitu, rapatnya tmasih etap dilanjutkan oleh teman-teman untuk membahas masalah lain yang tidak harus memerlukan kehadiran saya. Sebelum pukul 09.00  saya izin. Saya harus pergi ke Ruang Rapat Mawar Merah, Kantor Bupati Karimun. Dari Kantor Yayasan Darul Mukmin di Sidorejo Kecamatan Karimun ke Kantor Bupati di Poros memang tidak jauh. Hanya perlu 10 menit dengan kecepatan sedang berkendaraan. jarak itu kurang-lebih 5-6 km saja.

Inilah rapat kedua, saya ikuti. Pukul 09.05 rapat dengan agenda Persiapan Keberangkatan Kafilah MTQ Kabupaten Karimun ke MTQ ke-8 Tingkat Provinsi Kepri 2020, ini dibuka (MC) oleh Kabag Kesra Setda Kabupaten Karimun, Irwan Dinovri, SSTP, MH. Rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Karimun, H. Anwar Hasyim, MSi selaku Ketua Umum LPTQ Kabupaten Karimun dihadiri oleh Asisten I Bupati Karimun, Muhammad Tang dan Kakankemenag Kabupaten Karimun, Drs. H. Jamzuri, M. Noor serta beberapa pejabat kabupetan terkait keberangkatan kafilah. Pejabat terkait itu antara lain adalah Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kabupaten Karimun, Kepala Pelabuhan, Kepala Kesehatan Pelabuhan serta beberapa pejabat lainnya. Kedis Kesehatan dihadirkan tentu saja kaitannya dengan pandemic covid-19 ini.

Banyak hal yang dibahas di sini. Tentu saja rapat lebih lama. Wakil Bupati dalam rapat itu menekankan betul perlunya koordinasi dan kerja sama yang baik antar instansi yang terlibat dalam keberangkatan dan pelaksanaan MTQ dua tahunan ini. Sebagai kabupaten yang selalu berprestasi terbaik –sebagai juara umum—di setiap MTQ dan juga STQ, Pak Anwar Hasyim tidak ingin periode dia menjadi Ketua LPTQ prestasi itu menurun. Maka perlu persiapan yang matang. Begitu dia memesankan kepada peserta rapat.

Menjelang pukul 11.10 rapat ditutup. Pak Wabup sendiri bahkan sudah duluan meninggalkan ruang rapat sebelum rapat ditutup resmi karena ada agenda lain yang harus dia laksanakan. Dia minta izin duluan keluar untuk pergi ke satu acara. Kami peserta rapat dapat memahami kesibukan belyau.

Rapat ketiga. Itulah rapat teknis di kepengrusan LPTQ Kabupaten Karimun yang harus saya laksanakan sebagai tindak-lanjut rapat siang tadi. Beberapa keputusan rapat bersama Wabup perlu ada penjelasan teknis dan pembagian tugasnya. Maka dilaksanakanlah rapat khusus di LPTQ, khusus membahas pelaksanaan TC peserta MTQ. TC sendiri sudah dijadwalkan akan dilaksaakan satu pekan sebelum kenerangkatan.

Sesuai jadwal, MTQ ke-8 Tingkat provinsi Kepri akan dilaksanakan pada 18-23 September nanti. Maka jadwal TC peserta MTQ Kafilah Kabupaten Karimun dilaksanakan dari 14-17 September 2020. Akan bertempat di Hotel Karimun City, persiapan TC tentu saja perlu persiapan matang. Rapat persiapan TC itulah yang harus saya laksanakan pada siang bakda Jumat. Rapatnya sendiri tuntas menjelasng Asar.

Itulah sebabnya catatan ini harus pula menyesuaikan waktunya dengan selesainya ketiga rapat tersebut. Jadi, tiga rapat dalam satu hari, itu juga biasa saja. Saya bersyukur karena dapat mengikuti kesemuanya. Hanya Yang Maha Tahu yang tahu kesibukan itu. Dan Dia pula yang saya harapkan memberi berkah terhasdap kegiatan itu.***

Juga di www.mrasyidnur.gurusiana.id

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-16)

Tanjungbatu, Saya Rindu: Sepenggal Kisah di Masa Lalu (ke-16)


Oleh: Khairul Amri
Bermastautin di Pekanbaru

SEMUA keperluan untuk keberangkatan ke Tanjungbatu sudah siap. Perjalanan jauh ke negeri rantau yang sama sekali belum saya ketahui, apalagi disinggahi, segera akan dijalani. Meski tetap ada keinginan menolak dalam hati, tapi saya coba simpan rasa itu dalam-dalam.

Paman sudah siap. Kami akan berangkat ke Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau naik kapal besar. Ini seperti yang disampaikan Paman ketika membujuk saya waktu itu. 

Satu2nya pelabuhan kapal besar di Pekanbaru, di tahun 1990 itu, adalah Pelabuhan Pelita Pantai. Letaknya persis di ujung Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru. Warga Pekanbaru, apalagi yang sudah lama menetap di kota ini, pasti familiar betul dengan pelabuhan ini. Di sini pula tempat naik dan turun penumpang, dari dan yang tiba di Pekanbaru. 

Sekarang, Pelabuhan Pelita Pantai tinggal kenangan. Karena di atasnya sudah melintas jembatan panjang kebanggaan masyarakat Pekanbaru dan Riau, yaitu jembatan Siak IV. Jembatan ini, sekarang, membentang di atas sungai Siak, menghubungkan daratan seberang di ujung Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Pekanbaru Kota dengan daratan seberang sana di Jalan Sembilang, Kecamatan Rumbai Pesisir. 

Kalau saat ini kita berdiri di atas jembatan Siak IV, lalu menoleh ke bawah di posisi arah menuju ke seberang Rumbai Pesisir, maka lokasi Pelabuhan Pelita Pantai pun nampak dengan jelas. Pelabuhan itu, tinggal nama. Sementara pelabuhan umum saat ini di Pekanbaru, dipindah ke Pelabuhan Sungai Duku, di Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru.  

Tiba di Pelabuhan Pelita Pantai, hati saya senang. Sore itu, terlihat ada kapal besar yang sudah sandar di sana. Kata Paman, itulah kapal besar yang akan kami tumpangi untuk sampai ke Tanjungbatu. Kapal itu terbuat dari kayu. Di sisi kanan kapal ini, saya ingat ada tulisan: KM. JHONSON. 

Ramai juga penumpang yang ikut naik kapal. Karena kapal ini, selain berisi penumpang, juga banyak muatan lain di dalamnya. Ada barang2 dagangan, seperti sayur, ikan, buah2an dan lainnya. Bahkan ada juga kendaraan roda dua yang diangkutnya. 

Situasi di Pelabuhan Pelita Pantai, sore itu sangat sibuk. Aktivitas muat sangat ramai. Dan, setelah semua barang2 dimuat ke kapal, barulah penumpang dipersilahkan naik. Masing2 penumpang diarahkan ke kamar, sesuai tiket yang sudah ada di tangan. 

Saya tanya ke Paman, berapa lama kapal itu sampai ke Tanjungbatu? Kata Paman, biasanya dua hari dua malam. Sebab, kapal besar ini tidak langsung bergerak dengan tujuan Tanjungbatu, tapi akan singgah di beberapa tempat. Para pedagang dan barang dagangan yang ada di kapal, akan ikut diturunkan di tempat-tempat pemberhentian tersebut. 

Dua hari dua malam? Lama juga saya merenung. Selama itu di dalam kapal. Perjalanan yang begitu lama dan jauh. Mana pernah saya sebelumnya, naik kapal selama itu.

Menjelang malam. Senja pun mulai nampak. Sinar matahari siang pelan2 hilang di ufuk barat. Suasana yang tadinya terang dan ramai, di Pelabuhan Pelita Pantai, berganti dengan suasana tenang. Air sungai Siak yang nampak tenang, seperti ikut pula menjadi saksi keberangkatan saya naik kapal itu dari Pekanbaru ke Tanjungbatu.

Jelang berangkat, terdengar bunyi klakson kapal KM. JHONSON sebanyak tiga kali. Semua barang dan penumpang sudah naik ke kapal. Itu tandanya, ikatan tali kapal di pelabuhan sudah siap dibuka. Kapal pun mulai bergeser pelan2 meninggalkan Pelabuhan Pelita Pantai. 

Dalam gelap saya melihat samar2 wajah Mak saya, Nenek dan keluarga lainnya. Mereka semua melambaikan tangan melepas keberangkatan saya dan Paman menuju Tanjungbatu, Kundur, Kepulauan Riau. 

Tanjungbatu, ketika itu sama sekali belum terbayang oleh saya. Ada apa di negeri itu. Akan seperti apa keseharian saya di sana, dan sampai kapan saya akan tinggal di sana. 

Awalnya, Tanjungbatu begitu misterius. Tapi, ternyata negeri ini membekas dalam di hati dan diri saya. Bekas itu, dari dulu hingga sekarang, rupanya tertanam di diri saya. Tanjungbatu yang awalnya asing, justru sekarang saya rindui. 

Rindu ke Tanjungbatu bukan lagi rindu sebentar. Saya rindu, dan terus akan merindunya. **

Pekanbaru, 11092020
Sambil ngopi sore jelang Ashar @kedai kopi Yong Bengkalis Jl. Mangga